Perimbangan Kepentingan Pemerintah Pusat Dengan Daerah Dalam Divestasi Saham Di Perusahaan Pertambangan Mineral Dan Batubara Menurut Uu No 25 Tahun 2007

(1)

PERIMBANGAN KEPENTINGAN PEMERINTAH PUSAT DENGAN DAERAH DALAM DIVESTASI SAHAM DI PERUSAHAAN

PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA MENURUT UU NO 25 TAHUN 2007

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh:

YONA THERESIA SIADARI NIM: 090200169

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERIMBANGAN KEPENTINGAN PEMERINTAH PUSAT DENGAN DAERAH

DALAM DIVESTASI SAHAM DI PERUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA MENURUT UU NO 25 TAHUN 2007

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Yona Theresia Siadari NIM : 090200169 Departemen : Hukum Ekonomi

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

NIP :19750112205012002 Windha, SH. M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. BudimanGinting, SH. M.Hum Dr. Mahmul Siregar, S.H, M.Hum NIP :19590511198601101 NIP : 19730220200212100

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Medan 2014


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Skripsi ini berjudul “PERIMBANGAN KEPENTINGAN PEMERINTAH PUSAT DENGAN DAERAH DALAM DIVESTASI SAHAM DI PERUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA MENURUT UU NO 25 TAHUN 2007”.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan ilmu pengetahuan bagi para pembaca dan bagi penulis sendiri.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan, wawasan serta bahan-bahan literatur yang penulis dapatkan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan tulisan ini.

Pada kesempatan ini dengan rasa hormat penulis ini mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum, Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan, SH. M.H. DFH dan Bapak M. Husni, SH. M.H selaku Pembantu Dekan I, II dan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Windha,SH. M.Hum dan Bapak Ramli Siregar, SH. M.Hum selaku

Ketua dan Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan mendukung penulis dengan penuh perhatian dan kesabaran sehingga skripsi ini selesai.

5. Bapak Dr. Mahmul Siregar,SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya, selalu sabar dalam membimbing dan mengarahkan serta memberi banyak motivasi dan masukan yang sangat berharga bagi penulis sehingga penulis dengan penuh semangat dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Dr. Marlina, SH., M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberi bimbingan dan perhatian selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum USU Medan, yang telah memberikan banyak sekali ilmu yang sangat berharga kepada penulis. 8. Seluruh Bapak/Ibu staf Fakultas Hukum USU Medan, yang telah

membantu penulis selama mengikuti perkuliahan.

9. Kedua orangtua yang penulis banggakan, Junanti Siadari,SKep.Ns dan Dra.Rismauli Sihombing, terima kasih untuk semua doa, kasih sayang,


(5)

serta dukungan baik moral maupun materil yang sudah diberikan sepanjang kehidupan penulis.

10. Keluarga besar penulis yang selalu mendukung penulis selama penulisan skripsi ini, khususnya untuk Tiens Group, OneVision, dan kepada upline sekaligus sahabat terbaik yang pernah ada Ning Anisa Rizki dan Ira Destiana Pasaribu untuk motivasi dan kebersamaan kita selama ini. Bahagia selalu bisa bersama kalian bahkan sampai kita sukses nanti.

11. Sahabat-sahabat penulis dari SMAN 2 Medan yaitu Dewi Maya Bangun dan Yuli Elawati Sinaga. Terima kasih untuk kesetiaan dan kesabaran kalian mendengar cerita penulis.

12. Sahabat-sahabat penulis selama kuliah, Eggianina Sinuhaji, Giovani Manalu, Yenni Girsang, Wika Tyas, Enny Zega, Christina Waruwu, Febi Sihombing, dan Natasa Siahaan. Terima kasih atas dukungan dan bantuan kalian selama masa perkuliahan.

13. Kelompok Kecil di FH USU, Kak Adi Girsang,SH., Erikson Sibarani, Joice Simatupang, dan Karolin Hutabarat. Terima kasih untuk dukungan dan doa kalian.

14. Rekan-rekan mahasiswa stambuk 2009 terutama Grup G (di awal) dan Grup C (di akhir) stambuk 2009 yang selalu bersama dalam menjalankan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

15. Seluruh pihak yang telah mendoakan dan membantu serta memberi semangat pada penulis, dan tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas segalanya.


(6)

Medan, Agustus 2014

Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Keaslian Penulisan ... 10

E. Tinjauan Pustaka ... 11

1. Penanaman Modal Asing ... 11

2. Divestasi Saham Asing ... 13

3. Kontrak Karya ... 14

4. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ... 18

F. Metode Penelitian... 23

G. Sistematika Penulisan ... 25

BAB II PERTIMBANGAN PERLUNYA PENGATURAN DIVESTASI SAHAM ASING DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA ... 28

1. Tinjauan Umum Penanaman Modal Asing di Bidang Pertambangan Minerba a. Istilah dan Pengertian Kontrak Karya ... 28

b. Sejarah Perkembangan Kontrak Karya ... 32

c. Landasan Hukum Kontrak Karya ... 37

d. Prosedur dan Syarat-syarat Permohonan Kontrak Karya ……… 39

e. Pejabat Yang Berwenang Menandatangani Kontrak Karya ... 41


(8)

2. Pengaturan Penanaman Modal Asing di Bidang

Pertambangan Minerba ... 44 3. Pertimbangan Perlunya Pegaturan Divestasi Saham Asing

dalam Kegiatan Penanaman Modal Asing di Indonesia ... 48

BAB III PENGATURAN DIVESTASI SAHAM ASING DALAM PERUSAHAAN YANG BERGERAK DI

PERTAMBANGAN MINERBA………... 52 A. Pengertian Divestasi Saham Asing dan Pengaturannya

Dalam Perundang-undangan di Indonesia ... 52 B. Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Pada

Pertambangan Minerba ... 70 C. Pembatasan Pemilikan Saham Asing pada Perusahaan

Pertambangan Minerba ... 78 D. Divestasi Saham Asing pada Perusahaan Pertambangan

Minerba ... 83

BAB IV PERIMBANGAN KEPENTINGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM DIVESTASI SAHAM ASING PADAPERUSAHAAN PERTAMBANGAN ... 87 A. Aspek Hukum Yang Mengatur Kepemilikan Divestasi

Antara Pemerintah Pusat dan Daerah ... 87 B. Proses Divestasi Saham yang Seharusnya Dilakukan

Antara Pemerintah Pusat dan Daerah ... 94 C. Perimbangan Kepentingan Pemerintah Pusat dan Daerah

Dalam Divestasi Saham Asing pada Perusahaan


(9)

BAB V PENUTUP ... 112

A. Kesimpulan... 112

B. Saran... 114


(10)

ABSTRAK

. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, di bidang pertambangan misalnya terdapat mineral, batubara, bauksit, emas, nikel, minyak bumi, gas alam dan lain-lain. Pertambangan merupakan bidang usaha yang terbuka bagi penanaman modal asing. Dalam melaksanakan kegiatan usaha di bidang Pertambangan Minerba, perlu diperhatikan bahwa terdapat satu kewajiban divestasi pada penanaman modal asing. Kewajiban divestasi tersebut bertujuan agar modal asing sebagi pelengkap modal lokal bagi pembangunan ekonomi Indonesia tetap berada pada hakekatnya. Dimana modal asing tersebut harus dilepaskan atau diberikan kepada pemerintah, sehingga pemerintah bisa memiliki saham pada Pertambangan Minerba tersebut.

Permasalahan dalam skripsi adalah mengenai perimbangan kepentingan nasional atas pemilikan saham divestasi antara pemerintah pusat maupun daerah. Penulisan skripsi ini menggunakan metode hukum normatif yang bersifat deskriptif. Data sekunder dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan (library research), selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deduktif dan induktif.

Kepemilikan saham dalam perusahaan pertambangan Minerba diatur berdasarkan kesepakatan bersama antara para pihak yang dimuat dalam perjanjian kontrak karya yang telah disepakati oleh pemerintah dengan penanam modal asing. Namun sangat penting diketahui oleh para pihak bahwa besarnya saham yang dapat dimiliki oleh penanama modal asing dalam perusahaan pertambangan minerba maksimal sebesar 95 %, dan milik pemerintah minimal 5 %. Batas kepemilikan saham ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 di bagian Lampiran II tabel 4 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Bagi Penanaman.

Pemilikan divestasi saham Pertambangan Minerba antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat menjadi permasalahan baru sehingga mengakibatkan persoalan baru. Dengan adanya UU yang mengatur mengenai siapa yang paling berhak terhadap divestasi saham Pertambangan Minerba semakin meminimalkan permasalahan baru sehingga tercapai tujuan utama yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(11)

ABSTRAK

. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, di bidang pertambangan misalnya terdapat mineral, batubara, bauksit, emas, nikel, minyak bumi, gas alam dan lain-lain. Pertambangan merupakan bidang usaha yang terbuka bagi penanaman modal asing. Dalam melaksanakan kegiatan usaha di bidang Pertambangan Minerba, perlu diperhatikan bahwa terdapat satu kewajiban divestasi pada penanaman modal asing. Kewajiban divestasi tersebut bertujuan agar modal asing sebagi pelengkap modal lokal bagi pembangunan ekonomi Indonesia tetap berada pada hakekatnya. Dimana modal asing tersebut harus dilepaskan atau diberikan kepada pemerintah, sehingga pemerintah bisa memiliki saham pada Pertambangan Minerba tersebut.

Permasalahan dalam skripsi adalah mengenai perimbangan kepentingan nasional atas pemilikan saham divestasi antara pemerintah pusat maupun daerah. Penulisan skripsi ini menggunakan metode hukum normatif yang bersifat deskriptif. Data sekunder dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan (library research), selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deduktif dan induktif.

Kepemilikan saham dalam perusahaan pertambangan Minerba diatur berdasarkan kesepakatan bersama antara para pihak yang dimuat dalam perjanjian kontrak karya yang telah disepakati oleh pemerintah dengan penanam modal asing. Namun sangat penting diketahui oleh para pihak bahwa besarnya saham yang dapat dimiliki oleh penanama modal asing dalam perusahaan pertambangan minerba maksimal sebesar 95 %, dan milik pemerintah minimal 5 %. Batas kepemilikan saham ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 di bagian Lampiran II tabel 4 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Bagi Penanaman.

Pemilikan divestasi saham Pertambangan Minerba antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat menjadi permasalahan baru sehingga mengakibatkan persoalan baru. Dengan adanya UU yang mengatur mengenai siapa yang paling berhak terhadap divestasi saham Pertambangan Minerba semakin meminimalkan permasalahan baru sehingga tercapai tujuan utama yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(12)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Pelaksanaan pembangunan membutuhkan modal dalam jumlah yang cukup besar dan tersedia pada waktu yang tepat. Modal dapat disediakan oleh pemerintah dan oleh masyarakat luas, khususnya dunia usaha swasta. Namun dalam kenyataannya,negara termasuk Indonesia tidak mampu melaksanakan pembangunan secara menyeluruh jika hanya mengandalkan modal dalam negeri, hal ini disebabkan tingkat tabungan (saving) masyarakat yang masih rendah, akumulasi modal yang belum efektif dan efisien, ketrampilan (skill) yang belum memadai. Kendala-kendala ini dicoba diatasi dengan berbagai macam alternatif diantaranya melalui bantuan dan kerja sama luar negeri yang dibutuhkan untuk melengkapi modal dalam negeri yang dapat segera dikerahkan1

1

Raharja.Ekonomi Internasional (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal 32. .

Perkembangan ekonomi dunia yang berkembang pesat mengakibatkan kesulitan bagi negara-negara berkembang atau sedang berkembang khususnya Indonesia mengejar ketertinggalannya. Keadaan ini mendorong pemerintah untuk mencari alternatif lain yakni penanaman modal khususnya penanaman modal asing. Dalam kaitan itu, Indonesia mengalami pula kesulitan yang sama dalam hal perolehan pinjaman luar negeri sehingga mencari alternatif lain dengan “kebijaksanaan pintu terbuka” terhadap penanaman modal asing untuk melakukan usahanya di Indonesia.


