United States Environmental Protection Agency USEPA adalah dengan teknik
pulsed fluoresecent continuous.
Gas SO
2
memiliki sifat polutan yang menimbulkan banyak kerugian dan sifat korosifnya mengakibatkan harus berhati-hati dalam menggunakannya. Pada
kadar 1-5 ppm dapat menyebabkan iritasi mata, konsentrasi antara 5-10 ppm menyebabkan iritasi mata dan mukosa hidung, sedangkan pemaparan dengan
konsentrasi antara 10-50 ppm selama 5-15 menit dapat menyebabkan iritasi mata, hidung, tenggorok, juga timbul rasa tercekik di leher, nyeri dada, dan
bronkokontriksi. Konsentrasi SO
2
lebih dari 50 ppm dapat menimbulkan kerusakan parenkim paru dan vaskularisasi paru yang berat, dengan demikian,
terjadi perubahan fungsi dan anatomi paru Munthe et al. 2003. Iwase et al 1997 melakukan penelitian menggunakan kelinci New
Zealand White dewasa. Pemaparan dengan SO
2
dilakukan untuk menimbulkan bronkitis kronis. Gas SO
2
bersifat sebagai gas iritan kronis yang diberikan dengan dosis tinggi. Dosis dinaikkan secara bertahap sampai 50–300 ppm. Selama 5–7
minggu, pada minggu ke-4 sudah didapat tanda-tanda klinis bronkitis kronis berupa keluarnya lendir dari hidung, batuk, bersin, dan kadang sianosis. Pada
pemeriksaaan laboratorium didapat penurunan kadar Pa O
2
dari 91,3+4,9 mmHg menjadi 57,1+42 mmHg. Pada pemeriksaan histopatologi, ditemukan penebalan
epitel mukosa, hiperplasi sel goblet, infiltrasi sel PMN pada lapisan submukosa, dan mukosa, dan terjadi cedera dan hilangnya sebagian dari silia.
2.4 Testosteron
Testosteron merupakan hormon androgen utama pada pria, yang lebih dari 95 -nya dihasilkan oleh testis. Setiap hari, tubuh menghasilkan testosterone 6-7
mg Coffey 1998. Proses metabolik perubahan dari kolesterol menjadi androgen terjadi pada 500 juta sel Leydig yang hanya merupakan sebagian kecil dari
volume testis. Sebagian kecil hormon androgen dihasilkan oleh korteks adrenal. Pembentukan steroid tidak hanya pada sel endokrin tetapi diproduksi pula oleh sel
otak Baulieu 1997. Walaupun produksi sel otak sedikit, tetapi produksi steroid oleh sel otak penting pada proses fisiologi lokal. Produksi testosteron diatur
melalui aksis hipotalamus hipofisis. Gangguan pada aksis tersebut dapat
menyebabkan hipogonadisme. Luteinizing hormone LH dan folikel stimulating hormone
FSH diperlukan untuk perkembangan dan mempertahankan fungsi testis. LH merupakan hormon paling penting dalam mengatur fungsi sel Leydig.
Selain mengatur produksi hormon testosterone, dengan mengontrol aktivitas metabolisme pada sel Leydig, kadar LH juga mempengaruhi proliferasi dan
diferensiasi sel Leydig Rommerts 1998. Telah lama diketahui bahwa testosteron memegang peranan utama pada
perilaku seksual pria. Pada masa prepubertas, anak laki-laki tidak berminat terhadap hal seksual. Baru setelah puber, pada saat testis aktif memproduksi
androgen, dorongan dan motivasi seksual akan muncul. Pada umumnya pertambahan umur berhubungan dengan peningkatan dan penurunan kadar
androgen yang mempengaruhi aktivitas seksual. Kadar testosteron dan terutama yang tidak terikat dengan sex hormone binding globulin SHBG, yang saat ini
dikenal dengan free testosteron, akan menurun dengan meningkatnya umur. Pada keadaan ini, tampak adanya penurunan minat dan kemampuan seksual Davidson
et al. 1983
Kadar fisiologi testosteron total adalah antara 3–12 ngml. Kadar testosteron di bawah 3 ngml akan berpengaruh buruk pada fungsi seksual.
