Kelinci Sebagai Hewan Model

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelinci Sebagai Hewan Model

Pada mulanya kelinci merupakan hewan liar yang kemudian, sejak 2000 tahun silam, mulai dijinakkan dengan tujuan keindahan, bahan pangan, serta hewan percobaan Anonim2005. Kelinci merupakan salah satu hewan yang daya adaptasi tubuhnya yang relatif tinggi sehingga mampu hidup hampir di seluruh dunia. Akibat adanya penyebaran kelinci maka sebutan hewan tersebut berbeda-beda seperti, di Eropa disebut rabbit, di Indonesia disebut kelinci, di Jawa disebut terwelu dan sebagainya Bappenas 2002. Kelinci merupakan hewan model yang paling sering digunakan setelah mencit dan tikus. The Institute of Laboratorium Animal Resource and The Animal and Plant Health Inspection Service dalam Deptan 2005 melaporkan bahwa lebih dari 400.000 Lagomorpha telah digunakan tiap tahunnya dalam penelitian biomedis. Menurut Harknes dan Wagner 1983 sistem binomial kelinci diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animal Filum : Vertebrata Kelas : Mammalia Ordo : Lagomorpha Famili : Leporidae Subfamili : Leporine Genus : Lepus Spesies : Lepus spp. Kelinci banyak digunakan sebagai hewan model dalam penelitian biomedis karena memiliki banyak keuntungan, yaitu mudah dikendalikan dan reproduksinya cepat. Penelitian yang sering menggunakan hewan kelinci sebagai hewan coba adalah bidang fisiologi, farmakologi, biokimia, patologi, zoology komparatif, dan ekologi dalam arti luas. Di bidang ilmu kedokteran, kelinci selain dipakai untuk penelitian juga digunakan untuk kepentingan diagnostik Malole Pramono 1989. Selain keuntungan di atas, penggunaan kelinci sebagai hewan model karena adanya standar metodologi untuk mempersiapkan kelinci sebagai hewan percobaan serta saluran pernapasan pada kelinci trakhea memiliki karakteristik yang khas seperti adanya epitel-epitel yang mempermudah transport ion, serta glandula submukosa saluran pernapasan mensekresi ion Cl yang mempunyai respons sinergis terhadap asetilkholin, phelylephine, dan ATP yang ditambahkan atau disebut juga ekstraseluler ATP Iwase et al. 1997. Pada penelitian disfungsi ereksi, kelinci dapat digunakan karena enzim PDE5 pada otot polos korpus kavernosumnya menyerupai enzim PDE5 pada otot polos korpus kavernosum manusia Wang et al. 2001 . Demikian pula kondisi bronkitis kronis dapat diinduksi dengan baik pada kelinci sehingga menyerupai kondisi yang terjadi pada manusia dengan melakukan pemaparan gas SO 2 Iwase et al. 1997. Dengan demikian, kelinci ideal untuk digunakan sebagai hewan coba untuk menilai gangguan relaksasi otot polos korpus kavernosum akibat PPOK karena bronkitis kronis, sebagai model disfungsi ereksi pada manusia. Selain beberapa kelebihannya, penggunaan kelinci juga mendatangkan banyak kerugian karena kelinci mudah stress, rentan terhadap penyakit serta respons yang bervariasi terhadap anesthetikum.

2.2 Penyakit Paru Obstruksi Kronis PPOK