2.5.3 Mekanisme Ereksi pada Tingkat Sel
Pada tingkat seluler, proses terjadinya ereksi pada penis dimulai dengan dikeluarkannya neurotransmiter nonadrenergik-nonkolinergik, yaitu NO nitric
oxide dari ujung saraf di korpus kavernosum dan sel endotel. NO disintesis dari
L-arginin endogen oleh eNOS enzim nitric oxide synthase Trigo-Rocha et al. 1993a,1993b.
Terdapat 3 jenis NOS, yaitu neuronal nNOS, makropage immun inducible
iNOS, dan endothelial eNOS. Adanya nNOS pada serabut saraf pada korpus kavernosum mendukung bahwa NO berfungsi sebagai mediator
ereksi Burnet 1992. NO masuk ke dalam sel otot polos korpus kavernosum untuk meningkatkan kerja enzim guanilat siklase untuk membentuk cGMP Lue
2007. Pada penelitian terakhir diketahui terdapat beberapa mediator penting pada proses ereksi, tetapi sampai saat ini NO adalah satu mediator yang terpenting
Rosenberg 2007. Mekanisme cGMP memulai terjadinya relaksasi otot tampaknya melalui
aktivasi cGMP protein kinase spesifik sehingga terjadi fosforilasi dan inaktivasi miosin kinase rantai pendek yang akan menyebabkan disosiasi aktin dan miosin
sehingga terjadi relaksasi otot Draznin et al. 1986.
Diameter sel otot polos berkisar antara 250-440 μm. Di dalam membran
nukleus yang berbentuk elips, terdapat nukleolus yang berwarna kehitaman dan materi genetika sel. Di samping itu, di dalam sarkoplasma, tersebar serabut aktin
dan miosin, yaitu protein yang dapat melakukan kontraksi ataupun relaksasi bergantung pada kadar ion kalsium Ca
2+
lokal. Setiap keadaan yang dapat meningkatkan kadar ion Ca
2+
akan menimbulkan kontraksi, sebaliknya penurunan kadar Ca
2+
akan diikuti oleh relaksasi protein tersebut Weiss 1986; Adelstein dan Sellers 1987.
Pada otot polos korpus kavernosum, regulasi terjadinya kontraksi dan relaksasi diatur oleh kadar kalsium bebas dari sitosol sarkoplasmik. Kontraksi
otot dipicu oleh peningkatan kadar kalsium bebas sitosol dari 120–270 menjadi 500–700nM. Pada kadar tinggi, kalsium akan berikatan dengan kalmodulin dan
akan berinteraksi dengan miosin kinase rantai pendek sehingga terjadi fosforilasi miosin rantai pendek dan terjadilah penyilangan miosin sepanjang filamen aktin
dan menghasilkan tegangan, fosforilasi mengaktifkan pula miosin ATPase, di mana hidrolisis ATP akan menghasilkan energi untuk kontraksi Lue 2007.
Relaksasi otot polos yang akan menyebabkan terjadinya ereksi dimulai dengan penurunan kadar kalsium bebas di sarkoplasma. Kalmodulin dilepaskan
dari miosin kinase rantai pendek dan menginaktivasi enzim ini. Miosin akan didefosforilasi oleh miosin fosforilase rantai pendek sehingga melepaskan miosin
dari filamen aktin sehingga terjadilah relaksasi Walsh 1991. Cyclic AMP dan cGMP merupakan mesengger kedua pada proses
relaksasi otot polos. Keduanya mengaktivasi cAMP- dan cGMP- protein kinase dependent
sehingga terjadi fosforilasi protein dan mengubah ion channel sehingga terjadi : 1 Pembukaan kanal kalium dan hiperpolarisasi. 2 Pengambilan
sekuestrasi kalsium intraseluler oleh retikulum endoplasma. 3 Penghambatan tegangan kanal kalsium dependen, yang akhirnya mencegah masuknya kalsium.
Dengan demikian, terjadi penurunan kadar kalsium bebas sitosol yang
mengakibatkan relaksasi Lue TF 2007 Gambar 4.
Cyclic GMP yang merupakan zat aktif yang dihidrolisis oleh PDE-5 menjadi GMP yang tidak aktif. PDE-5 didapatkan dalam jumlah yang cukup
banyak di korpus kavernosum. PDE-2,-3 dan –4 juga ditemukan di korpus kavernosum tetapi mempunyai peran yang kecil pada proses fisiologi ereksi bila
dibandingkan PDE-5 Ballard et al. 1998.