Hormon androgen mempunyai peranan penting dalam pengaturan fungsi ereksi dan defisiensi androgen sudah diketahui pengaruhnya tetapi bukan penyebab
tunggal terjadinya disfungsi ereksi Carbone dan Seftel 2004. Mulligan dan Schmitt 1993 menyimpulkan bahwa testosteron meningkatkan minat seksual,
frekuensi aktivitas seksual, dan frekuensi ereksi nokturna frekkuensi ereksi yang terjadi pada saat tidur, diperiksa dengan menggunakan alat rigiscan. Penemuan
ini penting karena ada teori yang mengatakan ereksi nokturna merupakan hal yang esensial untuk mempertahankan oksigenisasi dan fungsi korpus kavernosum.
Granata et al 1997 melaporkan bahwa kadar testosteron yang diperlukan untuk ereksi nokturna yang normal sekitar 2 ngml. Pria dengan kadar testosteron rendah
akan mengalami gangguan parameter ereksi nokturna, tetapi hal ini tidak terjadi pada pria dengan kadar testosteron normal, karenanya kadar testosteron yang
normal penting untuk mempertahankan fungsi ereksi penis normal. Testosteron kemungkinan mempunyai peranan penting pada terjadinya disfungsi ereksi pada
pria umur lanjut. Penurunan secara gradual bioaktif hormon free testosterone didefinisikan sebagai andropause. Vermeullen 1991 melaporkan penurunan
secara gradual testosteron dan free testosterone akan menyebabkan penurunan jumlah dan fungsi sel Leydig. Pada penelitian cross-sectional Morley et al 1997
didapatkan pada pria normal rata-rata kadar testosteron menurun sekitar 30 antara umur 25 dan 75 tahun, sedangkan kadar free testosterone menurun sekitar
50. Dalam laporannya, Ferrini dan Conor 1998 menulis bahwa perbedaan penurunan kadar testosteron dan free testosterone disebabkan oleh terjadinya
peningkatan kadar testosterone binding globulin dengan bertambahnya umur. Tetapi bukti rendahnya kadar testosteron pada penderita disfungsi ereksi tidak
ditemukan. Mekanisme pasti androgen pada proses terjadinya ereksi belum cukup diketahui. Beyer dan Gonzales-Mariscal 1994 melaporkan bahwa kadar
testosteron dan dehidrotestosteron bertanggung jawab pada dorongan bagian pelvis pria normal selama hubungan seksual. Mills et al 1994 dan Penson et al
1996 melaporkan bahwa adanya perubahan hemodinamik pada tikus yang dikastrasi berupa penurunan aliran arteri, meningkatnya aliran balik vena, dan
menurunnya respons terhadap stimulasi nervus kavernosum. Perubahan ini dapat menjadi penyebab disfungsi ereksi dan diduga kuat aktivitas sintesis NO pada
penis hewan tersebut menurun sehingga kuat dugaan adanya hubungan yang lebih jelas antara disfungsi endokrin dan mekanisme ereksi. Traish et al 1999
menemukan adanya penurunan jumlah otot polos trabekular korpus kavernosum pada kelinci yang dilakukan kastrasi. Hal ini memperlihatkan bahwa menurunnya
kadar testosteron dapat menyebabkan gangguan venooklusi. Fujimoto et al 1994 mendapatkan bahwa androgen merangsang proliferasi kultur sel otot polos yang
diisolasi dari aorta tikus. Pada sel tersebut ditemukan adanya reseptor androgen dan adanya aktivitas 5
α reduktase. Cunningham dan Hirskowitz 1997 menduga bahwa testosteron dan metabolik dehidrotestosteron mempunyai efek yang
bermakna pada endotel dan otot polos pembuluh darah pada pria.
2.5 Mekanisme Ereksi 2.5.1 Sistem Persarafan Ereksi