Edisi : 11-17 Mei 2009 Bukan Sekadar Gadis Caddy

Antasari yang banyak memberi bantuan kepada Sigid. Kalimat kedua ini secara tidak langsung membedakan antara Antasari dan Sigid, dimana Sigid lebih kepada orang yang dimarjinalkan dengan kalimat “Karena selama ini dia juga banyak mendapat bantuan dari Antasari,” sedangkan Antasari ditampilkan secara baik dimana Antasari merupakan seorang yang dermawan dan banyak membantu orang sekitarnya dengan demikian khalayak akan menerima bahwa Sigid yang tidak jarang mendapat bantuan dari Antasari terlibat dalam pelenyapan Nasrudin dalam urusan penyediaan dana operasi.

4.1.4. Edisi : 11-17 Mei 2009 Bukan Sekadar Gadis Caddy

Kasus pembunuhan Nasrudin diduga tak sekadar urusan tuduhan perselingkuhan. Para tersangka eksekutor disebut-sebut menerima briefing tugas negara. Dan diiming-imingi jadi anggota Badan Intelijen Negara. Antasari Azhar pasrah saja ketika seorang petugas memberhentikan dia. Di depan pintu masuk selnya, Blok A-10 penjara narkotika Kepolisian Daerah Metro Jaya, petugas itu meminta dia mencopot apa-apa yang dia kenakan. Mula-mula jas, kemeja, lalu sepatu. Lalu sehelai busana pengganti disodorkan ke hadapannya. Dalam sekejap, pria 56 tahun itu sudah bersalin seragam pesakitan: baju orange bertulisan tahanan, celana kutung, sandal jepit biru. Saga yang membereskan sepatu dan ikat pinggangnya gangnya, ujar Maqdir Ismail, pengacara Antasari, kepada Tempo. Peristiwa di atas terjadi pada Senin 4 Mei lalu, tatkala Antasari resmi berstatus tersangka. Sebelumnya, penyidik mencecar dia dengan 24 pertanyaan dalam pemeriksaan lebih dari 8 jam. Meski berusaha tabah, kegalauan tetap menjalari wajah Antasari. Dia mendapat tuduhan serius: merencanakan pembunuhan terhadap Nasrudin Zulkarnaen. Jika tuduhan ini terbukti, Antasari bisa dihukum mati. Tiga hari setelah status itu ditetapkan, Presiden Susilo Bambang Yudho- yono memberhentikan dia untuk sementara dari jabatan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi selanjutnya kita sebut Komisi atau KPK. Hidup lembaga itu kini dikendalikan secara kolektif oleh empat wakil Antasari. Kamis pekan lalu, di depan Komisi Hukum DPR RI, Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah menegaskan, kasus Antasari tak mengganggu kinerja PK. Karena kepemimpinan Komisi ersifat kolektif, kata Chandra. Universitas Sumatera Utara NASRUDIN, Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran, tewas dengan dua peluru bersarang di kepala dan lehernya pada 14 Maret lalu. Mala itu menimpa sehabis dia bermain golf di Padang Golf Modernland, Tangerang, Banters. Dia meninggal keesokan harinya. Polisi kemudian menahan Antasari dan sejumlah pelaku lapangan yang mendapat tugas menghabisi Nasrudin. Aparat juga membekuk mantan Kepala Polies Jakarta Selatan, Wiliardi Wizar, dan Sigid Haryo Wibisono. Sigid adalah pengusaha dan Komisaris Utama PT Pers Indonesia Merdeka, perusahaan yang bergerak di bidang media. Polisi menduga Antasari, Wiliardi, dan Sigid berada di belakang pembunuhan Nasrudin. Antasari dan Nasrudin boleh dikata kawan seiring dalam mengusut kasus korupsi di PT Rajawali Nusantara Indonesia RNI. Ini induk PT Putra Rajawali. Nasrudin memasok KPK sejumlah dokumen. Isinya, bukti kasuskasus korupsi di