LATAR BELAKANG MASALAH KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Kasus Pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen telah menjadi sorotan masyarakat Indonesia. Pemberitaan Kasus Pembunuhan yang melibatkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka utama yaitu Antasari Azhar, ditampilkan dalam media massa dengan terbuka dan transparan. Kasus pembunuhan Nasrudin diduga dipicu oleh cinta segitiga antara Antasari Azhar, Rani Juliani, dan Nasrudin, sedangkan seorang pengacara yang melakukan advokasi kasus ini meyakini bahwa pembunuhan Nasrudin bukan sekadar urusan perempuan melainkan keinginan Nasrudin membongkar kasus korupsi di PT. Rajawali Nusantara Indonesia. Nasrudin, Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran, tewas dengan dua peluru bersarang di kepala dan lehernya, pada sabtu 14 Maret 2009, sepulang dari bermain golf di Lapangan Golf Modernland, Kota Tangerang, ditembak di dalam mobil BMW warna silver bernomor polisi B 191 E. Antasari Azhar dijadikan tersangka setelah diperiksa di ruang Direktorat Reserse Kriminal Umum pada tanggal 4 Mei 2009. Berikut merupakan kronologis penangkapan Antasari Azhar dimulai pada tanggal 14 Maret 2009, dimana Nasrudin Zulkarnaen Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, ditembak di kawasan Danau Modernland, Tanggerang. Sehari kemudian ia meninggal di Universitas Sumatera Utara RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. 17-18 maret 2009, Polisi memeriksa istri Nasrudin, Irawati Arienda; mantan istrinya, Sri Martuti; dan Rani Juliani atau Tika, caddy yang juga dekat Nasrudin. 23 Maret 2009, Keluarga Nasrudin mengirim surat ke Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Kontras, meminta lembaga ini membantu mengungkap kasus Nasrudin. 14 April 2009, Kepolisian Resor Tangerang mengaku kesulitan mendapatkan saksi mata. Polisi membuka hotline di tempat kejadian agar masyarakat yang memiliki informasi atau mengetahui peristiwa itu mengirim SMS atau menelepon polisi. 29 April 2009, Tim Markas Besar Polri dan polda Jaya menetapkan sembilan tersangka. Tujuh diantaranya ditahan, antara lain Sigid Haryo Wibisono, Komisaris Utama PT. Pers Indonesia merdeka. Pada 30 April 2009, Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Susno Duadji, membenarkan ada pejabat negara yang terlibat dalam pembunuhan Nasrudin. Mabes Polri mengeluarkan surat permintaan cekal cegah- tangkal terhadap Antasari. 1 Mei 2009, Kejaksaan menyatakan telah melakukan cekal terhadap Antasari. Pimpinan KPK menonaktifkan Antasari. Ari Yusuf Amir, pengacara Antasari, membantah kliennya telah berstatus tersangka. Pada tanggal 4 Mei 2009, Oleh polisi, akhirnya Antasari Azhar dijadikan tersangka dalam kasus pembunuhan terhadap Direktur PT Putra Rajawali Banjaran PRB Nasrudin Zulkarnaen Iskandar. Ketua KPK yang sudah dinonaktifkan itu dijadikan tersangka setelah menjalani pemeriksaan tahap kedua setelah pemeriksaan sempat diskors selama 1 jam. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan pemberitaan diatas, dapat dilihat bahwa media bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksikan realitas, lengkap dengan pandangan, dan pemihakannya. Seperti dikatakan Benneth dalam Eriyanto 2001: 35, media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefenisikan realitas sesuai dengan kepentingannya. Penting dalam memahami media menurut paradigma kritis adalah bagaimana media malakukan politik pemaknaan. Makna, tidaklah secara sederhana dapat dianggap sebagai reproduksi dalam bahasa, tetapi sebuah pertentangan sosial social struggle, perjuangan dalam memenangkan wacana. Oleh karena itu, pemaknaan yang berbeda merupakan arena pertarungan dimana memasukkan bahasa di dalamnya. Ideologi wartawan, kondisi, serta konteks politik, sosial, dan ekonomi sangat mempengaruhi ketika dilakukan penafsiran, media bukan entitas murni dalam menjalankan tugasnya, dia tidak dapat bersifat objektif karena masing-masing media dalam hal ini keseluruhan pihak yang ada di dalamnya seperti wartawan, redaksi, pemilik modal, tidak dapat terlepas dari subjektifitasnya. Kecendrungan media-media ini dipahami dapat memunculkan pemikiran-pemikiran yang beragam dari setiap masyarakat yang membacanya. Media dan berita yang diproduksinya dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Kaum pluralis melihat media sebagai saluran yang bebas dan netral, dimana semua pihak dan kepentingan dapat menyampaikan posisi dan pandangannya secara bebas. Sedangkan pandangan kritis melihat media bukan hanya alat kelompok dominan, tetapi juga memproduksi ideologi dominan. Eriyanto, 2001: 36. Berita yang diproduksi media tidak dihasilkan dalam sebuah Universitas Sumatera Utara ruang hampa. Ada orang-orang atau pihak-pihak yang terlibat dalam proses melahirkan sebuah berita aspek kepentingan dan konflik yang menyertainya. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana pemberitaan kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen di Majalah Mingguan Tempo. Dalam penelitian ini, peneliti memilih majalah mingguan Tempo sebagai bahan penelitian karena majalah mingguan ini, merupakan majalah mingguan berskala nasional dan memiliki khalayak pembaca tersebar luas di seluruh Indonesia. Universitas Sumatera Utara

I.2. PERUMUSAN MASALAH