(13)

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan sumber daya alam yang dapat diperbaharui maupun sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Keadaan sumber daya alam ini sebenarnya sangat potensial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebagaimana terdapat pada UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 yang mengatakan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Tetapi yang menjadi permasalahannya adalah ketersediaan sumber daya alam tidak diikuti oleh sumber daya manusia yang memadai serta modal yang terbatas untuk mengelola sumber daya alam tersebut. Dalam hal inilah peranan Penanaman Modal Asing (PMA) menjadi semakin nyata. Bagi investor asing sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui merupakan yang paling mereka minati terutama tambang mineral dan batubara, hal ini dikarenakan ketersediaannya yang langka dan merupakan komoditi yang sangat dibutuhkan dalam dunia industri.Keberadaan PMA di Indonesia tidak semata-mata menguntungkan investor tapi juga bagi Indonesia sendiri, kegiatan tersebut akan memberikan keuntungan materi, bagi pemerintah, mendapatkan tambahan pajak yang merupakan salah satu sumber devisa negara dan ketersediaan lapangan pekerjaan mengakibatkan kurangnya pengangguran.2

Suatu negara tidak dapat berdiri sendiri untuk memenuhi kebutuhannya dalam terutama dalam bentuk modal. Dewasa ini hampir semua negara, khususnya negara berkembang membutuhkan modal asing. Modal asing itu merupakan suatu hal yang semakin penting bagi pembangunan suatu negara.

2


(14)

Sehingga kehadiran investor asing nampaknya tidak mungkin dihindari. Permasalahannya adalah bahwa kehadiran investor asing ini sangat dipengaruhi oleh kondisi internal suatu negara, seperti stabilitas ekonomi, politik negara, dan penegakan hukum.

Modal asing yang dibawa investor merupakan hal yang sangat penting sebagai alat untuk menggerakkan perekonomian suatu negara.Untuk itu diperlukan adanya pengaturan pemerintah yang konsisten dan terpadu agar dapat memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak yaitu antara investor dengan negara Indonesia.

Pemerintah menetapkan bidang-bidang usaha yang memerlukan penanaman modal dengan berbagai peraturan. Selain itu, pemerintah juga menentukan besarnya modal dan perbandingan antara modal nasional dan modal asing. Hal ini dilakukan agar penanaman modal tersebut dapat diarahkan pada suatu tujuan yang hendak dicapai. Berbagai strategi untuk mengundang investor asing telah dilakukan. Hal ini didukung oleh arah kebijakan ekonomi UU No.25 Tahun 2000 tentang PROPENAS( Program Pembangunan Nasional) salah satu kebijakan ekonomi tersebut adalah mengoptimalkan peranan pemerintah dalam mengoreksi ketidaksempurnaan pasar dengan menghilangkan seluruh hambatan yang menggunakan mekanisme pasar, melalui regulasi, layanan publik, subsidi dan insentif yang dilakukan secara transparan dan diatur dengan undang-undang.

Kebijakan mengundang investor asing adalah untuk meningkatkan potensi ekspor dan substitusi impor, sehingga Indonesia dapat menigkatkan penghasilan devisa dan menghemat devisa, oleh karena itu usaha-usaha di bidang


(15)

pertambangan mineral dan batubara diberi prioritas dan fasilitas. Alasan kebijakan yang lain yaitu agar terjadi peningkatan teknologi yang dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional Indonesia3

Usaha pemerintah untuk selalu memperbaiki ketentuan yang berkaitan dengan penanaman modal asing antara lain dilakukan dengan memperbaiki peraturan dan pemberian paket yang menarik bagi investor asing. Pada akhirnya harus tetap diingat bahwa maksud diadakannya penanaman modal asing hanyalah sebagai pelengkap atau penunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Pada hakekatnya pembangunan tersebut harus bijaksana dan hati-hati dalam memberikan persetujuan dalam penanaman modal asing agar tidak menimbulkan ketergantungan pihak asing yang akan menimbulkan dampak yang buruk bagi negara ini di kemudian hari.

.

4

Kebijaksanaan bidang usaha bagi penanaman modal khususnya penanaman modal asing sangat penting oleh karena dengan adanya kebijaksanaan

Adanya pengaturan dan penetapan bidang usaha bagi penanaman modal oleh pemerintah, tentunya harapan dari pemerintah untuk mengarahkan penanaman modal sesuai dengan rencana pembangunan nasional maupun kebutuhan dan perkembangan keadaan bangsa Indonesia. Untuk itu penentuan bidang usaha bagi penanaman modal khususnya penanaman modal asing sangat wajar dan sesuai dengan landasan dan dasar negara untuk mengundang penanaman modal khususnya PMA masuk ke Indonesia.

