sumber utama ketidakstabilan harga dan pentingnya tidak berkurang akibat liberalisasi, pengurangan hambatan perdagangan, dan globalisasi. Ada komoditas
pasar derivatif yang dikembangkan dan tersedia untuk melindungi nilai terhadap risiko harga komoditas, tetapi masalah aksesibilitas pasar masih rendah, disparitas
harga lokal dan internasional, likuiditas rendah, kurangnya harga referensi lokal dan kurangnya instrumen derivatif untuk komoditas tertentu. Pengalihan
volatilitas antara pasar komoditas membuat keputusan lebih sulit bagi produsen, pedagang dan pembuat kebijakan.
4.3.2. Kondisi Perberasan di Asia Tenggara
Tinggi dan volatilenya harga pangan akan terus berlanjut, permintaan konsumen di negara-negara berkembang sangat pesat dan meningkat, pertumbuhan
penduduk tinggi, dan setiap pertumbuhan tersebut juga secara bersama-sama akan menambah permintaan beras. Dari sisi penawaran terdapat tantangan karena sumber
daya alam semakin langka dan terjadi penurunan produktivitas. Menurut FAO 2011, volatilitas harga pangan dapat meningkat karena hubungan yang kuat antara
pasar pertanian dan energy dan peningkatan frekuensi guncangan cuaca.
Gambar 4.13. Volume Ekspor dan Harga Beras di Thailand dan Vietnam
Universitas Sumatera Utara
Harga beras di pasar dunia menurun secara substansial sejak awal 1960-an hingga awal 2000-an dan mencapai titik terendah. Kemudian perlahan-lahan
meningkat 2003-2006 dan kemudian naik tajam pada tahun 2006 sampai pertengahan tahun 2008 sebelum turun pada paruh kedua tahun yang sama.
Selanjutnya relatif berfluktuasi pada harga yang cukup tinggi pertengahan tahun 2009 sampai pertengahan tahun 2012. Hal ini sejalan dengan penelitian Dawe 2008
yang menyatakan bahwa sebelum kenaikan harga beras yang dramatis tahun 2008 harga pasar dunia meningkat dan dibandingkan harga beras kuartal ke-4 Q4 2007
dengan kuartal ke-4 Q4 2003 harga beras dunia meningkat sebesar 56 persen.
Gambar 4.14. Volume Impor dan Harga Beras di Indonesia dan Philipina
Kenaikan harga beras secara terus-menerus terjadi di negara-negara net importir seperti Indonesia dan Philipina. Impor Indonesia misalnya periode tahun
2010-2012 meningkat dua kali lipat dalam satu dekade terakhir, demikian juga halnya Philipina tidak terlepas dari jeratan volume impor yang tinggi dengan rata-
rata 1.74 juta ton. Meningkatnya jumlah impor di kedua negara ini disebabkan
- 1.000
2.000 3.000
4.000 5.000
6.000 7.000
8.000 9.000
10.000
- 500
1.000 1.500
2.000 2.500
3.000
V o
lu me
R ib
u T
o n
Tahun
Indonesia Philippina
RIDOM RpKg RIPHI 25 RpKg
Universitas Sumatera Utara
karena pertumbuhan penduduk tinggi, konsumsi per kapita tinggi, produktivitas tidak merata, alih fungsi lahan pertanian padi produktif tidak terkendali.
Tabel 4.20 menunjukkan bahwa periode 2003-2013 harga beras Indonesia lebih volatile dibandingkan dengan harga beras Philipina, Thailand dan Vietnam
yaitu masing-masi-masing 29,8 persen, 30,55 persen dan 23,86 persen. Pada periode 2003-2008 harga beras Vietnam sebesar 26,86 persen dan Philipina sebesar 29,27
persen dan Thailand 38,34 persen. Sedangkan periode tahun 2008-2013 harga beras Indonesia lebih volatile dibandingkan dengan beras Asia Tenggara.
Tabel 4.20. Rata-Rata Harga dan Fluktuasi Beras Indonesia Tahun 2003-2013 Jenis Beras
Harga Beras 2003-2013
RpKg Volatilitas Harga Beras
2003-2013 2003-2008
2008-2013
Muncul II 5.319
37,96 30,18
28,78 IR-64 II Medium
5.079 37,00
29,44 28,57
Phil 25 6.468
29,77 28,27
13,44 Thai 25
4.912 30,55
38,34 12,27
Viet 25 4.137
23,28 26,86
4,25
Sumber: Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta, BAS Philipina, Worldbank dan ERS USDA 2014
Tabel 4.21 menunjukkan bahwa periode 2003-2013 perubahan harga beras Indonesia dengan harga beras Philipina, Thailand dan Vietnam relatif sama yaitu
masing-masing 10,89 persen, 10,33 persen dan 11,17 persen. Pada periode 2003- 2008 perubahan harga beras Indonesia sebesar 12,03 persen, Philipina sebesar 16,10
persen, Thailand 24,70 persen dan Vietnam sebesar 17,35 persen. Sedangkan periode tahun 2008-2013 perubahan harga beras Indonesia sebesar 12,54 persen, Philipina
sebesar 14,18 persen, Thailand 19,20 persen dan Vietnam sebesar 13,79 persen.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.21. Perubahan Harga Beras Indonesia Tahun 2003-2013 Jenis Beras
Perubahan Harga 2003-2013
2003-2008 2008-2013
IR-64 II Medium 10,89
12,03 12,54
Phil 25 10,33
16,10 14,18
Thai 25 11,17
24,70 19,23
Viet 25 8,10
17,34 13,79
Sumber: Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta, BAS Philipina, Worldbank dan ERS USDA 2014
Gambar 4.15. Tarif Impor, Harga Beras Indonesia dan Asia Tenggara