Penelitian terdahulu di bidang terapi disfungsi ereksi telah membuktikan bahwa kadar cGMP dalam sel otot polos korpus kavernosum berperan penting
dalam proses relaksasi otot polos korpus kavernosum yang pada akhirnya dapat menimbulkan ereksi Carter et al., 1998. Pemberian inhibitor fosfodiesterase tipe
5 yang spesifik cGMP untuk mencegah metabolisme cGMP menjadi GMP dapat meningkatkan relaksasi otot polos korpus kavernosum Carter et al., 1998 ;
Ballard et al., 1998.
Gambar 4. Mekanisme molekuler relaksasi otot polos korpus kavernosum, messenger kedua intraseluler cGMP dan cAMP. Lue 2007.
Beberapa zat yang digunakan pada penelitian untuk menilai proses fisiologi dan patofisologi pada proses relaksasi sesuai dengan beberapa teori
terjadinya proses relaksasi otot polos korpus kavernosum pada penelitian kami
adalah: asetilkolin, sildenafil sitrat, dan zaprinast. Data yang diperoleh dapat
menjadi dasar untuk penelitian klinis untuk kemungkinan penggunaan zat tersebut sebagai terapi disfungsi ereksi pada pasien PPOK.
Asetilkolin
Struktur asetilkolin adalah ester dari asam asetat dan kolin dengan rumus kimia : CH
3
COOCH
2
CH
2
N
+
CH
3 3
. Stuktur kimia ini dinamakan 2-acetoxy- N,N,N-trimethylethanaminium
Katzung 2003. Asetilkolin merupakan neurotransmitter yang pertama diidentifikasi, dan
bekerja pada sistem saraf pusat maupun perifer. Asetilkolin merupakan salah satu neurotransmitter pada sistem saraf otonom dan satu-satunya neurotransmitter pada
sistem saraf somatik. Asetilkolin disintesis dari kolin dan asetil koA dengan katalisasi enzim kolin acetyltransferase. Pembentukan asetilkolin tergantung pada
konsentrasi kolin, yang ditentukan oleh mekanisme uptake kolin pada ujung saraf. Efek asetilkolin berbeda-beda bergantung pada tipe reseptor pada organ target.
Terdapat dua kelompok jenis reseptor untuk asetilkolin yaitu reseptor nikotinik dan muskarinik. Reseptor nikotinik didapatkan pada ganglion perifer dan otot
lurik. Reseptor muskarinik bertanggung jawab pada transmisi saraf parasimpatik postganglion Andersson 2002.
Pada penis, terdapat banyak inervasi kolinergik yang didapatkan pada pemeriksaan histokimia. Pada korpus kavernosum, didapatkan 4 tipe reseptor
muskarinik. Asetilkolin memiliki efek relaksasi pada otot polos korpus kavernosum melalui mekanisme tidak langsung. Asetilkolin yang dikeluarkan dari
saraf efferent akan berikatan dengan reseptor muskarinik tipe M3. Ikatan dengan reseptor M3 pada endotel menstimulasi pembentukan oksida nitrat di endotelium.
Nitric oxide ini selanjutnya memicu pembentukan cGMP melalui aktivasi guanilat
siklase pada sel otot polos sekitarnya, menurunkan Ca
2+
intraselular dan terjadi vasodilatasi. Asetilkolin mempunyai efek relaksan nonspesifik, menyebabkan
relaksasi yang terjadi pada korpus kavernosum tidak sebaik pada penambahan sildenafil sitrat Morelli et al. 2004.
Asetilkolin juga berperan pada daerah presinaptik saraf yang menghambat neuron adrenergik dan pelepasan norepinefrin. Norepinefrin ini memiliki sifat
simpatis dan vasokonstriksi Anderson 2002.
Sildenafil Sitrat
Phosphodiesterase PDE adalah enzim yang menghidrolisis cyclic adenosine 3,5-monophosphate
cAMP dan cyclic guanosine 3,5-monophospahate cGMP, yang merupakan second messengers intraselular, menjadi AMP dan
GMP. Cyclic AMP dan cGMP sebagai second messengers mengontrol berbagai proses fisiologi. Terdapat sebelas tipe fosfodiesterase yang ditemukan pada tubuh
manusia. PDE-5 predominan ditemukan pada korpus kavernosum.PDE-5 merupakan PDE yang spesifik terhadap cGMP. Struktur kimia sildenafil hampir
mirip dengan cGMP McCullough 2002; Katzung 2003. Pada penelitian tahun 1991–1992 ditemukan bahwa Sildenafil sebagai obat
antiangina tidak memberikan hasil yang baik, akan tetapi efek samping yang ditemukan adalah efek erektogenik selama pengobatan. Sildenafil sitrat
merupakan inhibitor kompetitif potent selektif cGMP-specific PDE-5 dan
berikatan dengan bagian aktif dari PDE-5 Lue 2007. Penemuan PDE-5 inhibitor dalam pengobatan disfungsi ereksi merupakan revolusi pengobatan pada
kelainan ini. PDE-5 inhibitor yang pertama kali digunakan pada pengobatan disfungsi ereksi adalah sildenafil yang dikenal dengan merk dagang Viagra. Saat
ini sudah ada golongan PDE-5 inhibitor lain yang sudah digunakan pada pengobatan disfungsi ereksi, yaitu vardenafil Levitra dan tadalafil Cialis.
