Analisis Wacana Kritis KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II URAIAN TEORITIS Menurut Nawawi 1995: 39-40, sebelum melakukan sebuah penelitian yang lebih lanjut, setiap penelitian memerlukan kejelasan. Titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah yang telah dipilih. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran dari sudut mana masalah penelitian akan diteliti. Teori digunakan oleh peneliti untuk menjustifikasi dan memandu penelitian mereka Mulyana, 2004:16. Berikut merupakan teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini:

II.1 Analisis Wacana Kritis

Analisis wacana kritis critical discourse analysis CDA merupakan bagian dari pendekatan kritis, pada awal perkembangannya yaitu ditahun 1980-an analisis kritis terhadap wacana critical discourse analysis sebenarnya merupakan bagian dari upaya untuk mengembalikan studi-studi budaya kedalam akar-akar tradisinya sebagai studi kritis critical studies karena pada saat itu, khususnya pada awal dekade 1980-an studi-studi budaya semakin berpaling dari tradisi teori-teori kritis. Analisis wacana kritis terutama bersumber dari beberapa intelektual dan. pemikir, Michel Foucult, Antonio Gramsci, Sekolah Frankfurt, dan Louis Althusser. Universitas Sumatera Utara Salah satu yang memperkenalkan konsep mengenai wacana adalah Michel Foucult, menurutnya wacana atau discourse itu sendiri adalah : kadang kala sebagai bidang dari semua pernyataaan statement, kadangkala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan, dan kadang kala sebagai praktik regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan. Eriyanto, 2001. Wacana memberikan perhatian pada bahasa dan praktik, dan mengacu pada produksi pengetahuan yang tertata melalui bahasa yang memberi makna pada objek dan praktik sosial. Foucult juga mengidentifikasi berbagai kondisi historis dan aturan yang menentukan pembentukan cara yang teratur dalam membicarakan tentang objek. Foucult sangat historis dalam argumentasinya menurutnya bahasa berkembang dan membangun makna pada kondisi material dan historis spesifik. Dia mengeksplorasi berbagai kondisi historis yang pasti dan khas dimana berbagai pernyataan dipadukan dan ditata untuk membentuk dan mendefenisikan bidang pengetahuan atau objek yang khas memerlukan seperangkat konsep dan membongkar ‘rezim kebenaran’ yaitu apa yang dipandang sebagai kebenaran. Barker, 2004. Norman Fairclough dalam Media Discourse, menjelaskan bahwa wacana merujuk kepada pemakaian bahasa baik tertulis atau ucapan, tidak hanya dari aspek kebahasaannya saja tetapi juga bagaimana bahasa itu diproduksi dan ideologi dibaliknya. Memandang bahasa seperti ini berarti menempatkan bahasa sebagai bentuk praktek sosial. Bahasa adalah suatu bentuk tindakan, Cara bertindak tertentu dalam hubungannya dengan realitas sosial. Oleh karena itu, analisis wacana terutama menyerap pemikiran sumbangan dari studi linguistik, studi untuk menganalisis bahasa. Berbeda dengan analisis Universitas Sumatera Utara linguistik, analisis bahasa tidak berhenti pada aspek tekstual, tetapi juga konteks dan proses dan konsumsi dari suatu teks. Analisis wacana kritis digunakan untuk melihat bagaimana teks berita tidak dapat dipisahkan dari relasi-relasi kuasa. Kuasa adalah aspek yang inheren dalam teks berita: untuk mendefenisikan dan mempresentasikan sesuatu, bahkan memarjinalkan sesuatu gagasan, kelompok, atau seseorang. Eriyanto, 2001 Analisis wacana pada paradigma kritis melihat bagaimana media dijadikan sebagai alat bagi kelompok dominan untuk melegitimasikan kekuasaannya. Oleh karena itu wacana tidak hanya dipahami sebagai studi bahasa, tetapi harus dikaitkan dengan konteks yang berada disekitarnva ketika wacana itu dibentuk. Paradigma ini memandang bagaimana media, dan pada akhirnya berita harus dipahami dalam keseluruhan proses produksi dan konstruk sosial Eriyanto, 2001:21 Produksi makna khususnya pada analisis wacana kritis isi teks media sangat erat kaitannya dengan bagaimana sebuah media memproduksi teks berita. Proses produksi berita yang terjadi didalam ruang pemberitaan newsroom tidaklah dipandang sebagai ruang yang hampa, netral, dan seakan-akan hanya menyalurkan informasi yang didapat. Agus sudibyo menjelaskan newsroom bukanlah ruang yang hampa karena banyak kepentingan dan pengaruh yang dapat mengintervensi media, sehingga niscaya akan terjadi pertarungan dalam memaknai realitas dan presentasi media. Universitas Sumatera Utara Apa yang disajikan media, pada dasarnya adalah akumulasi dari pengaruh yang beragam. Pamela J. Shoemaker dan Stephen d.Reese, meringkas berbagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan Sudibyo, 2001:7. Lima faktor yang mempengaruhi kebijakan redaksi. 