Setelah Indonesia mengalami swasembada beras tahun 2004 dengan indikator harga beras stabil sampai awal tahun 2006, pemerintah Indonesia melakukan proteksi
terhadap harga beras Indonesia untuk mengurangi tekanan oleh harga beras Internasional melalui kebijakan tarif impor beras yang semula Rp 330kg menjadi Rp
450kg. Harapan pemerintah Indonesia dengan kebijakan ini dapat membantu mengatasi dampak kenaikan harga beras Internasional Thailand akibat terjadinya
kenaikan harga crude oil dipasar Internasional secara terus-menerus, ternyata tidak bisa dihambat dengan kebijakan ini sehingga pada periode Januari 2007
350 400
450 500
550 600
- 2.000
4.000 6.000
8.000 10.000
12.000 14.000
T ari
f I m
p o
r R
p K
g
H ar
ga R
p K
g
Harga Philipina RpKg Harga Vietnam RpKg
Harga Thailand RpKg Harga Domestik RpKg
Tarif Impor Beras RpKg
Universitas Sumatera Utara
sampai November 2007 pemerintah menaikkan tarif impor beras menjadi Rp 550kg. Kebijakan pemerintah menaikkan tarif impor beras dapat menghambat
masuknya beras impor dalam jangka pendek yang ditunjukkan dengan stabilnya harga beras Indonesia selama periode tersebut, meskipun demikian, akibat
kenaikan tarif tersebut menyebabkan maraknya impor beras Vietnam illegal di daerah-daerah perbatasan yang dapat menekan harga beras Indonesia dan pada
akhirnya pemerintah menurunkan kembali tarif impor menjadi Rp 450kg. Meskipun dampak penerapan tarif impor beras Indonesia tidak begitu besar tetapi
kebijakan ini masih dianggap kebijakan yang relatif lebih baik untuk mengamankan harga beras Indonesia dari serbuan beras impor dari Vietnam.
Krisis pangan khususnya beras tahun 2007-2008 terutama di negara- negara net importir, misalnya Philipina berdampak terhadap kenaikan harga beras
Thailand. Kenaikan harga beras di Thailand disebabkan karena permintaan ekspor beras mengalami lonjakan, dimana tahun sebelumnya ekspor beras Thailand
sekitar 7.4 juta ton menjadi sekitar 9.6 sampai 10 juta ton. Disamping itu juga disebabkan karena ekspor Vietnam mengalami penurunan akibat produksi beras
turun. Tabel 4.22 menunjukkan bahwa perubahan harga dari satu periode
dibandingkan periode lainnya tahun dasar 2003=100. Indeks harga beras Indonesia tahun 2004 dan 2005 mengalami penurunan sebesar 1 dan 3 persen,
selanjutnya mengalami kenaikan secara dramatis yang mencapai kenaikan 161 persen, sedangkan secara agregat dalam 1 dekade indeks harga beras naik sebesar
66 persen. Indeks harga beras Philipina perubahannya relatif berfluktuasi pada kisaran 6 persen sampai 113 persen. Indeks harga beras Thailand perubahannya
Universitas Sumatera Utara
relatif berfluktuasi pada kisaran indeks harga 25 persen sampai 146 persen dan Indeks harga beras Vietnam perubahannya relatif berfluktuatif kisaran indeks
harga 2 persen sampai 142 persen. Kenaikan ini sejalan dengan penelitian Dawe 2008 yang menyatakan bahwa harga beras melonjak pada awal tahun 2008 dan
harga beras dunia melonjak sejak tahun 2003-akhir 2007, tetapi peningkatan ini relatif tetap dan berlangsung secara terus-menerus. Selanjutnya menurut laporan
FAO 2011, transmisi guncangan harga beras dunia terhadap harga beras domestik selama krisis pangan tahun 2006-2008 menyebabkan terjadinya
guncangan harga yang lebih parah, terutama disebabkan oleh pergerakan nilai tukar US dollar di pasar dunia mendorong berkurangnya transmisi perubahan
harga beras terhadap pasar Asia Tenggara, contohnya adalah pada periode Januari 2003-Desember 2010 harga beras dunia mengalami kenaikan 169 persen.
Tabel 4.22. Perkembangan Indeks Harga Beras Tahun 2003-2013 Tahun
Indeks Harga Beras Indonesia
Philipina Thailand
Vietnam Inpres
2004 99
106 125
125 102
2005 97
125 149
145 102
2006 116
129 148
144 130
2007 123
129 149
145 147
2008 179
150 165
170 158
2009 186
200 261
197 168
2010 194
213 252
209 185
2011 223
197 218
199 185
2012 241
199 226
225 242
2013 261
212 246
220 242
Rata-Rata 166
160 185
171 160
Sumber: Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta, BAS Philipina, Worldbank dan ERS USDA 2014, diolah.
Indeks harga beras Indonesia dan Philipina lebih rendah dibandingkan dengan indeks harga beras Thailand dan Vietnam, hal ini menunjukkan bahwa
adanya intervensi kebijakan melalui stabilisasi harga beras di kedua negara yang bertujuan untuk menjaga agar harga beras dapat terjangkau oleh daya beli
Universitas Sumatera Utara
masyarakat. Sedangkan di Thailand dan Vietnam tidak menerapkan kebijakan ini karena surplus produksi yang mencapai rata-rata 8,6 juta ton dan 5,5 juta ton pada
satu dekade terakhir.
Gambar 4.16. Perkembangan Indeks Harga Beras Indonesia dan Asia Tenggara
50 100
150 200
250 300
Ind eks
H ar
ga
Indonesia Philipina
Thailand Vietnam
Inpres
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan