Sejarah Kelurahan Purbayan Dampak Industri Pariwisata Terhadap Gaya Hidup Komunitas Pengrajin Logam (Kasus Di Kelurahan Purbayan, Kecamatan Kota Gede, Kota Yogyakarta, Diy)

Topografi yang dimiliki oleh Kelurahan Purbayan merupakan topografi dataran rendah. Daerah ini terletak pada ketinggian 114 meter dari permukaan laut dengan curah hujan rata-rata sebanyak 2000 – 3000 mm per tahun. Suhu normal daerah Purbayan adalah sekitar 21 – 31°C. Kondisi tersebut menyebabkan wilayah ini kurang produktif untuk daerah pertanian.

4.2. Sejarah Kelurahan Purbayan

Kelurahan Purbayan merupakan bagian dari Kecamatan Kota Gede. Kota Gede adalah wilayah kecamatan dari kota Yogyakarta yang berada 5 Km dari Yogyakarta ke arah tenggara. Berdasarkan sumber sejarah, Kota Gede merupakan wilayah dari Kerajaan Mataram Islam pada abad 16. Kota Gede disebut juga Kota Tua dan merupakan ibukota pertama dari Kerajaan Mataram Islam. Menurut sejarah Kota Gede berasal dari sebuah hutan yang disebut “alas Mentaok”. Kota Gede diberikan oleh Sultan Pajang kepada Panembahan Senopati sebagai ucapan terimakasihnya karena telah membantu melindungi Pajang. Pada tahun 1575, Panembahan Senopati yang merupakan raja pertama dari kerajaan Mataran Islam mulai membangun Kota Gede dan menjadikan ibukota dari Mataram Islam. Kemudian pada tahun 1640, pada masa pemerintahan Sultan Agung Raja Mataram Islam ke tiga, Ibukota Mataram Islam dipindah ke Desa Pleret, Bantul sekitar 6 Km ke arah barat. Kota Gede atau Kota Tua kemudian menjadi tempat pemakaman Panembahan Senopati. Di dalam Kota Gede juga terdapat pendopo dan Sendang Seliro yang merupakan tempat pemandian keluarga kerajaan. Masih di dalam kompleks pemakaman dan Sendang Seliro, juga terdapat Masjid Kota Gede yang merupakan masjid keraton Kota Gede. Selain itu juga terdapat bangunan yang merupakan benteng dari Kerajaan Mataram Islam. Masyarakat asli Kota Gede adalah masyarakat Kalang yang terkenal sebagai seniman yang membuat ukiran kayu dan emas. Masyarakat ini datang dari Kerajaan Majapahit Hindu di Jawa Timur dan Bali. Mereka datang seiring dengan dibukanya “alas Mentaok” menjadi Kota Gede. Mereka mendirikan rumah yang memiliki gaya bangunan sendiri. Rumah tersebut menggunakan ukiran kayu dan emas yang mereka datangkan dari Kerajaan Majapahit Hindu di Jawa Timur dan Bali. Masyarakat Kalang ini mengalami masa kejayaan sekitar tahun 1700 an. Mereka mendirikan rumah-rumah dengan arsitektur Hindu Jawa. Pada tahun 1800–1900 an, mereka mendirikan rumah- rumah Joglo Jawa arsitektur tradisional Jawa dengan mushola dan ornamen- ornamen arab. Pada tahun 1920-an, kejayaan masyarakat Kalang mulai berubah karena monopoli pemerintah kolonial Belanda. Mereka menguasai rumah-rumah pegadaian dan perdagangan berlian dan opium. Pada masa itu, masyarakat Kalang membangun rumah–rumah mewah dengan arsitektur Barok Eropa. 4.3. Kependudukan 4.3.1. Jumlah Dan Komposisi Penduduk