Sulitnya Menyimpan Atau Meletakkan Aset Yang Pailit.

Seharusnya pemerintah tanggap untuk mempunyai atau membuat tempat khusus untuk menyimpan barang-barang yang bersifat bergerak. Agar BHP tidak kesulitan menyimpan atau meletakkan asetnya. Mengenai kesulitan kurator dalam menyimpan dan meletakkan asset-aset pailit, ini juga menyebabkan dalam mengawasi asset-aset yang bersifat barang bergerak. Karena barang-barang yang bergerak diletakkan jauh dari kantor BHP, sehingga BHP selaku kurator pemerintah mengalami kesulitan. Apabila BHP mempunyai tempat tersendiri dalam menyimpan atau meletakkan barang tersebut, dapat mempermudah kurator mengawasinya. Kalau barang-barang yang tidak bergerak hanya butuh peninjauan saja, barang- barang tidak bergerak misalnya tanah, gedung, pabrik, rumah. Apabila tidak dilakukan peninjauan dapat mengakibatkan pencurian terhadap asset pailit. Seperti pabrik, sering terjadi pencurian terhadap asset-asetnya, misalnya dalam hal pencurian alat-alat yang terdapat di dalam pabrik. Dalam putusan pernyataan pailit, setiap saat setelah putusan itu, atas usul hakim pengawas, pengadilan dapat memerintahkan penahanan terhadap debitor pailit. Perintah itu dikeluarkan setelah putusan pailit atas permohonan kurator atau kreditor karena debitur pailit tidak kooperatif dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Namun kenyataannya, dalam kasus kepailitan dimana debitor telah dinyatakan pailit, debitur pailit masih bebas melakukan hubungan hukum dengan pihak lain dengan menggunakan aset yang seharusnya telah masuk dalam daftar boedel pailit, tanpa adanya kekuatan dari kurator untuk menghentikannya. Bahkan bila debitornya orang kuat, justru putusan pernyataan pailit tersebut hampir tidak berguna baginya. Kenyataan tersebut diatas sungguh sangat menyedihkan, padahal dasar hukum untuk melakukan tindakan tegas bagi PT yang dinyatakan pailit tersebut telah tersedia. Didalam Pasal 93 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan telah diatur dengan tegas tentang hal itu.

B. Upaya Yang Dilakukan Dalam Menyelesaikan Hambatan Oleh Kurator Dalam Kepailitan PT

Cara kurator dalam hal ini BHP selaku Kurator pemerintah kepailitan untuk mengatasi belum adanya dana guna membiayai pengurusan dan pemberesan harta pailit adalah melakukan pinjaman kepada pihak ketiga dalam hal ini yaitu famili Debitor, Kreditor dan sebagainya. Cara tersebut kiranya merupakan langkah yang bisa dipertanggung jawabkan. Pasal 69 ayat 2 b menyatakan: “Dalam melaksanakan tugasnya, Kurator dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit.” 1.Tidak kooperatifnya pihak yang dinyatakan pailit. Dalam hal debitur tidak kooperatif berarti menghambat proses penyelesaian kepailitan, sehingga Kurator dapat mengambil tindakan tegas untuk menghadapi Debitur yang tidak kooperatif dengan menggunakan dasar hukum Pasal 93 ayat 1 yaitu minta kepada Pengadilan Niaga untuk menahan yang dinyatakan Pailit yang tidak kooperatif. Upaya yang dihadapi kurator dalam hal penyembunyian aset yang dilakukan debitur yaitu dengan cara mencari informasi dan melakukan penelusuran kepada siapa barang-barang dijual. 150 Apabila dapat diketemukan sedapat mungkin diupayakan penyelesaian damai dan apabila terpaksa tidak bisa diselesaikan dengan perdamaian dilakukan tindakan tegas dengan melapor kepada kepolisian atau melakukan gugatan. Cara mengatasi Debitor Pailit yang tidak kooperatif dalam hal diminta data tentang asetnya oleh Kurator, sebagaimana diuraikan dimuka antara lain adalah melakukan koordinasi langsung atau melalui surat dengan bank untuk diperoleh data tentang simpanan yang pailit disuatu bank. Pihak bank biasanya keberatan memberi data tentang jumlah simpanan nasabahnya dengan alasan rahasia bank, untuk menembus rahasia bank Kurator harus memberikan dasar hukum yang kuat.

2. Keterlambatan Koordinasi Antara Pengadilan Niaga Kepada kurator

Sesuai Pasal 15 ayat 4 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mengatakan pengumuman putusan pernyataan pailit harus diterima kurator dalam jangka waktu 7 tujuh hari setelah pernyataan pailit dijatuhkan. Apabila terjadi keterlambatan 150 Hasil wawancara dengan Bapak Syuhada Anggota Teknis Hukum pada Balai Harta Peninggalan Medan pada tanggal 30 Mei 2011