RNI, perusahaan negara yang memproduksi gula. Soal pasokan informasi dari Nasrudin, diakui Antasari, Dia informan yang kami lindungi, ujar Antasari sehari sebelum ia ditetapkan jadi tersangka. Kepada polisi yang memeriksanya pekan lalu, Antasari menjelaskan per- kenalannya dengan Nasrudin. Hal itu bermula beberapa saat setelah dia terpilih menjadi Ketua KPK pada Desember 2007. Kala itu Nasrudin meminta tolong Antasari agar bisa mencarikan jalan bagi kedudukan yang dia bidik: Direktur Sumber Daya Manusia PT Rajawali. Sejatinya, Nasrudin sudah mengantongi surat pengangkatan yang diteken Menteri BUMN Sugiharto. Staf ahli Sugiharto, Lendo Novo, membenarkan hal itu. Dia layak untuk posisi tersebut, ujar Lendo kepada Tempo pekan lalu. Namun angin politik yang berubah mengandaskan impian Nasrudin men- jadi direktur. Pada 2007 Presiden Yudhoyono mengocok susunan kabinet. Sofyan Djalil, pengganti Sugiharto, menganulir pengangkatan Nasrudin. Dia tak melalui uji kepatutan dan kelayakan, kata Said Didu, Sekretaris Menteri BUMN. Nah. di sini Nasrudin mengharap bantuan Antasari melobi Sofyan agar surat pelantikannya bisa turun. Antasari mengaku menolak permintaan itu karena bukan kewenangannya. Nasrudin lantas mengajukan usul agar Komisi membongkar korupsi di RNI. Kalau itu bisa saya tindak lanjuti sepanjang informasinya akurat, kata Antasari kepada penyidik seperti dituturkan sumber Tempo. Sejak itu keduanya kerap bertemu. Parmin, sopir Nasrudin, mengaku lima kali mengantar bosnya ke kantor Komisi di Kuningan, Jakarta Selatan, sepanjang 2008. Pengusutan kasus ini rupanya tak memuaskan Nasrudin. Sumber Tempo bercerita, kepada sejumlah koleganya Nasrudin menyata- kan kecewa. Dan menuding Antasari memainkan kasus yang datanya telah ia pasok. Nasrudin, menurut sumber ini, mulai menebar teror: terus mem- pertanyakan kepada Antasari kenapa kasus itu mandek. Modal Nasrudin menteror Antasari seolah mendapat tambahan saat ia me- mergoki Ketua KPK non-aktif itu berduaan dengan Rhani Juliani. Keduanya tengah berada di kamar 802 Hotel Gran Mahakam. Peristiwa itu terjadi pada Mei 2008. Nasrudin telah menikah secara siri dengan Rhani-kini 22 tahun-pada 6 Juli 2007. Selain insiden kamar 802, Nasrudin menyimpan senjata lain: foto istrinya bersama Antasari. Menurut sumber Tempo, foto yang diambil lewat ponsel Rhani Universitas Sumatera Utara itu sempat dicuci Nasrudin. Dia mengancam akan mengerahkan LSM perempuan dan mahasiswa jika keinginannya tidak dikabulkan Antasari, ujar sumber itu. Teror inilah yang dikeluhkan Antasari kepada Sigid. Pada Januari 2009, Sigid mengadakan pertemuan di rumahnya di Jalan Pati Unus 35, Jakarta Selatan, dengan Antasari. Selain mereka berdua, hadir pula Wiliardi, yang saat itu menjabat Kepala SubBidang Pariwisata Markas Besar Polri. Pertemuan itu membahas keluhan Pak Antasari, kata Hermawan Pamungkas, pengacara Sigid. Rencana operasi pelenyapan Nasrudin pun dengan cepat dilakukan. Menurut polisi, Wiliardi lewat perantaraan Jerry Kusmawan, seorang pengusaha kelautan, bertemu Eduardus Ndopo Mbete alias Edo. Dia yang kemudian merekrut Hendrikus Kia Walen. Hendrikus lalu merekrut Heri Santoso, Daniel Daen, Fransiskus Tadon Kerans, dan Sei para eksekutor lapangan lihat infografik “Order Mengalir Terlalu Jauh”. Sehari-hari keempat pria 30-an tahun yang rata-rata berpendidikan SD dan SMP itu bekerja sebagai petugas keamanan dan penagih utang. Hendrikus dan Daniel bahkan masih terbilang saudara. Keduanya sama-sama berasal dari Flores Timur. Dari semua nama itu, hanya Sei yang masih buron. Sigid mengucurkan dana Rp 500 juta untuk operasi itu. Tempo mendapatkan cerita dari seorang kakak tersangka pelaku eksekusi. Menurut dia, adiknya terpikat ajakan lantaran diindoktrinasi sebagai tugas negara. Sasaran mereka, melenyapkan orang yang akan mengacau pemilu 9 April lalu. “Jadi, targetnya selesai sebelum pemilu”. Imbalannya, menurut sang kakak, mereka akan direkrut sebagai anggota Badan Intelijen Negara. “Imbalan menjadi anggota BIN membuat anak-anak itu bersemangat,” ujar pria 47 tahun itu. Tugas mereka terbukti sukses. Musuh negara pun tewas. Hendrikus, Fransiskus, dan Daniel bahkan sempat pulang kampung ke Flores Timur, sekaligus mengabarkan mereka bakal mendapat pekerjaan baru. “Uang lelah” menghabisi “musuh negara” itu rupanya tak sama, yang tertinggi Rp 70 juta. Adik saya mendapat Rp 20 juta, ujarnya kepada Tempo. Senin pagi dua pekan lalu, saat pulang ke Jakarta dengan kapal, mereka dibekuk di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Polisi sudah menangkap Heri Santosa sehari sebelumnya. Heri bernyanyi perihal teman-temannya yang ikut proyek tersebut. Belakangan, setelah ditangkap polisi dan dijebloskan ke tahanan, keempat tersangka eksekutor tersebut mafhum, yang mereka lakukan sungguh jauh dari tugas negara. Rantai komando kerja mereka pun hanya berhenti di Hendrikus. Mereka kaget ketika saya beri tabu Antasari dan Eduardus sudah ditahan, sumber yang sama menambahkan. Mereka malah balik bertanya, siapa itu Antasari, siapa itu Eduardus? kerabat itu menirukan kekagetan adiknya. Itu sebabnya, mereka kemudian mengeroyok Eduardus atau Edo, yang dianggap sebagai penipu. Sebenarnya tidak hanya kepada Sigid dan Wiliardi, Antasari berkeluh kesah tentang teror Nasrudin. Dia juga mengadukan soal tersebut kepada Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Hendarso bahkan telah membentuk tim yang dipimpin Komi-saris Besar Chairul Anwar, Ketua Tim Kejahatan Lintas Negara, untuk mencari kesalahan Nasrudin dan me- nangkapnya. Anggota tim Chairul berjumlah tujuh perwira menengah. Mereka Universitas Sumatera Utara sempat menangkap Nasrudin dan Rhani di sebuah hotel di Kendari, awal Maret lalu. Polisi menuduhnya bukan pasangan muhrim. Pak Antasari menerima laporan soal itu, kata Maqdir Ismail, pengacara Antasari. Keduanya dibebaskan karena bisa membuktikan sebagai suami-istri. Ru- panya, penangkapan itu cukup bikin Nasrudin jeri. Sejak itu, teror kepada Antasari berkurang. Bahasanya mulai sopan, Maqdir menambahkan. Hendarso hanya tersenyum ketika Agung Sedayu dari Tempo mengkon- firmasi soal ini, Jumat pekan lalu. Adapun Chairul membantah keras. Katanya: Ngawur, tak ada perintah seperti itu. Antasari, Wiliardi, dan Sigid kini sama-sama berkelit dituduh terlibat pembunuhan Nasrudin. Mari kita mulai dengan pertemuan di rumah Sigid. Kepada polisi, Antasari menjelaskan pertemuan itu membahas soal rubrik khusus KPK di harian Merdeka milik Sigid. Saat pembicaraan, katanya, Sigid mengenalkan