Kecenderungan Hubungan Antar Lapisan Sosial Pengrajin logam

perguruan tinggi. Pada rumah tangga responden yang memiliki pola pemilikan barang sekunder dengan kriteria sedang, terdapat dua responden tamatan SD, lima responden tamatan SLTA dan tiga responden tamatan perguruan tinggi. Pada rumah tangga responden dengan pemilikan barang sekunder berkriteria tinggi, terdapat empat responden tamatan SD, satu tamatan SLTP, tiga responden tamatan SLTA dan tiga responden tamatan perguruan tinggi. Dari data tersebut, dapat dikatakan bahwa variabel gaya bahasa tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan.

6.3. Kecenderungan Hubungan Antar Lapisan Sosial Pengrajin logam

Adanya pengembangan industri pariwisata yang terdpat di Kota Gede khususnya Kelurahan Purbayan tersebut menyebabkan semakin tingginya kesenjangan sosial antar pengrajin lapisan bawah dengan pengrajin lapisan atas. Hal tersebut disebabkan karena perbedan pendapatan yang diperoleh dari hasil produksi tiap lapisan pengrajin yang berbeda-beda. Perbedaan pendapatan yang menyebabkan semakin nyatanya perbedaan antar lapisan ini kemudian mempengaruhi hubungan yang terjadi antar lapisan sosial pengrajin logam yang terdapat di Kelurahan Purbayan. Perubahan sifat hubungan terjadi pada hubungan produksi atau hubungan ekonomi antara lapisan. Hubungan antar lapisan yang semula lebih bersifat patron klien seiring dengan perkembangan industri pariwisata tersebut kemudian berubah menjadi lebih individual. Hubungan yang terjadi berubah menjadi majikan dan bawahan. Sifat hubungan kerja juga dapat dilihat dari sistem free lance yang sekarang terjadi. Hal tersebut menunjukkan tidak adanya rasa kekeluargaan atau mengayomi antara majikan dan bawahan yang terlihat dalam hubungan patron klien. Sistem kerja free lance mulai ada semenjak krisis moneter. Hal tersebut terjadi karena ketakutan atau keengganan pengrajin lapisan atas untuk menerima resiko mengupah pengrajin lapisan bawah. Perubahan status dalam lapisan sosial pengrajin juga terjadi sebagai akibat adanya pengembangan industri pariwisata dan adanya krisis moneter. Perubahan status dalam lapisan tersebut kemudian mempengaruhi gaya hidup terutama bentuk rumah, gaya pakaian, dan pemilikan barang sekunder. Sedangkan dari sisi hubungan sosial, tidak terdapat kecenderungan perubahan sifat hubungan. Hal tersebut dilihat dari gaya bahasa yang terdapat dala lingkungan pengrajin. Antara pengrajin lapisan atas atau bawah kurang menunjukkan perbedaan dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Selain penggunaan bahasa, hubungan sosial tersebut juga tidak berubah terbukti dengan adanya kebersaman yang terjadi pada tiap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan seperti hajatan, ronda malam, atau pengajian. Pada kegiatan ini, berbagia kalangan masyarakat mengumpul dan saling membantu. Seperti yang dikatakan oleh Bapak BI: Purbayan niki injih mboten kota. Mergane gotong royong antar warga menawi wonten kang gadah hajat tasih ageng. Dugi-dugi saged empat hari kerja dipestekne libur menawi wonten kang gadah hajat. Niku sampun dados tradisi, yen wonten sing gaduh damel, smua masyarakat paling ora satu keRWan ngumpul. Sebelum hajatan, podo mbantu -bantu dugi terus pas donge, biasane podo seneng-seneng sing dudu sinoman.” Purbayan ini juga bukan kota karena gotong royong antar warga masih tinggi terlihat bila ada yang punya hajat. Bisa-bisa sampai empat hari kerja dapat dipastikan libur bila ada yang puya hajat. Itu sudah menjadi tradisi, kalau ada yang punya hajat, semua masyarakat minimal satu ke Rwan berkumpul. Sebelum hajatan, mereka membantu, tetapi setelah hari H mereka bersenang- senang kecuali yang “sinoman” BAB. VII PENUTUP

7.1. Kesimpulan