Komunitas dan Pelapisan Sosial 1. Konsep Komunitas

2. Hasil ciptaan manusia, seperti benda-benda bersejarah dan sisa-sisa peradaban manusia masa lampau, museum, art gallery, kerajinan tangan, perpustakaan dan lain-lain 3. Tata cara hidup masyarakat, seperti: adat istiadat, kebiasaan hidup suatu contoh yang nyata dari kehidupan masyarakat di daerah-daerah di Indonesia, seperti ngaben, sekaten dan lain-lain. Industri pariwisata sangat berhubungan erat dengan wisatawan. Jumlah wisatawan yang datang ke suatu daerah wisata menunjukkan keberhasilan dari industri pariwisata. Pengunjung adalah setiap orang yang datang ke suatu negara atau tempat tinggal lain dan biasanya dengan maksud apapun kecuali untuk melakukan pekerjaan yang menerima upah. Dalam bidang industri pariwisata terdapat dua jenis pengunjung, yaitu wisatawan dan pelancong. Suwantoro 1997, mengatakan bahwa wisatawan adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan suatu perjalanan wisata dan perjalanan itu dilakukan sekurang-kurangnya selama 24 jam tinggal di daerah atau negara yang dikunjungi tersebut. Sedangkan apabila kurang dari waktu tersebut maka disebut sebagai pelancong. 2.2. Komunitas dan Pelapisan Sosial 2.2.1. Konsep Komunitas Soekanto 1990, mengatakan bahwa masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan masyarakat berkaitan erat dengan kebudayaan. Koentjaraningrat dalam Soekanto 1990 mengatakan bahwa masyarakat sebagai suatu kesatuan hidup ma nusia yang menempuh suatu wilayah yang nyata dan berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat serta terikat oleh rasa identitas komunitas dan rasa loyalitas terhadap komunitas sendiri. Masyarakat setempat community adalah suatu wilayah sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial yang tertentu. Dalam masyarakat setempat ditandai dengan adanya anggota- anggota dari suatu kelompok sosial yang hidup bersama sehingga anggota-anggota kelompok sosial itu merasakan bahwa di dalam kelompok sosialnya dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup mereka yang utama. Terdapat ikatan yang kuat dan solidaritas yang tinggi di antara sesama anggota dari masyarakat setempat tersebut. Dalam masyarakat tersebut terdapat norma -norma yang mengatur kehidupan sosial mereka, adat-istiadat, pelapisan sosial sehingga membentuk kelompok-kelompok sosial, dan aspek kehidupan lainnya. Dalam suatu masyarakat terdapat komunitas- komunitas yang berdasar pada kesamaan yang lebih spesifik dibanding dengan masyarakat setempat lainnya. Iskandar 2003, menyatakan bahwa komunitas dapat diartikan sebagai satuan kelompok orang-orang yang memiliki hubungan dan interaksi sosial yang relatif intensif dikarenakan adanya kesamaan ciri dan atau kepentingan bersama 2 . Komunitas merupakan penduduk lokal yang teridentifikasi dari masyarakat luas melalui intensitas kesamaan, perhatian, atau kepedulian atau melalui peningkatan interaksi. Selanjutnya, Iskandar membagi komunitas menjadi beberapa jenis, yaitu: a. Komunitas primodial yang terikat oleh kesamaan ciri primodial seperti suku, agama, dan daerah b. Komunitas okupasional yang terikat oleh kesamaan profesi atau pekerjaan c. Komunitas spasial yang terikat oleh kesamaan tempat tinggal Dewey menemukan bahwa pembentukan komunitas haruslah secara suka rela dan berlandaskan pada nilai-nilai bersama, dan bukannya“ dipaksakan secara mekanis”. Dewey menganggap bahwa kekuatan komunitas pada tingkat yang paling dasar terletak pada hubungan interpersonal 3 . 2 Info Comdew Vol 2, Juni 2003 3 http:www.scripps.ohiounemscmddartikel- ann.htm