Wiliardi yang minta dibantu naik jabatan. Soal penggerebekan Nasrudin di Grand Mahakam, versi Antasari, pertemuan itu cuma membahas permintaan Rhani yang ingin Antasari kembali menjadi member Padang Golf Modernland. Ketika itu Rhani telah menjadi staf pemasaran. Antasari mengaku mengenal Rhani sejak 2006, ketika wanita muda itu masih bekerja sebagai caddy di Padang Golf. Masih versi Antasari, dia sedang menanti guru spiritualnya dari Padang di Gran Mahakam. Maka is meminta Rhani menemui dia di kamarnya, suite room 802, yang bertarif US 450 ribu sekitar Rp 5 juta per malam. Tengah keduanya berbincang, Antasari mendapat telepon dari Nasrudin, yang menyatakan ingin memberikan bukti tambahan kasus Rajawali. Antasari menyuruh Nasrudin ke kamar. Di sanalah lagi-lagi menurut Antasari Nasrudin terkejut melihat Rhani. Lho, ada apa Bapak dengan istri saya? ujar Nasrudin seperti ditirukan Antasari. Pria asal Pangkalpinang itu juga mengaku terkejut mengetahui Rhani istri Nasrudin. Selisih paham itu berakhir setelah Antasari menjelaskan semuanya. Sebelum keduanya pulang, Antasari mengaku memberi Nasrudin Rp 2 juta untuk biaya pengobatan ibu Nasrudin yang tengah sakit di Singapura. Soal cerita ini, Jeffry Lumempouw, pengacara keluarga Nasrudin, hanya berujar, Saya serahkan hal ini ke polisi untuk diselidiki. Versi pengacara Sigid, Husein Umar, lain lagi. Dia menegaskan otak pembunuhan Nasrudin jelas bukan kliennya. ”Perintah pembunuhan langsung dari Antasari dan Wiliardi,” kata Husein. Menurut dia, uang yang dikeluarkan Sigid merupakan pinjaman Wiliardi dengan jaminan surat giro. Penasihat Wiliardi, Yohanes Jacob, punya cerita berbeda pula. Menurut dia, Wiliardi hanya memenuhi permintaan Sigid mencari orang untuk tugas investigasi atas permintaan Antasari. Katanya untuk kepentingan negara, Jacob menambahkan. Sampai kini tim penyidik polisi memang masih terus mengorek dan mengumpulkan bukti keterlibatan para tersangka itu. Seorang pengacara yang melakukan advokasi kasus ini meyakini bahwa pembunuhan Nasrudin bukan sekadar urusan perempuan. Dia menyebut, pokok pangkalnya bisa jadi keinginan Nasrudin membongkar kasus korupsi di RNI. Jika para petinggi perusahaan itu rontok, dia punya peluang untuk naik di perusahaan Universitas Sumatera Utara itu. Nasrudin itu jika sudah punya keinginan, apa pun, dari A sampai Z, akan dilakukan, katanya. Sejauh ini kasus korupsi RNI yang masuk ke KPK adalah impor gula putih yang diduga merugikan negara Rp 4,6 miliar. Kasus ini menyeret mantan Direktur Keuangan RNI, Ranendra Dangin, yang kini diadili di Pengadilan Antikorupsi. Padahal kasus korupsi di RNI ada beberapa, nilainya mencapai sekitar Rp 1 triliun, kata Ketua Masyarakat Antikorupsi Indonesia Maki, Boyamin Saiman. Dihubungi pada Rabu pekan lalu, Tommy Sihotang, pengacara Ranendra saat diperiksa di KPK, mengakui pihaknya juga heran kenapa hanya Ranendra yang menjadi tersangka. Kasus ini kan melibatkan para atasan Ranendra juga, katanya. Bagja Hidayat, Isml Wahid, Ramidi, Amirullah, Rini Kustiani Analisis Pada edisi ini Tempo memuat berita mengenai kasus pembunuhan Nasrudin yang diduga tidak sekadar urusan tuduhan perselingkuhan, para tersangka eksekutor disebut-sebut menerima briefing “tugas negara”. Narasumber pada