BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Deskripsi Subjek Penelitian
Tempo didirikan Pada tahun 1971 oleh sejumlah intelektual muda yang waktu itu gelisah melihat situasi sosial potitik yang kian tak menentu, salah satu
gejala yang paling mencolok ialah politisasi pers untuk mendukung ideologi kelompok. Melihat gejala yang tak sehat ini beberapa intelektual muda.
Goenawan Mohammad, Nono Anwar Makarim dan Fikri Jufri tergerak mendirikan media yang bebas dari politik dan menyuarakan informasi yang
objektif. Pada Mei 1970, mereka menerbitkan majalah Ekspres. Tapi eksperimen itu
gagal karena intervensi penguasa. Goenawan keluar dari ekspres, diikuti oleh kawan-kawannya, Fikri Jufri dan Christanto Wibisono. Setelah menunggu hampir
setahun, mereka akhirnya sepakat untuk menerbitkan Tempo. Pada tanggal 6 Maret 1971, majalah Tempo terbit untuk pertama kalinya
dengan cover pebulu tangkis Minarni yang tengah beraksi di Asian Games di Bangkok. Tampilan cover terbitan perdana ini masih hitam putih dan dibagikan
dibagikan secara gratis. Setelah itu, pada edisi kedua Tempo mulai dijual kepada khalayak. Sepanjang tahun 1971 penjualan Tempo mampu mencapai 10 ribu
eksemplar, hal ini dikarenakan gaya penulisan majalah Tempo yang berbeda dengan majalah lain. Muhammad Al-FayyadI mengatakan bahwa yang
Universitas Sumatera Utara
membedakan Tempo dari media lainnya adalah kepandaian mengemas kritik dengan bahasa yang renyah dan nyaman.
Pemberian nama Tempo untuk majalah tersebut dilandasi oleh beberapa alasan, pertama kata Tempo mudah diucapkan oleh lidah orang Indonesia. Kedua,
nama ini dinilai cukup netral. Dan ketiga, kata Tempo bisa juga diartikan waktu, sebuah pengertian yang dengan segala variasinya banyak digunakan oleh
penerbitan jurnalistik di seluruh dunia. Namur penggunaan nama Tempo inilah yang agaknya membuat majalah Time yang didirikan oleh Henry Luce melakuka n
gugatan kepada majalah Tempo pada tahun 1973. Majalah time waktu itu menganggap majalah Tempo telah menirukan bentuk dan gaya penebitannya.
Namun, tuntutan hukum ini pada akhirnya dibatalkan oleh pihak majalah time sendiri dengan alasan gugatan itu dilakukan tanpa seizin Time inc.
Tempo sangat berani mengangkat isu-isu Yang kontroversial yang pada masa orde baru dianggap tabu untuk diangkat. Tempo menyajikan kritik dengan
renyah dan nyaman, sesuai dengan mottonya “enak dibaca dan perlu.” Menurut Steele Tempo mengusung gaya jurnalisme yang ingin mendobrak kebekuan
bahasa pada masa itu yang terlalu kental dengan slogan dan bombasme Steele,2005
Keahlian Tempo yang mencoba menyajikan berita secara berimbang dan objektif bukannya tanpa tekanan. Pada peristiwa malaria ditahun 1974 dimana
untuk pertama kalinya terjadi demontrasi massal di zaman orde baru, Tempo juga berusaha untuk menyajikan berita secara imbang. Kedua belah pihak yang
‘bermain’ dibalik peristiwa itu sama-sama dimuat opininya, yaitu antara pihak Widjojo yang pro-Jepang dan Ali Moertopo yang anti-Jepang. Pemberitaan yang
Universitas Sumatera Utara
relatif objektif ini diakui oleh Steele sebagai faktor yang menyelamatkan Tempo dari bredel rezim kala itu.
Perjuangan Tempo tidak berhenti disitu. Dalam hubungannya dengan rezim Soeharto, Tempo memang tak mudah ditundukkan. Karena pemberitaannya
yang relatif imbang, rezim tak gampang menuduh Tempo dengan alasan yang masuk akal. Walaupun demikian, dimata sebagian pejabat, Tempo tetaplah “duri
dalam daging.” Di satu sisi, Tempo diakui kredibilitas pemberitaannya. Di sisi lain, ia tetap perlu diawasi. Pemerintah merasa was-was majalah ini terlalu kritis
terhadap rezim. Tempo sendiri menyadari posisinya. Karena itu, agar tetap survive, ia
barus menggunakan trik dan strategi. Steele menyebut beberapa diantaranya, seperti mengganti kalimat, aktif menjadi pasif atau mengutip komentar dari
pejabat asing terhadap situasi dalam negeri. Strategi ini biasa disebut pinjam mulut Steele, 2005. Semua strategi itu dipakai untuk menjamin kelangsungan
Tempo sebagai media vang independen dan terbuka. Tekanan bertubi-tubi dari rezim tidak meluluhkan semangat wartawan Tempo untuk menghadirkan fakta
lebih jernih kehadapan public. Pada akhir Maret 1982, Tempo memang sempat dibekukan karena berani
melaporkan situasi pemilu waktu itu yang ricuh. Tetapi dua minggu kemudian, Tempo kembali diizinkan terbit. Usaha pemerintah untuk menekan Tempo selalu
menemui batu sandungan karena keberhasilan strategi Tempo untuk mengambil jarak dengan kekuasaan, sekaligus melobi kekuasaan untuk memberi jaminan.
Istirahat terpanjang Tempo terjadi setelah pembredelan 21 Juni 1994. Sejak itu wartawan Tempo melakukan gerilya, seperti dengan mendirikan
Universitas Sumatera Utara
Tempointeraktif secara klandestin, atau mendirikan ISAI Institut Studi Arus Informasi pada 1995. Tempo interaktif memuat berita-berita dengan konsep
breaking news dan up dating data yang berlangsung secara terns menerus. Setelah terbit kembali pada 6 Oktober 1998, Tempo banyak melakukan
perbaikan dan menyesuaikan dengan dinamika pasar. Tempo mulai membidik pasar Internasional dengan menerbitkan majalah Tempo edisi Bahasa Inggris, kini
selain memiliki beberapa media seperti majalah Tempo, Koran Tempo, Tempo news Room semacam kantor berita sendiri maupun tempointeraktif namun juga
menjadi pusat data dan analisis data.
3.2. Metode Penelitian