3

Raharja, Op. Cit, hal.12.

4

Mahmul Siregar. Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal. (Medan :USU Sekolah Pasca Sarjana, 2006), hal. 99.


(16)

per bidang usaha dan pengembangannya diharapkan adanya kepastian berusaha bagi penanaman modal.

Bidang usaha pertambangan adalah salah satu bidang usaha yang terbuka bagi PMA. Dengan dikeluarkannya undang-undang penanaman modal yakni UU Nomor 1 Tahun 1967 dan UU Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, dimana bidang usaha pertambangan merupakan bidang usaha yang mendapatkan prioritas utama dari pemerintah sebelum dan sesudah diterbitkannya undang-undang penanaman modal baik asing maupun dalam negeri. Adapun bidang usaha pertambangan meliputi pertambangan minyak bumi (mentah), gas bumi, batubara, logam timah, bijih nikel, bauksit, pasir besi, emas, perak, serta konsentrat tembaga. PT. Freeport Sulphur Incorporated dan PT INCO Indonesia merupakan pioneer dalam penanaman modal asing di bidang pertambangaan. Baru kemudian menyusul beberapa perusahaan asing yang bergerak di bidang pertambangan minyak (mentah) dengan melibatkan Badan Usaha Milik Negara yakni Pertamina dengan suatu kontrak karya yang melalui beberapa fase kemudian diganti dengan production sharing (bagi hasil).

Mineral dan batubara (Minerba) yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan. Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang merupakan kegiatan


(17)

usaha pertambangan di luar panas bumi, minyak, dan gas bumi serta air tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan dan semua kekayaan yang terkandung dalam bumi Indonesia dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat seperti yang tertulis pada UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3.

Masalah yang up to date menjadi sorotan publik karena menyangkut rasa nasionalisme adalah masalah divestasi. Pengertian divestasi ditemukan dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Divestasi adalah jumlah saham asing yang ditawarkan untuk dijual kepada peserta Indonesia. Karena adanya kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam pengertian divestasi tersebut maka perlu dilengkapi dan disempurnakan. Kelemahan divestasi misalnya kerugian dari divestasi yaitu berkurangnya aset kepemilikan dari perusahaan yang menjual perusahaannya kepada swasta. Divestasi saham adalah pengalihan sejumlah saham dari penanaman modal asing kepada pihak lainnya, baik dilakukan secara langsung maupun lelang dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.5

Perjanjian jual beli saham merupakan perjanjian yang dibuat antara penanaman modal asing dengan pihak lainnya, dimana penanam modal asing menjual saham yang dimilikinya, dan pihak pembeli berkewajiban membayarnya secara kontan. Ada dua pihak dalam divestasi saham, yaitu:

5

Erman RajagukgukHukum Investasi di Indonesia, Anatomi Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, (Jakarta; Fakultas Hukum Universitas Al- Azhar Indonesia, 2007), hal 48.


(18)

1. Penanam modal asing yang bergerak dibidang pertambangan; dan 2. Pihak lainnya

Pihak lainnya telah ditentukan secara sistematis dalam pasal 97 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, pihak lainnya yaitu:

1. Pemerintah

2. Pemerintah Daerah

3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 4. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 5. Badan Swasta Milik Nasional

Namun menyangkut masalah divestasi saham pertambangan Minerba ini sering kali menjadi sengketa antara investor dan Pemerintah Indonesia, baik daerah maupun pemerintah pusat. Kerap terjadinya benturan antara pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mengenai divestasi saham pertambangan mineral dan batubara mengakibatkan permasalahan yang cukup panjang mengenai hak kepemilikan divestasi saham tersebut. Baik pemerintah pusat maupun daerah kerap kali beranggapan bahwa divestasi tersebut layak mereka miliki sehingga menjadi perdebatan yang cukup alot bagi pemerintah daerah dan pemerintah pusat6

6

Karina, Newmont.

. Hal seperti ini sering terjadi di Indonesia misalnya seperti kasus kepemilikan divestasi saham pertambangan PT Newmont Nusa Tenggara antara pemerintah pusat dan daerah yang sangat alot penyelesaiannya. Dalam hubungan

2013).