pemberitaan tersebut yaitu Magdir Ismail, pengacara Antasari, Chandra Hamzah, wakil ketua KPK, Antasari Azhar, Lendo Novo, staf ahli menteri BUMN, Said Didu, sekretaris menteri BUMN, Parmin, supir Nasrudin, Sumber Tempo, Hermawan Pamungkas, pengacara Sigid, kakak tersangka pelaku eksekusi, Jeffry Lumempouw, pengacara keluarga Nasrudin, Husein Umar, pangacara Sigid, Yohanes Jacob, penasihat Williardi, dan Tommy Sihotang, pengacara Ranendra. Dalam berita ini terjadi beberapa proses inklusi yaitu : 1. Determinasi-Indeterminasi Indeterminasi “Imbalan menjadi anggota BIN membuat Heri Santoso, Daniel Daen, Fransiskus Tadon Kerans, dan Sei bersemangat,” ujar pria 47 tahun itu. Determinasi “Imbalan menjadi anggota BIN membuat anak- Universitas Sumatera Utara anak itu bersemangat,” ujar pria 47 tahun itu. Pada pemberitaan diatas dapat dilihat suatu proses inklusi dengan pendekatan Determinasi. Determinasi adalah suatu Strategi wacana yang dipakai dengan cara tidak menyebutkan secara jelas aktor atau peristiwa yang ada dalam suatu pemberitaan. Kalimat kedua pemberitaan diatas “Imbalan menjadi anggota BIN membuat anak-anak itu bersemangat,” ujar pria 47 tahun itu, tidak disebutkan dengan jelas siapa anak-anak tersebut. Anonimitas ini bisa jadi karena wartawan belum mendapatkan, bukti yang jelas, benarkah Daniel Daen dan kawan-kawan adalah tersangka dalam kasus pembunuhan tersebut atau tidak, Hal tersebut bisa juga karena ada ketakutan struktural kalau kategori yang jelas dari seorang aktor sosial tersebut disebut dalam teks. Dengan membentuk anonomitas seperti yang ada pada kalimat kedua diatas, ada kesan yang berbeda ketika diterima khalayak, serta aktor utama dapat bersembunyi dari pemberitaan dan kita sebagai khalayak tidak tahu siapa yang harus bertanggung jawab terhadap kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen tersebut. Menurut Van Leeuwen, anonimitas akan membuat suatu generalisasi, tidak spesifik. 2. Nominasi-Identifikasi Nominasi Sehari-hari keempat pria 30-an tahun bekerja Universitas Sumatera Utara sebagai petugas keamanan dan penagih utang. Identifikasi Sehari-hari keempat pria 30-an tahun yang rata- rata berpendidikan SD dan SMP itu bekerja sebagai petugas keamanan dan penagih utang. Pada kalimat diatas dengan memberi anak kalimat “ yang rata-rata berpendidikan SD dan SMP itu, bekerja sebagai petugas keamanan dan penagih utang”, keempat pria 30-an tahun yang merupakan para eksekutor akan digambarkan secara buruk, kurang berpendidikan dan sangat dekat sekali dengan kekerasan. Padahal mereka berpendidikan atau tidak bukanlah alasan yang membuat mereka melakukan pembunuhan Nasrudin tersebut. Sebagai kalimat penjelas, ada atau tidak adanya kalimat itu sama sekali tidak mempengaruhi arti kalimat yang memberitahukan mereka adalah orang yang diduga sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. 