Hegemoni KESIMPULAN DAN SARAN

harus disertakan konteks lain yang menyertainya, dalam hal ini aspek historis ketika wacana dibentuk. d. Kekuasaan; di sini setiap wacana yang muncul pada dasarnya tidak terjadi secara alamiah melainkan merupakan wujud dari sebuah pertarungan kekuasaan. e. Ideologi; yang juga merupakan konsep sentral dalam analisis wacana kritis. Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Menurut Gunter Kress, analisis wacana kritis bertujuan untuk menyediakan laporancatatan mengenai produksi, struktur internal, dan keseluruhan organisassi dari teks. Kress menambahkan bahwa analisis wacana kritis menempatkan bahasa sebagai suatu jenis praktik sosial di antara berbagai penggunaan untuk representasi dan pengertian Dellingger :1995. Paradigma kritis dalam hal ini terhadap teks berita, melihat media sebagai kekuatan besar yang berperan dalam membentuk kesadaran palsu dan memanipulasi realitas. Media merupakan alat bagi pemilik atau penguasanya untuk mengokohkan keberadaannya, sekaligus melakukan dominasi terhadap kelompok yang lain. Prinsip-prinsip objektivitas, indepedensi merupakan hal yang tidak mungkin ada dalam paradigma kritis. Oleh karena itu, analisis wacana kritis digunakan untuk membongkar makna-makna tersembunyi yang terdapat pada setiap teks berita yang disampaikan oleh suatu media.

II.2 Hegemoni

Universitas Sumatera Utara Mengenai hegemoni, Gramsci dalam Roger, 1999: 19 menyebutkan bahwa hegemoni bukan merupakan suatu hubungan dominasi antara penguasa dan yang dikuasai dengan menggunakan kekuasaan, melainkan suatu hubungan persetujuan yang dilakukan melalui kepimpinan politik dan ideologis. Hegemoni tak dapat dilakukan dengan menggunakan coercive power, tapi dilakukan melalui wacana sistematik bahasa yang terarah dan berkelanjutan untuk memenangkan penerimaan dan persetujuan publik mengenai suatu ide atau gagasan tertentu secara sukarela. Dalam hal ini publik diarahkan untuk melakukan penilaian terhadap suatu realitas sosial tertentu dalam kerangka yang telah ditentukan oleh penguasa. Ketika cara hidup, cara berpikir dan pandangan masyarakat banyak telah meniru cara berfikir dan gaya hidup dari kelompok penguasa yang mendominasinya, maka proses hegemoni telah terjadi. Atau dengan kata lain hegemoni telah terjadi jika ideologi dari golongan yang mendominasinya telah diterima secara sukarela oleh golongan yang didominasi. Teori mengenai hegemoni yang dikembangkan oleh Gramsci tersebut secara lugas telah mengambarkan pada kita semua mengenai bagaimana penerimaan kelompok yang didominasi terhadap kehadiran kelompok yang mendominasi berlangsung dalam suatu proses yang damai dan tanpa adanya tindakan kekerasan. Menurut Latif dan Ibrahim 1996, 16, Gramsci memperhadapkan antara istilah, hegemoni sebagai satu kebalikan dari kekasaan. Yaitu jika kekuasaan diartikan sebagai penggunaan daya paksa untuk membuat orang banyak mengikuti dan mematuhi syarat-syarat dan cara produksi tertentu, maka hegemoni berarti Universitas Sumatera Utara perluasan dan pelestarian ‘kepatuhan aktif’ dari kelompok-kelompok yang didominasi oleh kelas berkuasa lewat kepemimpinan intelektual, moral, dan politik yang mewujud dalam bentuk-bentuk kooptasi institusional dan manipulasi sistematis atas teks dan tafsirnya. Dalam proses tersebut media dapat menjadi sarana dimana suatu kelompok mengukuhkan posisinya dan merendahkan kelompok lain, dalam hal tersebut berlangsung secara wajar, apa adanya, dan dihayati bersama. Singkatnya publik tidak merasa terbodohi atau dimanipulasi oleh media. Eriyanto, 2001: 103. Sobur menambahkan bahwa media bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan, sekaligus juga bisa menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan. Sobur, 2004:103.

II.3 Analisis Wacana Versi Theo Van Leeuwen