MUSIM TIMUR MUSIM TIMUR
Awal simulasi BOD 292011. 3.00 AM SURUT Awal simulasi BOD 292011. 10.20 PASANG
a
MUSIM TIMUR MUSIM TIMUR
Akhir simulasi BOD1592011. 4.20 AM SURUT Akhir simulasi BOD 1592011. 10.00 AM PASANG
b Gambar 30. Pola sebaran logam BOD
5
b akhir simulasi saat surut dan pasang pada musim timur a awal simulasi saat surut dan pasang dan
MUSIM TIMUR MUSIM TIMUR
Awal simulasi Pb 292011. 3.00 AM SURUT Awal simulasi Pb 292011. 10.20 PASANG
a
MUSIM TIMUR MUSIM TIMUR
Akhir simulasi Pb1592011. 4.20 AM SURUT Akhir simulasi Pb 1592011. 10.00 AM PASANG
b Gambar 31. Pola sebaran logam Pb a awal simulasi pada saat surut dan pasang dan
b akhir simulasi saat surut dan pasang pada musim timur
Jika diasumsikan input logam Pb pada stasiun 6 mulut muara adalah tetap 0,008 mgl, maka setelah 15 hari simulasi pada wilayah ini akan mengalami
peningkatan konsentrasi Gambar 32. Meskipun terdapat perbedaan besarnya akumulasi yang disebabkan oleh perbedaan besarnya volume air yang masuk ke sungai
Tallo pada musim Barat dan musim Timur akan tetapi pola penyebaran menunjukkan pada daerah muara bahan pencemar yang sifatnya anorganik cenderung akan
mengalami akumulasi. Sehingga jika input yang masuk terus menerus mengalami peningkatan maka akan memberikan dampak yang sangat merugikan pada wilayah
sekitarnya. Akumulasi ini disebabkan oleh faktor oseanografi perairan dan sifat kimia dari logam Pb.
Gambar 32. Peningkatan konsentrasi logam Pb pada muara sungai stasiun 6 setelah 15 hari simulasi
Adanya potensi akumulasi yang terjadi di daerah muara Sungai Tallo khususnya bahan pencemar anorganik contohnya logam Pb seperti yang disajikan di atas,
memerlukan strategi dan perhatian khusus tidak hanya dari pemerintah tetapi juga dari kalangan industri dan masyarakat. Penyediaan fasilitas instalasi pengolahan limbah
IPAL dan instalasi pengolahan limbah cair IPLC bagi industri dan kawasan pemukiman perlu ditingkatkan. Pemerintah dan instansi terkait perlu meningkatkan
pengawasan terhadap instalasi dan upaya pengelolaan lingkungan bagi industri secara berkelanjutan.
5.3. Arahan Strategi Pengelolaan Lingkungan Perairan Estuaria berdasarkan
Permodelan Kualitas Perairan
Permasalahan yang kompleks dalam upaya pengelolaan estuaria memerlukan suatu strategi pengelolaan yang menyeimbangkan antara kondisi riil di lapangan dan
tujuan terpeliharanya kualitas lingkungan estuaria. Pengelolaan ini dapat berhasil bila kondisi struktur dan fungsi ekosistem dalam keadaan stabil dan dapat menunjang
keberlajutan pembangunan dan kehidupan manusia. Kondisi ini dapat dilihat pada kondisi kualitas perairan yang masih baik atau tidak tercemar.
Berdasarkan hasil simulasi model kualitas air menunjukkan bahwa limbah yang masuk ke Sungai Tallo potensial terakumulasi di daerah muara. Hal ini disebabkan
konsentrasi limbah yang masuk ke sungai telah melebihi ambang batas baku mutu dan didukung oleh kondisi oseanografi Estuaria Tallo.
Untuk menyusun suatu strategi pengelolaan lingkungan estuaria pemerintah daerah hendaknya melakukan pendekatan pada berbagai tatanan kehidupan masyarakat
dan pembangunan yang kompleks dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu model pembuatan keputusan yang dapat digunakan untuk
penentuan strategi dalam pengelolaan lingkungan estuaria adalah Analytical Hierarchy Process
AHP yang membantu menyusun suatu prioritas dari berbagai pilihan dengan menggunakan beberapa kriteria multi criteria. Strategi tersebut disusun dengan
tahapan sebagai berikut : 1. Sosialisasi hasil simulasi model kualitas perairan pada masyarakat.
2. Brainstorming usulan masyarakat untuk merumuskan kriteria yang dipertimbangkan dalam strategi pengelolaan.
3. Penyusunan hirarki AHP dan kuisioner. Selanjutnya dilakukan pengisian kuisioner pada pakar.
4. Analisis strategi pengelolaan untuk merumuskan kriteria yang dominan dan dapat mempengaruhi tujuan program.
Berdasarkan hasil penyusunan hirarki diperoleh lima level yaitu fokus, faktor, stakeholder, tujuan dan alternatif Gambar 33
Gambar 33. Hasil struktur hierarki perumusan strategi pengelolaan estuaria
Pada tingkat hirarki pertama atau level 1 difokuskan pada strategi pengelolaan estuaria yang berdasarkan permodelan kualitas perairan estuaria. Selanjutnya pada level
2 dianalisis faktor pendukung yang dapat menentukan keberhasilan suatu program. Dalam kajian ini diperoleh lima faktor pendukung yaitu sumber daya manusia,
ekosistem perairan, kebijakan, teknologi dan sarana dan prasarana. Pada level 3 dianalisis stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan estuaria
yang berdasarkan permodelan kualitas perairan estuaria yaitu pemerintah daerah, industri, LSM, perguruan tinggi, pengusaha angkutan kapal dan masyarakat. Kriteria
ini digunakan dalam menentukan stakeholder yang paling berperan dalam pengelolaan
Strategi Pengelolaan Lingkungan Estuaria Berdasarkan Pemodelan Kualitas Perairan
Sumber Daya Manusia
0,34
LSM 0,11
Sarana dan Prasarana
0,13 Kebijakan
Pemerintah 0,13
Masyara kat
0,36 Pemerin
tah 0,21
Perguruan Tinggi
0,21
Terpeliharanya Kualitas Lingkungan
0,60 Reduksi Limbah Industri dan
Domestik
0,20
Fokus
Ekosistem Perairan
0,34
Alternatif Tujuan
Stakehol der
Faktor
Teknologi 0,06
Sosialisasi Pentingnya
Reduksi Limbah
0,333 Regulasi dan Kontrol
Baku Mutu 0,667
Industri 0,07
Pengusaha Angkutan
Kapal 0,05
Regulasi Penerapan Standar Baku Mutu
0,20