Trend Specialization Coefisien TSC Definisi Operasional Variabel

Harga beras berpengaruh dan dipengaruhi oleh akses pangan, kerawanan pangan, ketersediaan pasokan, kondisi permintaan, kelancaran distribusi pangan, kondisi perdagangan di pasar internasional, dampak implementasi kebijakan pemerintah dan daya beli masyarakat. Semakin volatile harga beras maka semakin tidak ada kepastian harga bagi produsen dan konsumen.

3.4. Model Analisis

3.4.1. Model Daya Saing

Untuk menjawab hipotesis pertama, yaitu analisis daya saing beras Indonesia terhadap beras Asia Tenggara dilakukan melalui dua model pendekatan, yaitu:

a. Trend Specialization Coefisien TSC

Untuk menentukan keunggulan komparatif atau daya saing beras digunakan rumus Trend Specialization Coefisien TSC, yaitu dengan rumus sebagai berikut : ��� = Ex−Im Ex+Im 3.16 dimana : TSC = Tren koefisien spesialisasi di suatu negara Ex = Ekspor komoditi di suatu negara Im = Impor komoditi di suatu negara Nilai TSC antara 1 dan -1. Jika komoditas di suatu negara memiliki kekuatan komparatif apabila nilai TSC lebih besar dari 0 dan mendekati 1. Sebaliknya, jika komoditas tertentu di suatu negara memiliki nilai TSC lebih kecil dari 0 menunjukkan kelemahan komparatif.

b. Revealed Comparative Advantage RCA

Universitas Sumatera Utara Untuk menentukan keunggulan komparatif atau daya saing beras digunakan rumus Revealed Comparative Advantage RCA, yaitu dengan rumus sebagai berikut : ��� = Xia total Xa � Xiw total Xw � 3.17 dimana : X = ekspor atau nilai ekspor i = jenis komoditi a = negara asal w= dunia world Bila nilai RCA1 atau sampai mendekati 0, maka daya saing komoditi lemah. Bila nilai RCA1 maka daya saingnya kuat, semakin tinggi RCA semakin tinggi daya saingnya

3.4.2. Model Vector Autoregression VAR

Untuk menjawab hipotesis kedua, yaitu menganalisis integrasi pasar spatial antara pasar beras Indonesia dengan pasar beras Asia Tenggara digunakan metode VAR yang terbentuk sesuai dengan variabel yang akan dianalisis adalah sebagai berikut: RIDOM t = a +a 11 RIDOM t-1 + a 12 RIPHI t-1 + a 13 RITHA t-1 + a 14 RIVIE t-1 + ε t 3.18 RIPHI t = a + a 21 RIPHI t-1 + a 22 RITHA t-1 + a 23 RIVIE t-1 + a 24 RIDOM t-1 + ε t 3.19 RITHA t = a +a 31 RITHA t-1 + a 32 RIVIE t-1 + a 33 RIDOM t-1 + a 34 RIPHI t-1 + ε t 3.20 RIVIE t = a + a 41 RIDOM t-1 + a 42 RIPHI t-1 + a 43 RIVIE t-1 + a 44 RITHA t-1 + ε t 3.21 Universitas Sumatera Utara dimana: RIDOM t = harga beras Indonesia Rpkg RIPHI t = harga beras Philipina Rpkg RITHA t = harga beras Thailand Rpkg RIVIE t = harga beras Vietnam Rpkg RIDOM t -1 = lag endogenus RIDOM RIPHI t-1 = lag endogenus RIPHI RITHA t-1 = lag endogenus RITHA RIVIE t-1 = lag endogenus RIVIE

3.4.3. Volatilitas Harga Beras

Untuk menjawab hipotesis ketiga, tentang Volatilitas Harga Beras Indonesia dan Asia Tenggara dilakukan dengan pendekatan analisis deskriptif. Analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran umum kondisi suplay- demand, ekspor dan harga beras dan selama periode penelitian 2003-2013, secara numerik ataupun grafis tabel dan grafik. Pengolahan data dalam analisis volatilitas harga beras dengan menggunakan nilai rata-rata, maksimum, minimum, standar deviasi, koefisien variasi dan grafik garis serta grafik batang.

3.5. Definisi Operasional Variabel

a. Integrasi Pasar adalah perubahan harga dalam satu pasar yang direfleksikan ke dalam perubahan harga di pasar yang berbeda secara geografis untuk komoditi yang sama. b. Volatilitas harga adalah perubahan harga yang ekstrim secara terus- menerus. c. Paritas harga adalah tingkat harga antar dua negara harus sama satu sama Universitas Sumatera Utara lain setelah disesuaikan dengan nilai tukar, tariff impor dan pajak. d. Beras broken 25 persen adalah beras dengan patahan 25 persen yang merupakan ukuran kualitas beras. e. Beras Indonesia adalah beras medium yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. f. Beras di Asia Tenggara adalah beras standar yang paling banyak diperdagangkan di dunia, yaitu patahan broken 25. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Daya Saing Perberasan

Pangsa ekspor beras negara-negara Asia Tenggara mengambil porsi antara 37,5-49,9 persen terhadap ekspor beras dunia. Ekspor beras Indonesia pada periode periode tahun 2010-2013 menunjukkan terjadinya peningkatan. Ekspor beras Philipina pada periode yang sama tidak menunjukkan peningkatan yang berarti. Ekspor beras Thailand sangat berfluktuasi dan trendnya cenderung stabil pada kisaran 7,0-10,5 juta ton dan trend ekspor beras Vietnam cenderung naik pada kisaran 3,7-7,7 juta ton. Secara ringkas dapat dilihat pada Lampiran 4.1. Setelah ekspor beras Indonesia tahun 2005 sebanyak 42,3 ribu ton, berikutnya pemerintah berkeinginan kembali untuk melakukan ekspor beras pada tahun 2009 karena produksi beras naik cukup tinggi dalam 2 tahun terakhir sehingga pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Permendag No. 12M-DAGPER42008 yang menetapkan bahwa hanya Perum BULOG yang diperbolehkan untuk melakukan ekspor beras patahan broken kurang dari 5 persen. Selanjutnya Permendag tersebut direvisi dan dikeluarkan belit baru yang tertuang dalam Permendag No. 13M-DAGPER32009. Perbedaan dengan kebijakan sebelumya adalah BUMN dan BUMD, serta swasta diizinan untuk ekspor beras kualitas patahan broken kurang dari 5 persen, sedangkan Perum BULOG hanya diizinkan ekspor beras pada kualitas 5-25 persen Sawit, 2009. Selanjutnya dilakukan perubahan kedua atas Permendag No. 12 M -DAG PER 42008 menjadi Permendag No. 35M-DAGPER82009 dengan ketentuan ekspor Universitas Sumatera Utara