Akibat Hukum Terhadap Kepengurusan PT
Ada beberapa perbedaan PT yang sudah pailit dalam melaksanakan kegiatan usahanya jika dibandingkan dengan PT tidak dalam keadaan pailit, yakni organ-organ
pengurus dalam melakukan kegiatan untuk dan atas nama PT adalah kurator.
83
Kurator inilah yang menjalankan tindakan pengurusan PT tersebut. Namun demikian tidak menutup kemungkinan kurator masih tetap memanfaatkan organ direksi dalam
pengurusan PT selama masih dalam kepailitan. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa dengan pailitnya PT, maka
kewenangan Direksi saja yang beralih kepada kurator. Proposisi ini misalnya kewenangan kurator untuk melakukan rapat umum pemegang saham RUPS dan
tanpa persetujuan komisaris. Hal ini berarti didalam kewenangan kurator tercakup semua kewenangan organ PT.
Dengan beralihnya kewenangan dari direksi kepada kurator untuk mengelola perseroan maka konsekuensi dari hal itu adalah bahwa kurator adalah juga bertindak
sebagai direksi sehingga tugas dan kewajiban serta tanggung jawab direksi perseroan menjadi tugas dan tanggung jawab kurator.
84
Setelah kurator menentukan pilihannya di dalam memaksimalkan nilai harta pailit, baik dengan cara menjualnya maupun
dengan cara melanjutkan usaha debitor pailit, maka hal yang selanjutnya dilakukan adalah pembagian aset.
83
Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, Jakarta, Rajawali Pers, hlm 65
84
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm 63
Pada prinsipnya, aset baru akan dibagi-bagi kepada kreditor setelah seluruh aset debitor terjual dan menjadi cash, yaitu apabila cash uang tunai sudah cukup tersedia
untuk membayar utang-utangnya. Undang-Undang Kepailitan menetukan bahwa setelah melakukan pencocokan utang, maka dibayarkan jumah utang mereka atau
segera setelah daftar pembagian penutup memperoleh hukum tetap, maka berakhirlah kepailitan.
Badan hukum itu bukan makhluk hidup sebagaimana halnya manusia. Badan hukum tidak mempunyai daya pikir dan kehendak. Oleh karena itu PT tidak dapat
melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri. PT harus bertindak dengan perantaraan orang-orang biasa, akan tetapi orang yang bertindak itu tidak bertindak
untuk dirinya melainkan untuk dan atas pertanggungan gugat badan hukum.
85
Pertanggung jawaban PT merupakan pertanggung jawaban secara timbal balik, maka yang dijatuhi putusan kepailitan adalah perseroannya, bukan pengurusnya,
sepanjang direksi atau pegawai lainnya bertindak atas pertanggungan secara badan hukum. Menurut Pasal 90 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas yang menyatakan, dalam hal kepailitan PT terjadi karena kesalahan atau kelalaian direksi,
86
dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota direksi secara tanggung renteng
bertanggung jawab atas kerugian itu.
85
Ali Rido, Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan Koperasi, Yayasan Wakap, Alumni, Bandung, 1986, hal. 17.s
86
Ibid hlm 53
Dalam hal kepailitan terhadap Perseroan Terbatas yang menjadi permasalahan
yang esensial adalah apakah Perseroan Terbatas tersebut tetap dapat beroperasi atau
demi hukum akan bubar. Dalam kepailitan badan hukum Perseroan Terbatas, beroperasi atau tidaknya perseroan setelah putusan pailit dibacakan tergantung pada
cara pandang kurator terhadap prospek usaha perseroan pada waktu yang akan datang. Hal ini dimungkinkan karena berdasar ketentuan di dalam Pasal 104 UUK
dan PKPU.