Saat terjadi stimulasi saraf nonadrenergik dan nonkolinergik pleksus parasimpatis pelvis melalui stimulasi seksual, neurotransmiter NO dilepaskan.
NO selanjutnya meningkatkan kadar cGMP. Peningkatan cGMP akan menimbulkan vasodilatasi dan dilatasi sinus korpus kavernosum sehingga terjadi
peningkatan aliran darah untuk terjadinya ereksi. PDE-5 akan memecah cGMP, yang selanjutnya menimbulkan kontraksi arteri penis dan otot polos korpus
kavernosum dan menyebabkan detumesen. Sildenafil berikatan pada enzim PDE- 5, mencegah pemecahan cGMP oleh PDE-5 melalui mekanisme inhibibisi
kompetitif. Sildenafil hanya efektif dalam peningkatan kadar cGMP dengan mencegah hidrolisisnya, tetapi tidak membantu dalam pembentukan NO.
Kelemahan sildenafil adalah efek sildenafil bergantung pada kadar NO endogen yang diproduksi apabila terdapat stimulasi seksual, NO mengaktivasi guanilat
siklase dalam pembentukan cGMP. Semakin rendah kadar NO semakin tidak efektif sildenafil McCullough 2002; Lue 2007.
Pengobatan disfungsi ereksi dengan PDE5 inhibitor merupakan pengobatan yang aman dan merupakan terapi pilihan pertama pada
penatalaksanaan DE sesuai panduan AUA American Urological Asociation, EAU Eropean Asociation of Urology dan IAUI Persatuan Ahli Urologi
Indonesia. Pemberian sildenafil sitrat pada individu yang sehat dapat menyebabkan hipotensi ringan dan memperbaiki kekakuan pada arteri Jackson et
al . 1999. Pada penelitian lain penghambat PDE-5 mempunyai manfaat pada
fungsi endotel pembuluh darah koroner jantung pada penderita jantung iskemik. Penggunaan teratur setiap hari PDE-5 inhibitor memberikan efek manfaat yang
lebih baik dengan memperbaiki endotel pembuluh darah Sommer dan Engelman, 2004. Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah sakit kepala, hangat
pada muka, mual, rhinitis, gangguan pandangan sesaat blue vision, pening dan penurunan tekanan darah ringan Corbin dan Fracis 2003; Rosenberg 2007.
Zaprinast
Struktur kimia zaprinast merupakan golongan xanthine dengan rumus kimia C
13
H
13
N
5
O
2
. Stuktur kimia ini dinamakan 2-2-Propoxyphenyl-8- azahypoxanthine. Pada penelitian awal, zaprinast ditujukan untuk pengobatan
penyakit alergi melalui mekanisme stabilisasi sel mast. Zaprinast pertama kali diberikan pada penderita asma yang dicetuskan oleh aktivitas dan memberikan
efek bronkodilator. Zaprinast memiliki efek inhibitor selektif untuk cGMP – PDE-5 yang pada
awalnya didapatkan relaksasi otot polos pembuluh darah. Zaprinast juga memiliki efek pada PDE tipe 1, 6 dan 9. Mekanisme yang ditimbulkan sama seperti
mekanisme sildenafil sitrat. Akan tetapi, beberapa literatur mengatakan efek zaprinast lebih rendah dibandingkan sildenafil sitrat. Pada penelitian untuk
menilai karakteristik PDE 5 pada otot polos korpus kavernosum manusia, anjing dan kelinci, didapatkan bahwa zaprinast menghambat PDE5 lebih tinggi pada
kelinci dibandingkan pada manusia dan anjing Wang et al. 2001. Zaprinast
banyak digunakan untuk mengetahui peran cGMP sebagai second messenger yang timbul dari NO pada otot polos Wibberley 2002.
2.6 Disfungsi Ereksi pada PPOK