di dalam sel target di dalam testis. Hal ini akan menyebabkan hambatan fungsi dan pertumbuhan testikular yang bisa menyebabkan pengecilan ukuran tubuli,
diikuti degenerasi elemen intrasel dan fibrosis peritubuler Kupperman 1971. Sementara hipoksia dan iskhemia menyebabkan vaskularisasi terganggu sehingga
mengakibatkan gangguan suplai oksigen ke sel–sel testis. Soukhova-O’Hare 2008 menemukan Chronic Intermitent hypoxia CIHtidak menyebabkan
penurunan kadar testosteron dan kerusakan histopatologi testis baik jumlah ataupun bentuk sel Leydig dan sel sertoli. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kelainan yang dialami bersifat sementara, dan tubuh masih dapat kembali ke proses normal
4.4 Kemampuan Kontraksi Otot Polos Korpus Kavernosum
Proses fisiologi ereksi memerlukan kondisi normal dari psikologis, neurovaskular, dan relaksasi otot polos korpus kavernosum. Penyebab disfungsi
ereksi DE secara garis besar dibagi menjadi DE psikogenik dan DE organik. Dengan diketahuinya proses fisiologi ereksi diketahui bahwa DE organik
merupakan penyebab dari + 70 DE . Pada penelitian ini digunakan organ bath untuk menilai kemampuan
relaksasi otot polos korpus kavernosum yang merupakan proses fisiologis vital dalam mekanisme terjadinya ereksi. Kemampuan kontraksi dari otot tersebut
terlebih dahulu dinilai dengan memberikan norepinefrin phenylephrine dengan dosis 10
-8
M sampai 10
-4
M. Didapatkan bahwa pada kelompok kontrol kemampuan kontraksinya lebih baik dan berbeda pada semua konsentrasi zat
Lampiran 2.
10
-8
10
-7
10
-6
10
-5
10
-4
Dosis phenylephrine
Gambar 22. Grafik peningkatan kontraksi otot polos korpus kavernosum invitro
menggunakan organ bath dengan penambahan phenylephrine dengan dosis 10
-8
M sampai 10
-4
M pada kelompok kontrol.
10
-8
10
-7
10
-6
10
-5
10
-4
Dosis phenylephrine
Gambar 23. Grafik peningkatan kontraksi otot polos korpus kavernosum invitro menggunakan organ bath dengan penambahan phenylephrine
dengan dosis 10
-8
M sampai 10
-4
M pada pelompok perlakuan.
Kontraksi
Kontraksi
Gambar 24. Persentasi perubahan kontraksi otot polos korpus kavernosum invitro
pada masing-masing dosis pemberian phenilephrine Menurunnya kemampuan kontraksi pada kelinci PPOK terjadi karena otot
polos korpus kavernosum kelinci mengalami degenerasi dan fibrosis, disertai apoptosis Averesa et al. 2004.
Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan Masson Trichrom untuk membedakan jumlah
otot polos dengan jaringan ikat. Didapatkan pada kelompok kelinci kontrol jumlah otot polos dan jaringan ikat normal. Pada hewan perlakuan terjadi penurunan
jumlah otot polos dan peningkatan jaringan ikat kolagen pada korpus kavernosum penjelasan lebih lengkap pada bagian berikutnya. Hal inilah yang menyebabkan
kemampuan kontraksi korpus kavernosum kelinci perlakuan menurun. Perbedaan kontraktilitas antara hewan kontrol dan perlakuan semakin jelas dengan
penambahan dosis obat.
4.5 Kemampuan Relaksasi Otot Polos Korpus Kavernosum