1. Faktor individual. Faktor ini berhubungan dengan latar belakang profesional dari pengelola media, bagaimana aspek-aspek personal pengelola media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada khalayak. 2. Rutinitas media. Rutinitas media sangat erat kaitannya mekanisme dan proses penentuan berita karena setiap media mempunyai pandangan tertentu dengan apa yang disebut berita, ciri-ciri dan juga kelayakannya. 3. Organisasi. Level organisasi berkaitan dengan struktur organisasi yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media bukan orang tunggal didalam organisasi berita melainkan mereka merupakan bagian kecil didalam organisasi media dimana masing-masing komponen memiliki kepentingan. 4. Ekstramedia. Level ini berhubungan dengan faktor lain diluar media. Ada beberapa faktor yang yang termasuk dalam lingkungan luar media yaitu: Pertama, Sumber berita. Sumber berita bukanlah dipandang sebagai pihak yang netral dalam memberikan informasi, dia juga memiliki banyak kepentingan mempengaruhi isi media. Kedua, Sumber penghasilan media. Media harus survive, dan untuk bertahan hidup kadangkala media harus harus berkompromi dengan sumber daya yang menghidupi mereka. Universitas Sumatera Utara Ketiga, pihak eksternal seperti pemerintah dan lingkungan bisnis, pengaruh ini sangat ditentukan oleh corak dan masing-masing lingkungan eksternal media. Keempat, level ideologi. Ideologi disini diartikan kerangka berfikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Menurut A.S Hikam, analisis wacana dalam paradigma kritis menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek bebas dan netral dalam menafsirkan makna, tetapi dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Begitu juga, bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema wacana tertentu, serta strategi didalamnya. Eriyanto, 2001: 6 Eriyanto memaparkan beberapa karakteristik analisis wacana kritis sebagai berikut: a. Tindakan; wacana dipahami sebagai bentuk interaksi, bukan ditempatkan dalam ruang tertutup dan internal. Karena itu wacana dipandang sebagai sesuatu yang memiliki tujuan dan diekspresikan secara sadar dan terkontrol. b. Konteks; yaitu latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Artinya, wacana dibentuk sehingga harus ditafsirkan dalam kondisi dan situasi yang khusus. c. Historis; yang merupakan salah satu aspek penting dalam memahami teks. Sebab ketika wacana, ditempatkan dalam konteks sosial tertentu berarti Universitas Sumatera Utara harus disertakan konteks lain yang menyertainya, dalam hal ini aspek historis ketika wacana dibentuk. d. Kekuasaan; di sini setiap wacana yang muncul pada dasarnya tidak terjadi secara alamiah melainkan merupakan wujud dari sebuah pertarungan kekuasaan. e. Ideologi; yang juga merupakan konsep sentral dalam analisis wacana kritis. Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Menurut Gunter Kress, analisis wacana kritis bertujuan untuk menyediakan laporancatatan mengenai produksi, struktur internal, dan keseluruhan organisassi dari teks. Kress menambahkan bahwa analisis wacana kritis menempatkan bahasa sebagai suatu jenis praktik sosial di antara berbagai penggunaan untuk representasi dan pengertian Dellingger :1995. Paradigma kritis dalam hal ini terhadap teks berita, melihat media sebagai kekuatan besar yang berperan dalam membentuk kesadaran palsu dan memanipulasi realitas. Media merupakan alat bagi pemilik atau penguasanya untuk mengokohkan keberadaannya, sekaligus melakukan dominasi terhadap kelompok yang lain. Prinsip-prinsip objektivitas, indepedensi merupakan hal yang tidak mungkin ada dalam paradigma kritis. Oleh karena itu, analisis wacana kritis digunakan untuk membongkar makna-makna tersembunyi yang terdapat pada setiap teks berita yang disampaikan oleh suatu media.

II.2 Hegemoni