3. Determinasi-Indeterminasi Indeterminasi Sehari-hari Heri Santoso, Daniel Daen, Fransiskus Tadon Kerans, dan Sei yang rata-rata berpendidikan SD dan SMP itu bekerja sebagai petugas keamanan dan penagih utang. Determinasi Sehari-hari keempat pria 30-an tahun yang rata- rata berpendidikan SD dan SMP itu bekerja sebagai petugas keamanan dan penagih utang. Universitas Sumatera Utara Dengan melihat kalimat pemberitaan diatas, dapat dilihat kesamaan dengan pembahasan no 1. dimana terjadi proses determinasi yang dapat kita lihat pada kalimat kedua. Kalimat pertama disebutkan dengan jelas nama dari seorang aktor sedangkan pada kalimat kedua tidak disebutkan secara jelas siapa aktor dalam suatu pemberitaan anonim. Dengan membentuk anonimitas tersebut, kesan yang timbul sama dengan pembahasan no 1 yaitu suatu generalisasi dan tidak spesifik, disamping itu proses marjinalisasi telah terjadi seperti pembahasan no 2 terhadap Heri Santoso, Daniel Daen, Fransiskus Tadon Kerans, dan Sei, yang digambarkan sebagai orang yang kurang pendidikan dan dekat sekali dengan kekerasan. 4. Nominasi- Kategorisasi Nominasi Ketika itu Rhani telah menjadi staf pemasaran. Antasari mengaku mengenal Rhani sejak 2006, ketika masih bekerja sebagai caddy di Padang Golf. Kategorisasi Ketika itu Rhani telah menjadi staf pemasaran. Antasari mengaku mengenal Rhani sejak 2006, ketika wanita muda itu masih bekerja sebagai caddy di Padang Golf. Dalam kalimat diatas, pemberian kategori wanita muda tidak menambah informasi kepada khalayak mengenai siapa Rhani tersebut, dengan memberi kategorisasi tersebut khalayak akan mempersepsikan sama dengan Nominasi- Universitas Sumatera Utara Kategorisasi sebelumnya dimana Rhani dijadikan sebagai salah satu dugaan tersangka kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Proses eksklusi yang terjadi: 5. Pasivasi Aktif Seorang atau kelompok mendoktrinasi pelaku eksekusi melakukan pembunuhan dengan motif sebagai tugas negara. Pasif Menurut dia, adiknya terpikat ajakan lantaran diindoktrinasi sebagai tugas negara. Dalam kalimat diatas terjadi proses Eksklusi dengan strategi pasivasi. Eksklusi adalah suatu isu yang sentral dalam analisis wacana. Pada dasarnya ini adalah proses bagaimana satu kelompok atau aktor tertentu tidak dilibatkan dalam suatu pembicaraan atau wacana. Penghilangan aktor sosial ini untuk melindungi dirinya. Menurut van Leeuwen, kita perlu mengkritisi bagaimana masing-masing kelompok itu ditampilkan dalam teks, apakah ada pihak atau aktor yang dengan strategi wacana tertentu hilang dalam teks. Dalam kalimat pertama, berita disajikan dalam bentuk kalimat aktif. Di sini, aktor pelaku disajikan dalam teks, Sebaliknya, dalam kalimat kedua yang merupakan kalimat pasif, aktor utama hilang dalam pemberitaan, sebab yang lebih dipentingkan dalam pemberitaan adalah objek, pelaku eksekusi. Pola kalimat Universitas Sumatera Utara tersebut akan mengakibatkan, pertama aktorpelaku utama hilang dari pemberitaan. Wartawan dan khalayak pembaca lebih memperhatikan dan tertarik untuk melihat korban daripada pelaku. Padahal, seperti dalam berita penembakan tersebut, pelaku utamaotak pembunuhan adalah hal yang sangat penting, yang sebetulnya layak diketahui oleh pembaca. Kedua, bentuk kalimat pasif yang menghilangkan pelaku dari kalimat juga bisa membuat khalayak pembaca tidak kritis. Orang hanya terpikir kepada pelaku eksekusi yang merupakan korban daripada pelaku utama pembunuhan Nasrudin. Kalimat diatas juga memarjinalkan para tersangka pelaku pembunuhan dengan menghilangkan para pelaku yang menjadi otak pembunuhan tersebut.

4.1.5. Edisi : 11-17 Mei 2009 Golf Penghabisan