2.2.2. Pelapisan Sosial

Istilah kelas pertama kali dikenalkan oleh pengusaha Romawi Kuno yang digunakan dalam konteks penggolongan terhadap para pembayar pajak. Kelas yang diajukan dalam penggolongan tersebut terbagi menjadi dua, yaitu golongan assidui atau golongan kaya dan proletar atau golongan miskin Dahrendorf, 1959 dalam Amaluddin, 1987. Perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam masyarakat menyebabkan perbedaan kedudukan antara anggota masyarakat tersebut. Penghargaan yang lebih tinggi dalam masyarakat akan menimbulkan kedudukan yang tinggi pula terhadapnya. Pe mbedaan posisi tersebut merupakan gejala dari adanya lapisan masyarakat. Sorokin dalam Soekanto 1990 menyatakan lapisan masyarakat merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau hierarkis. Bentuk dari kelas-kelas tersebut adalah kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah. Masyarakat yang berada pada lapisan atas biasanya memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding masyarakat yang berada pada lapisan di bawahnya. Dasar dari pelapisan sosial tersebut adalah perbedaan kekayaan, kekuasaan, kehormatan dan ilmu pengetahuan Soekanto, 1990. Di dalam masyarakat tradisional Jawa berlaku anggapan atau gambaran bahwa ada pembedaan atas pelbagai golongan sosial menurut keturunan, pangkat atau jabatan kekayaan, sering pula juga dirumuskan sebagai perbedaan status, kekuasaan dan kekayaan Weber dalam Kartodirdjo, dkk. 1987. Sistem pelapisan sosial tersebut terjadi dengan sendirinya ataupun disengaja dalam masyarakat. Pelapisan sosial memiliki dua sifat yang berbeda dalam setiap masyarakat yaitu tertutup dan terbuka. Pada sistem lapisan sosial tertutup, kemungkinan pindahnya anggota dalam satu lapisan ke lapisan lain. Sedang dalam lapisan sosial terbuka, setiap angota masyarakat memiliki kesempatan untuk berusaha dengan kemampuan sendiri untuk pindah dari lapisan satu ke lapisan lainnya. Dalam konsepsi kaum Marxis klasik, Laeyendecker 1983 dalam Amaluddin 1987 membagi masyarakat kapitalis menjadi dua kelas dengan menyilangkan tiga macam pembagian dikhotomi, antara lain: 1. Mereka yang memiliki alat-alat produksi dan mereka yang tidak memiliki alat-alat produksi 2. Mereka yang menguasai nilai lebih secara langsung dan mereka yang tidak memiliki nilai lebih secara langsung 3. Kaum miskin murni yaitu kaum buruh dan kaum miskin yang menjadi pengusaha kecil tanpa tenaga kerja upahan Status pengusaha industri kecil berdasarkan skala usaha dan permodalannya menurut Sumarti 1990 dibagi menjadi empat tipe, antara lain: 1. Tipe I, pengusaha industri rumahtanggakerajinan rakyat, yang memiliki modal kurang dari satu juta. Kelompok ini disebut pelapisan paling bawah 2. Tipe II, pengusaha industri rumahtanggakerajinan rakyat yang memiliki modal antara 1-10 juta. Termasuk kedalam pelapisan bawah pengrajin 3. Tipe III, pengusaha industri kecil, yang memiliki modal antara 1-10 juta dan termasuk ke dalam pelapisan menengah pengusaha menengah 4. Tipe IV, pengusaha industri kecil yang memiliki modal lebih dari 10 juta dan termasuk ke dalam pelapisan atas atau pengusaha kaya. Pembagian tersebut hampir serupa dengan batasan yang diberikan oleh BPS 4 mengenai skala usaha berdasarkan kriteria jumlah tenaga kerja, yaitu: 1. Industri dan dagang Mikro ID-Mikro : 1-4 orang 2. Industri dan dagang Kecil ID-Kecil : 5-9 orang 3. Industri dan dagang Menengah ID-Menengah : 20-99 orang 4. Industri dan dagang Besar ID-Besar : 100 orang ke atas 4 http:dprin.go.idindpublikasibuku_brosurRI- PIKM 2.3. Dampak Industri Pariwisata Terhadap Gaya Hidup 2.3.1. Perubahan Sosial