penerbangan”. Kalimat tersebut memberikan suatu persepsi kepada khalayak bahwa seorang pengangguran yang memiliki pendidikan hanya sampai pada
tingkat STM memiliki kecendrungan atau dekat sekali untuk melakukan tindak kriminalitas.
4.1.6. Edisi : 11-17 Mei 2009
Tiga di Pusaran Kasus
Antasari, Sigid, dan Wiliardi memberikan keterangan berbeda tentang hubungan mereka. Diikat berbagai kepentingan.
Begitu terpilih menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir 2007, Antasari Azhar merasa rendah diri. Pria 56 tahun ini pun me-rasa perlu
perantara untuk bertemu dengan Kepala Kepolisian Jenderal Sutanto, kolega sesama pejabat negara bidang hukum.
Jasa perantara itu ditawarkan Sigid Haryo Wibisono, pengusaha yang dekat dengan pelbagai kalangan. Pada awal 2008 dia menghubungi saya melalui
hand phone, mengatakan ingin mengenalkan saya dengan Pak Sutanto, ujar Antasari kepada penyidik, soal hubungannya dengan Sigid, seperti dituturkan
sumber Tempo.
Dua hari setelah telepon itu, Sigid meminta Antasari ke Semarang. Sutanto berada di sans ketika itu. Antasari, yang sebelumnya menjabat Direktur
Penuntutan Kejaksaan Agung, segera terbang ke Semarang. Di perjalanan menuju Hotel Patrajasa Semarang, tempat pertemuan rencananya dilakukan, menurut
Antasari, seorang kurir menghubunginya.
Kurir ini menanyakan apakah benar saya akan bertemu dengan Pak Su- tanto. Ia juga bertanya apakah benar yang menghubungkan Sigid. Saya jawab
benar, kata Antasari. Tiba di Hotel Patrajasa, Antasari bertemu Sigid. Saya menunggu di tempat pertemuan. Namun kemudian Sigid mengatakan pertemuan
batal karena Pak Sutanto sibuk.
Itulah awal perkenalan Antasari dengan Sigid, seperti pengakuannya ke- tika diperiksa empat penyidik, Selasa pekan lalu. Riwayat hubungan keduanya,
serta Komisaris Besar Wiliardi Wizar, mantan Kepala Sub-Bidang Rumah Sigid di Jalan Pati Unus, Jakarta Selatan. Antasari sering bertamu.
Pariwisata Direktorat Pengamanan Obyek Khusus Badan Pembinaan dan Keamanan Markas Besar Kepolisian, ditelisik karena dugaan keterlibatan mereka
dalam pembunuhan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Maqdir Ismail, pengacara Antasari, tak membantah soal informasi peng- akuan Antasari itu. Pada awal menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi,
Universitas Sumatera Utara
menurut dia, Antasari memang me-rasa belum selevel dengan Kepala Kepolisian. Itu bisa dimengerti karena Pak Antasari sebelumnya hanya menjabat direktur di
Kejaksaan Agung, ujarnya.
Antasari tak terlalu konsisten soal awal perkenalannya dengan Sigid. Ditemui di rumahnya, Kompleks Giri Loka II, Bumi Serpong Damai, sehari
sebelum diperiksa polisi, is mengaku hanya beberapa kali bertemu. Sigid. Selalu dilakukan di kantor Antasari, pertemuan membahas proposal penerbitan rubrik
khusus Komisi Pemberantasan Korupsi di harian Merdeka milik Sigid.
Toh, jejak pertemanan keduanya terekam panjang. Sejumlah sumber dari kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, pengacara, juga kalangan aktivis,
memberikan informasi serupa: Antasari mengenal Sigid jauh sebelum terpilih menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi pada Desember 2007.
Sigid, bersama sejumlah pengusaha, pun diduga ikut menjadi sponsor pen- calonan Antasari di Dewan Perwakilan Rakyat. Ia aktif melobi anggota Dewan,
termasuk menyediakan biayanya, tutur seorang pengacara. Salah satu lobi dilakukan di Hotel Four Seasons, Kuningan, Jakarta Selatan. Tak mengherankan
bila Antasari kemudian menggenggam suara mayoritas, yakni 41 dari 49 anggota Komisi Hukum Dewan yang mengikuti voting putaran kedua. Padahal, dalam
putaran pertama suara Antasari kalah oleh Chandra M. Hamzah.
Wakil Bendahara Umum Partai Kebangkitan Bangsa Bachrudin Nasori mengaku mendengar informasi itu. Pengacara Sigid, Hermawan Pamungkas, juga
tak membantah, Mungkin Saja, ujarnya. “Sigid dekat dengan sejumlah partai politik.”
Hermawan mengenal Sigid sejak lelaki 43 tahun kelahiran Semarang itu pindah ke Jakarta pada awal 2007. Menurut dia, Sigid mengenal Antasari tak lama
setelah itu. Para politikus di Jawa Tengah sudah mafhum soal kedekatan keduanya.
“Beberapa kepala daerah yang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi pasti akan segera menghubungi Sigid,” ujar Sutoyo Abadi, anggota Fraksi Partai
Golkar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah.
Sutoyo menilai Bibik, panggilan akrab Sigid, supel dan mudah bergaul. Ketika masih menjadi politikus Par-tai Golkar di Semarang, ia lebih Bering
berperan di belakang layar. Justru dengan perannya itu ia bisa dekat dengan banyak kalangan. Setelah pindah ke Jakarta, ia langsung bisa masuk lingkaran
dalam Partai Kebangkitan Bangsa. Ia bahkan masuk ke keluarga Abdurrahman Wahid, pendiri partai itu. Belakangan, setelah pecah kongsi, mantan presiders itu
mengatakan Sigid tidak bisa dipercaya.