87
Berdasarkan pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kepailitan Badan Hukum Perseroan Terbatas di Indonesia tidak secara otomatis membuat perseroan
kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai harta kekayaan perseroan tersebut karena kepailitan PT menurut hukum Indonesia tidak menyebabkan terhentinya
operasional PT. Akan tetapi dalam hal perusahaan yang dilanjutkan ternyata tidak berprospek dengan baik, maka hakim pengawas akan memutuskan untuk
menghentikan beroperasinya PT dalam permohonan seorang Kreditur. Setelah perseroan tersebut dihentikan, maka Kurator mulai menjual aktiva boedel pailit tanpa
memerlukan bantuanpersetujuan PT yang pailit. Akan tetapi Pasal tersebut di atas tidak berlaku apabila di dalam rapat
pencocokan piutang tidak ditawarkan perdamaian atau jika rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima atau pengesahan perdamaian ditolak sehingga demi hukum
87
Pasal 104 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
harga pailit berada dalam keadaan insolvensi. Dengan demikian eksistensi PT yang dipailitkan segera berakhir dengan percepatan pemberesan proses likuidasi tersebut.
Eksistensi yuridis dari PT yang telah dipailitkan adalah masih tetap ada eksistensi badan hukummnya. Dengan dinyatakan pailit tidak mutatis mutandis badan
hukum PT menjadi tidak ada. Suatu argumentasi yuridis mengenai roposisi ini setidaknya ada dua landasan, yang pertama kepailitan terhadap PT tidak mesti
berakhir dengan likuidasi dan pembubaran badan PT. kedua adalah proses kepailitan PT, maka PT tersebut masih dapat melakukan transaksi hukum terhadap pihak kedua,
di mana tentunya yang melakukan perbuatan hukum perseroan tersebut adalah kurator sehingga tidak mungkin jika badan hukum perseroan telah tiada.
Didalam PT yang dalam status insolvensi masih eksis badan hukumnya, hanya saja PT dalam likuidasi tidak boleh menjalankan bisnis baru melainkan hanya
menjalankan dalam penyelesaian tugas-tugasnya dalam rangka proses pemberesan dan likuidasi tersebut dan tidak bisa melakukan kegiatan diluar tugasnya. Hal ini
ditegaskan dalam Pasal 119 ayat 1 UUPT yang menyatakan bahwa dalam hal perseroan bubar, maka PT tidak dapat melakukan melakukan perbuatan hukum
kecuali diperlukan dalam proses insolvensi.
88
Kepailitan Perseroan Terbatas PT sebagai suatu lembaga apabila terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi, maka setiap anggota Direksi secara tanggung renteng
88
Pasal 119 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
bertanggung jawab atas kerugian tersebut
Direksi bertanggung jawab yang sesuai dengan Pasal 92 UUPT.
89
1. Direksi Adapun kewenangan Direksi PT demi hukum berakhir dengan dipailitkannnya
PT tersebut, dimana kewenangan direksi beralih kepada kurator sepanjang kewenangan direksi berkaitan dengan kepengurusan dan perbuatan pemilikan harta
kekayaan PT yang pailit. Mengenai peran direksi dalam PT pailit, Fred B.G Tumbuan mengatakan
bahwa dalam mencermati tugas antara direksi PT pailit mempunyai tugas mengusahkan tercapainnya maksud dan tujuan PT pailit.
90
Kriteria tanggung jawab direksi : a. Tanggung jawab itu hanya timbul jika perusahaan itu melalui prosedur kepailitan;
b. Harus ada kesalahankelalaian; c. Tanggung jawab itu bersifat residual, artinya tanggung jawab itu timbul jika nanti
ternyata aset perusahaan yang diambil itu tidak cukup; d. Tanggung jawab itu secara renteng artinya walaupun hanya seorang direktur yang
bersalah, direktur lain dianggap turut bertanggung jawab; e. Presumsi bersalah dengan beban pembuktian terbalik.
