Zat yang digunakan dalam penelitian ini untuk menilai relaksasi korpus kavernosum adalah asetilkolin yang merupakan neurotransmiter, sildenafil sitrat
dan zaprinast sebagai inhibitor PDE 5.
Gambar 8. Organ bath untuk mengukur kekuatan kontraktilitas relaksasi otot A, Tabung 2 unit organ bath B, Strip otot dalam tabung C.
3.4.7 Evaluasi Histopatologi
Untuk menilai perubahan histologi organ korpus kavernosum, digunakan pewarnaan Masson Galdner. Pewarnaan Masson Goldner adalah suatu pewarnaan
ganda apabila pewarnaan lain umumnya hanya menggunakan 2 warna, pewarnaan ini menggunakan 3 warna. Masson menamakan kombinasi 3 warna ini sebagai
“Trichrom”. Perbedaan dalam pewarnaan jaringan terletak dalam dispersi masing- masing zat warna, kasar, atau halus. Perbedaan kecepatan penyusupan masing-
masing zat warna dipakai sebagai prinsip dalam pewarnaan, dengan demikian, bila zat warna dengan dispersi halus memasuki jaringan, porsi dengan dispersi
kasar akan tertahan. Zat dengan dispersi kasar terutama akan mewarnai struktur yang besar atau kasar, sungguh pun sebagian juga mewarnai struktur yang halus.
Sebelum dilakukan pulasan ada proses yang sangat penting dilakukan, yaitu proses dehidrasi, clearing, infiltrasi dengan parafin cair hingga embedding
pembuatan blok parafin. Guna mendapatkan suatu sayatan tipis nantinya, maka pada awalnya jaringan segar difiksasi dengan menggunakan cairan buffer formalin
B
C A
10. Jaringan yang sudah terfiksir dengan baik dilanjutkan melalui tahap dehidrasi menggunakan cairan Ethanol dengan konsentrasi menaik 70-100
secara perlahan. Setelah tahap dehidrasi sempurna maka tahap selanjutnya adalah clearing
dengan cairan xylol. Tahap clearing ini merupakan tahap transisi. Selanjutnya jaringan diinfiltrasi dengan menggunakan media parafin cair. Media
parafin dipilih karena mudah dalam mendapatkan sayatan tipis. Penyayatan tipis jaringan dilakukan dengan menggunakan bantuan alat berupa Microtom dengan
ketebalan ± 5 µm dan kemudian diletakkan di permukaan slide glass object. Jaringan yang telah didapat dengan sayatan ± 5 µm selanjutnya dilakukan
teknik pewarnaan Masson trichrom. Dimulai dengan tahap deparafinisasi menggunakkan cairan xylol diteruskan dengan rehidrasi dengan ethanol
konsentrasi menurun 100 - 70 sampai aquadest. Masing-masing tahapan 5 menit. Inti sel diwarnai dengan Eisenhematoxylin weigert 5 menit dan setelahnya
dicuci dengan air mengalir, kelebihan warna dikurangi dengan HCl 1 dan dicuci kembali dengan air mengalir. Selanjutnya diwarnai jaringan dengan Acid fuchin 5
menit dibilas dengan acetic acid 1 selama 1 menit. Sediaan direndam dalam phosphomolybdic acid phosphotungstic acid
selama 5 menit dan dibilas kembali dengan acetic acid 1 selama 1 menit. Kemudian jaringan diwarnai dengan light
green methyl blue selama 2-5 menit dan kembali dibilas bersih dengan acetic
acid 1 selama 1 menit. Setelah itu jaringan dikeringkan dalam suhu ruangan hingga selanjutnya diclearing dengan xylol dan kemudian ditutup dengan
mounting media untuk selanjutnya dievaluasi. dengan pewarnaan ini inti sel
berwarna biru kehitaman blue-black, Sitoplasma , otot dan eritrosit berwarna merah, dan kolagen berwarna biru.
Pewarnaan jaringan paru dan testis menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin HE. Evaluasi histopatologi dilakukan dengan cara skoring
0–4 berdasarkan derajat perubahan yang terjadi pada masing masing organ. Skoring
dilakukan pada 5 lapang pandang yang diambil secara acak dengan perbesaran 10x dan 40x. Acuan skor yang digunakan pada organ paru ditampilkan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Skor perubahan histologi organ paru
Skor Keterangan 0 Tidak
terjadi perubahan
1 Kongesti dan perdarahan pada intersititium dan infiltrasi sel radang
pada 25 lapang pandang 2
Kongesti dan perdarahan semakin banyak pada interstitium dan infiltrasi sel radang 25-50 lapang pandang
3 Kongesti dan perdarahan pada interstitium dan infiltrasi sel radang
pada 50-75 lapang pandang 4
Kongesti dan perdarahan pada interstitium dan infiltrasi sel radang pada 75 lapang pandang
Evaluasi histopatologi pada testis dilakukan dengan cara skoring 1-4 berdasarkan adanya perubahan berupa kongesti, edema, degenerasi, fibrosis
peritubuler. Lesio diamati pada 5 lapang pandang untuk masing-masing kelinci dengan perbesara 100X. Penilaian skoring lesio ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Skor perubahan histologi jaringan testis kelinci
25 1
25-50 2
50-75 3
75 4
Evaluasi histopatologi organ korpus Kavernosum dilakukan dengan cara skoring
1–3 berdasarkan derajat perubahan jumlah otot polos dan perubahan jumlah jaringan ikat. Skoring dilakukan pada 5 lapang pandang yang diambil
secara acak dengan perbesaran 10x dan 40x. Acuan skor yang digunakan pada organ paru ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Skor perubahan histologi jaringan korvus kavernosum
Skor Keterangan 1
Tidak terjadi perubahan atau berubah minimal 20 lapang pandang 2
Terjadi penurunan jumlah jaringan otot polos 50 lapangan pandang atau peningkatan jaringan ikat pada korvus kavernosum
3 Terjadi penurunan jumlah jaringan otot polos 50 lapangan
pandang atau peningkatan jaringan ikat pada korvus kavernosum
3.5 Analisis Statistik