Jejak hubungan Sigid dan Wiliardi terlihat lebih jelas. Menurut Yohanes Jacob, pengacara Wiliardi, keduanya mulai saling kenal ketika Wiliardi menjadi
Kepala Kepolisian Resor Ja- karta Selatan 2005-2007. Mereka se-ring kongko, ujarnya.
Menurut Jacob, Sigid dan Wiliardi saling memberi dan menerima. Kalau Wiliardi perlu sesuatu, dia biasa datang ke Sigid. Begitu juga sebaliknya,
ia menuturkan. Biasalah, namanya kawan dekat. Kenaikan pangkat merupakan sesuatu yang diperlukan Wiliardi. Me-
nyandang komisaris besar sejak 2002, ia merasa tiba saatnya menjadi brigadir jenderal. Alih-alih mengadu ke atasannya, ia berpaling ke Sigid. Sigid meng-
arahkan Wiliardi ke jalur lain: Antasari Azhar. Sang pengusaha mempertemukan
Universitas Sumatera Utara
mereka di rumahnya, Jalan Pati Unus, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, awal tahun ini.
Kepada polisi, Antasari mengatakan, pada suatu hari Sigid menelepon dan memintanya mampir ke rumah sang pengusaha. Agendanya, membahas proposal
rubrik khusus di harian Merdeka. Tiba di rumah Sigid, pada suatu sore, Antasari langsung ke ruang tamu. Tak lama kemudian kopi dihidangkan. Alih-alih
menyambut kedatangan sang tamu, Sigid barn menemui Antasari beberapa saat setelah Antasari menunggu.
Di tengah pembicaraan tentang rubrik khusus, menurut Antasari kepada penyidik, Sigid memotong. Mas, kan sampeyan punya akses ke Kapolri. Ini saya
ada Leman dari Polri, kalau Mas bisa bantu, ujarnya. Antasari menjawab, Lah, bantu apa? Sigid menyahut, Ya sudah, nanti Bapak bincang sendiri.
Lalu Sigid membawa masuk Wiliardi, yang datang dengan pakaian dinas lengkap. Menurut Antasari, Wiliardi mengatakan, Pak, dulu saya Kapolres
Jakarta Selatan. Lalu Wiliardi bercerita tentang mantan-mantan Kepala Kepolisian Resor Jakarta Selatan. Sampailah pada persoalan utama, Pak, saya
sudah menjadi komisaris besar sekian lama. Kalau ada kemungkinan untuk ditempatkan yang lebih baik.
Antasari mengatakan mengenal Kepala Kepolisian Jenderal Bambang Hendarso Danuri, pengganti Sutanto. Tapi saya tak bisa janji, katanya, seperti
dikutip sumber Tempo. Setelah itu, Sigid meminta Wiliardi keluar ruangan. Kepada polisi, Antasari mengaku memprotes Sigid. Ia keberatan karena
setiap kali datang ke rumah itu, tuan rumah selalu mengenalkannya dengan banyak orang. Menjawab keberatan itu, menurut Antasari, Sigid mengatakan,
Ora po-po kok, Mas, cuma man kenalan aja.
Menjelang magrib, Antasari pamit. Kini, jejak hubungan tiga tokoh ini akan terus ditelisik. BS, Ramidi Jakarta, Sohidin Semarang.
Analisis
Pada edisi ini Tempo memuat berita mengenai Antasari, Sigid, dan Wiliardi memberikan keterangan berbeda tentang hubungan mereka. Narasumber
pada pemberitaan tersebut yaitu Antasari Azhar, Magdir Ismail, pengacara Antasari, Hermawan Pamungkas, pengacara Sigid, Yohanes Jacob, pangacara
Williardi, Wakil Bendahara Umum Partai Kebangkitan Bangsa Bachrudin Nasori, Sutoyo Abadi, anggota Fraksi Partai Golkar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Jawa Tengah.
Dalam berita ini terjadi beberapa proses inklusi yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Objektivasi-Abstraksi
Objektivasi “Sigid dekat dengan 5 partai politik.”
Abstraksi “Sigid dekat dengan sejumlah partai politik.”
Berdasarkan kalimat berita diatas, dalam kalimat pertama disebut secara jelas berapa jumlah partai politik yang dekat dengan Sigid, sementara dalam
kalimat kedua dengan membuat sesuatu yang abstrak seperti kata “sejumlah”. Khalayak akan mempersepsikan lain antara yang disebut secara jelas dengan yang
dibuat dalam bentuk abstraksi. Penyebutan dalam bentuk abstraksi ini, menurut van Leeuwen lebih sebagai strategi wacana wartawan untuk menampilkan
sesuatu. 2.
Objektivasi-Abstraksi Objektivasi
“5 kepala daerah yang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi pasti akan segera
menghubungi Sigid,” Abstraksi
“Beberapa kepala daerah yang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi pasti akan segera
menghubungi Sigid,”
Kalimat berita diatas memiliki proses inklusi yang sama dengan proses inklusi pertama, yaitu Objektivasi-Abstraksi. Berdasarkan kalimat berita diatas,
dalam kalimat pertama disebut secara jelas bahwa 5 kepala daerah yang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi pasti akan segera menghubungi Sigid,
sementara dalam kalimat kedua dengan membuat sesuatu yang abstrak seperti
Universitas Sumatera Utara
kata “beberapa”. Kembali lagi khalayak akan mempersepsikan lain antara yang disebut secara jelas dengan yang dibuat dalam bentuk abstraksi.
4.1.7. Edisi : 11-17 Mei 2009 Lakon Rhani, Si Kembang Desa