89
Pasal 92 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
90
Fred B.G Tumbuan 2004 “ Tujuan dan Wewenang kurator mengurus atau membereskan
harta pailit” , Dalam Emmy Yuhassarie, Revitalisasi tugas dan kewenangan kurator pengurus, Hakim pengawas dan hakim niaga dalam rangka kepailitan, Pusat Pengkajian Hukum PPH, Jakarta
hal 99
Jadi
Jadi dalam hal badan usaha yang berbentuk badan hukum sebagai pelaku usaha jatuh pailit, maka seluruh kekayaan badan usaha tersebut yang menjadi tanggungan
utang-utangnya. Kecuali apabila dapat dibuktikan bahwa kepailitan tersebut akibat kesalahan atau kelalaian direksi, maka secara tanggung renteng setiap anggota direksi
ikut bertanggung jawab secara pribadi terhadap kerugian badan usaha jika nanti aset perusahaan tidak cukup untuk membayar tagihan-tagihan Kreditor.
2. Rapat Umum Pemegang Saham Rapat Umum Pemegang Saham mempunyai kekuasaan tertinggi dalam perseroan
yang diserahkan kepada direksi dan komisaris dalam menjalankan tugasnya dan wewenangnya. Meskipun dikatakan sebagai organ perseroan yang memegang kekuasaan
tertinggi, tidak berarti ia lebih tinggi dari organ lainnya. Untuk bisa mengukur tanggung jawab dari pemegang saham, harus dilihat apa
kewenangan yang dimiliki oleh pemegang saham. UUPT memberikan wewenang kepada pemegang saham menggunakan konsep residu teori sisa yakni bahwa wewenang
pemegang saham adalah RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada direksi dan komisaris dalam batasan UU dan anggaran dasar.
Rapat Umum Pemegang Saham RUPS mempunyai tanggung jawab : a.
Pemegang saham hanya bertanggung jawab pada saham yang dimiliki dan tidak bertanggung jawab terhadap secara pribadi.
b. Pemegang saham akan dituntut bila, karena itikad buruk baik langsug maupun
tidak langsung memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi.
c. Pemegang saham terlibat dalam perbuatan melawan hukum oleh perseroan.
d. Pemegang saham baik langsung maupun tidak langsung secara melawan
hukum menggunakan kekayaan perseroan tidak cukup untuk melawan hutang perseroan.
3. Komisaris Organ PT yang cukup penting lainnya adalah komisaris. UUPT menentukan
keberadaan komisaris merupakan keharusan dalam sebuah PT tersebut. Berbeda dengan ketentuan sebelum UUPT, yakni dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang KUHD yang tidak mengharuskan adanya lembaga komisaris ini, walaupun dalam prakteknya kebanyakan PT yang didirikan berdasarkan ketentuan-ketentuan
KUHD tersebut pada waktu itu terdapat lembaga komisaris. Lembaga komisaris menurut UUPT merupakan lembaga PT yang independen
dari pengaruh kepentingan pemegang saham. Komisaris bertugas demi kepentingan PT itu sendiri. Hal ini berbeda dengan konsep yang lama yang terdapat dalam KUHD
dimana komisaris adalah mewakili kepentingan pemegang saham. Didalam pasal 98 ayat 1 UUPT secara tegas menyebutkan bahwa komisaris wajib dengan itikad baik
dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan untuk kepentingan usaha PT.
91
Fungsi komisaris sebagaimana diatur dalam UUPT mempunyai tugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan PT serta memberikan nasihat
kepada direksi. Dalam anggaran dasar PT juga sering menyatakan hal yang sama
91
Pasal 98 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
mengenai tugas komisaris. UUPT tidak mengatur lebih lanjut bagaimana cara melaksanakan pengawasan tersebut. Didalam keputusan dikatakan bahwa
pengawasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh atasan untuk melakukan penilaian terhadap hasil pekerjaan bawahan yang harus seuai dengan yang ditetapkan
sebelumnya.
92
Apabila terjadi sutu penyimpangan, perlu dilakukan tindakan untuk memperbaikinya. Penilaian terhadap bawahan hanya dapat dilakukan apabila tersedia
informasi yang diperlukan. Yang jelas selama komisaris bertindak sebagaimana layaknya direksi PT, maka seluruh hubungan hukum direksi perseroan berlaku juga
bagi diri komisaris tersebut, termasuk pula pertanggung jawaban secara pribadi.