Gas Sulfur Dioksida SO

yang tinggal pada kota yang berpolusi. Secara klinis, bronkitis kronis digambarkan adanya batuk yang produktif selama 3 bulan dalam 2 tahun berturut- turut Reilly et al. 2005; Speizer 2005; Kobzik 1999. Dua faktor penyebab utama bronkitis kronis adalah inhalasi gas secara kronis atau karena infeksi. Perokok berat mempunyai risiko 4–10 kali dibandingkan bukan perokok pada populasi yang sama. Gambaran awal yang sangat menonjol pada bronkitis kronis adalah hipersekresi lendir pada saluran napas utama besar disertai gambaran hipertrofi dari kelenjar mukosa di trakea dan bronkus. Setelah terjadi bronkitis kronis akan didapat peningkatan sel goblet pada saluran napas yang lebih kecil, seperti cabang-cabang bronkus dan bronkiolus yang berdiameter 2–3 mm. Selain peningkatan produksi lendir, hipertrofi kelenjar submukosa dan peningkatan jumlah sel goblet menyebabkan terjadinya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh asap rokok atau gas polutan seperti SO 2 dan NO 2 . Gambaran histopatologi pada saluran pernafasan yang lebih kecil adalah : 1. Metaplasi sel goblet, sumbatan lendir pada lumen. 2. Pengelompokan makrofag dan hiperpigmentasi pada alveolus. 3. Infiltrasi zat inflamasi. 4. Fibrosis dinding bronkiolus pada pasien umur lanjut Hogg 2004 ; Kobzik 1999.

2.3 Gas Sulfur Dioksida SO

2 Sulfur dioksida SO 2 merupakan bagian partikel yang mencemari udara. Sifat SO 2 mudah larut dalam air, tidak berwarna, berbau tajam atau pedas pada konsentrasi sekitar 0,5 sampai 0,8 ppm, dan merupakan iritan yang kuat Munthe et al. 2003. Sulfur dioksida dapat berasal dari pembakaran batu bara dan minyak mentah yang mengandung sulfur, pembangkit tenaga listrik bertenaga batu bara, pabrik yang menghasilkan bubur kertas, peleburan seng, timah, dan tembaga serta pemanas ruangan. Secara alamiah, sumber SO 2 berasal dari dekomposisi zat-zat organik, vulkanik, dan garam laut. Nilai standar SO 2 berdasarkan National Primary Air Quality Standards in United States adalah 0,03 ppm rata-rata per tahun dan 0,14 ppm rata-rata per hari. Metode pengukuran gas SO 2 menurut United States Environmental Protection Agency USEPA adalah dengan teknik pulsed fluoresecent continuous. Gas SO 2 memiliki sifat polutan yang menimbulkan banyak kerugian dan sifat korosifnya mengakibatkan harus berhati-hati dalam menggunakannya. Pada kadar 1-5 ppm dapat menyebabkan iritasi mata, konsentrasi antara 5-10 ppm menyebabkan iritasi mata dan mukosa hidung, sedangkan pemaparan dengan konsentrasi antara 10-50 ppm selama 5-15 menit dapat menyebabkan iritasi mata, hidung, tenggorok, juga timbul rasa tercekik di leher, nyeri dada, dan bronkokontriksi. Konsentrasi SO 2 lebih dari 50 ppm dapat menimbulkan kerusakan parenkim paru dan vaskularisasi paru yang berat, dengan demikian, terjadi perubahan fungsi dan anatomi paru Munthe et al. 2003. Iwase et al 1997 melakukan penelitian menggunakan kelinci New Zealand White dewasa. Pemaparan dengan SO 2 dilakukan untuk menimbulkan bronkitis kronis. Gas SO 2 bersifat sebagai gas iritan kronis yang diberikan dengan dosis tinggi. Dosis dinaikkan secara bertahap sampai 50–300 ppm. Selama 5–7 minggu, pada minggu ke-4 sudah didapat tanda-tanda klinis bronkitis kronis berupa keluarnya lendir dari hidung, batuk, bersin, dan kadang sianosis. Pada pemeriksaaan laboratorium didapat penurunan kadar Pa O 2 dari 91,3+4,9 mmHg menjadi 57,1+42 mmHg. Pada pemeriksaan histopatologi, ditemukan penebalan epitel mukosa, hiperplasi sel goblet, infiltrasi sel PMN pada lapisan submukosa, dan mukosa, dan terjadi cedera dan hilangnya sebagian dari silia.

2.4 Testosteron