Persamaan Pembangun Model Model Kualitas Air di Estuaria

1 Selanjutnya persamaan transport 2D dikembangkan dalam Spherical Co- ordinates dengan skala kuantitas : 2 dimana : , = kecepatan berdasarkan kedalaman rata-rata arah x dan y t = waktu = rata-rata kedalaman skala kuantitas Fc = difusi secara horizontal Cs = konsentrasi dari sumber kp = laju decay S = jarak point source Pada Spherical Co-ordinates kecepatan arah horizontal sebagai berikut : 3 4 Dimana : R = radius pada bumi λ = bujur Ø = lintang Substitusi persamaan 2, 3 dan 4 diperoleh persamaan sebagai berikut : 5 Faktor gesekan dasar dinyatakan dalam formula Chezy number C dan Manning number M 6 7 dimana: C f g = percepatan grafitasi mdt = koefisien gesekan dasar 2 Manning number dapat dihitung berdasarkan dari pajang kekasaran dasar yaitu : 8 Secara umum dalam membangun model transport suatu substansi dibutuhkan nilai decay, dimana nilai ini spesifik untuk masing-masing komponen. Untuk menghitung laju decay linear digunakan formula : 9 Dimana; C = konsentrasi polutan k = decay detik -1 Transpor suatu komponen diperairan tergantung pada arus, dimana pada estuaria arus yang dominan dibangkitkan oleh pasang surut dan kecepatan angin. Kondisi pasang surut disimulasikan berdasarkan hasil prediksi DHI dan data lapangan. Kecepatan angin dihitung berdasarkan persamaan empiris : dimana; = densitas udara = koefisien tarikan udara = u w ,v w kecepatan angin 10 m diatas permukaan air Interaksi kecepatan gesekan dengan tegangan permukaan dihitung berdasarkan formula; 11 Koefisien tarikan udara merupakan nilai konstan atau tergantung pada kecepatan angin. Persamaan empiris untuk koefisien tarikan dibangun oleh Wu1980, 1994 : 12 dimana : c a , c b , w a dan w b w10 = kecepatan angin 10 m diatas permukaan laut = faktor empiris nilai untuk faktor empiris c a = 1,255.10 -3 , c b = 2,425.10 -3 , w a = 7 mdt dan w b = 25 mdt.

2.4. Pengelolaan Lingkungan Estuaria

Definsi wilayah pesisir memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil Bengen, 2002, Menurut Dahuri et al. 1996 pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem sumberdaya, dan kegiatan pemanfaatan pembangunan secara terpadu integrated guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan sustainable. Dalam konteks ini, keterpaduan integration mengandung tiga dimensi yaitu dimensi sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologis. Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu ada koordinasi tugas, wewenang dan tanggungjawab antar sektor atau instansi pemerintah pada tingkat pemerintah tertentu horizontal integration ; dan antar tingkat pemerintahan dari mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, sampai tingkat pusat vertical integration. Keterpaduan sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa didalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar pendekatan interdisiplin ilmu interdisciplinary approaches , yang melibatkan bidang ilmu ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum dan lainnya yang relevan karena wilayah pesisir pada dasarnya terdiri dari system social dan system alam yang terjalin secara kompleks dan dinamis. Pengelolaan kawasan pesisir dan lautan juga memerlukan partisipasi pakar- pakar dari berbagai bidang ilmu kelautan, ekologi, sosial, ekonomi, hukum, tehnik dan lain-lain dengan pendekatan yang berbeda. Pendekatan yang dikembangkan adalah inter-disciplinary approach. Pendekatan multi-disiplin, merupakan pendekatan dimana suatu persoalan diinvestigasi dan dianalisis dengan cara membagi kedalam persoalan- persoalan disiplin dan profesi masing-masing dan pemecahannya secara independen. Oleh karena itu untuk kepentingan pengelolaan hendaknya didasarkan atas faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan dan pengelolaan ekosistem pesisir dan laut beserta segenap sumberdaya yang ada didalamnya, serta tujuan dari pengelolaan itu sendiri. Jika tujuan pengelolaan adalah untuk mengendalikan atau menurunkan tingkat pencemaran perairan pesisir yang dipengaruhi oleh aliran sungai, maka batas wilayah pesisir kearah darat hendaknya mencakup suatu DAS Daerah Aliran Sungai Bengen, 2002. Kawasan estuaria yang berada di kawasan pesisir tak luput dari pengembangan dan pembangunan. Dampaknya adalah kerusakan ekosistem estuaria dan munculnya konflik kepentingan. Oleh karena itu, pengembangan dan pembangunan diselaraskan dengan kelangsungan ekosistem estuaria. Untuk menjaga dan memelihara ekosistem dibuat rencana pengelolaan lingkungan di kawasan pesisir yang bertujuan untuk melindungi kawasan dari pencemaran limbah permukiman, industri pengolahan ikan, pelabuhan dan lain-lain. Misalnya, limbah cair dikelola dengan cara pemusatan pengolahan limbah permukiman atau rumah tangga, sedangkan limbah padat, pengelolaannya dengan pembuangan secara terbuka open disposall atau dumping, penimbunan dengan tanah sanitary landfill , kompos composting, dan pembakaran incenerator.