(19)

hukum kontrak karya, sengketa yang sering terjadi adalah terkait dengan nasionalisasi dimana keharusan pemegang saham asing untuk melakukan divestasi atas saham yang dimilikinya.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Penulis berminat menulis skripsi dengan judul “Perimbangan Kepentingan Pemerintah Pusat dengan Daerah dalam Divestasi Saham di Perusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara Menurut UU No. 25 Tahun 2007”.

B. Perumusan Masalah

Dengan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah yang menjadi pertimbangan perlunya pengaturan divestasi saham asing dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia?

2. Bagaimana pengaturan divestasi saham asing dalam bidang usaha pertambangan mineral dan batubara?

3. Bagaimana perimbangan kepentingan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam divestasi saham asing pada perusahaan pertambangan mineral dan batubara?


(20)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

a. Untuk mengetahui pertimbangan-pertimbangan yang mendasari perlunya pengaturan divestasi saham asing dalam kegiatan penanaman modal asing di Indonesia.

b. Untuk mengetahui pengaturan divestasi saham asing dalam bidang usaha pertambangan mineral dan batubara.

c. Untuk mengetahui perimbangan kepentingan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam divestasi saham asing pada perusahaan pertambangan mineral dan batubara.

2. Manfaat Penulisan

Manfaat yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Secara Teoritis

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan Ilmu Hukum pada umumnya, perkembangan hukum ekonomi pada khususnya mengenai kewajiban divestasi pada penanaman asing di bidang pertambangan Minerba sesuai dengan UU No.9 Tahun 2009 dan PP No.23 Tahun 2010.

b. Secara Praktis 1. Bagi Pemerintah

Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan divestasi saham pertambangan Minerba di Indonesia.


(21)

2. Bagi Masyarakat

Sebai bahan referensi dan menambah wawasan masyarakat mengenai divestasi saham pertambangan masyarakat.

3. Bagi Akademisi

Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan bagi penulis dalam disiplin ilmu yang ditekuni penulis dan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan informasi dalam melakukan penelitian masa yang akan datang.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini berjudul “Perimbangan Kepentingan Pemerintah Pusat dengan Daerah dalam Divestasi Saham di Perusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara Menurut UU No. 25 Tahun 2007”. Setelah melakukan Penelusuran ke Perpustakaan Fakultas dan Perpustakaan Besar Universitas Sumatera Utara, hal ini belum pernah diangkat ataupun ditulis, kalaupun ada substansi pembahasannya berbeda dengan pembahasan yang dipaparkan dalam skripsi ini.

Adapun judul yang berkaitan dengan judul skripsi ini adalah skripsi yang berjudul “Kewajiban Divestasi pada Penanaman Modal Asing di Bidang Pertambangan Umum” yang ditulis oleh Adi Agustina Girsang (USU) pada tahun 2010 di dalamnya memuat kewajiban divestasi pada penanaman modal asing di bidang pertambangan umum. Perbedaan dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian Adi Girsang membahas divestasi pada pertambangan umum, sementara saya membahas pertambangan yang lebih khusus yaitu divestasi pertambangan


(22)

mineral dan batubara mengenai perimbangan kepentingan antara pusat dan daerah.

Selain judul diatas skripsi yang berkaitan dengan judul diatas adalah “Aspek Hukum Kontrak Karya Dalam Investasi Pertambangan Umum” yang ditulis oleh Dewi pada tahun 2011 di dalamnya memuat aspek hukum kontrak karya dalam investasi pertambangan umum. Begitu juga dalam penelitian Dewi yang membahas kontrak karya pada pertambangan umum sementara saya membahas divestasi pada pertambangan mineral dan batubara dalam pertimbangan antara pemerintah pusat dan daerah menurut UU No. 25 Tahun 2007.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut di atas, maka penulis mengatakan bahwa penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan. Penulisan skripsi ini merupakan hasil pemikiran penulis dibantu dengan referensi buku-buku, media cetak dan elektronik dan bantuan dari pihak-pihak tertentu. Dengan demikian, keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara alamiah.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Penanaman Modal Asing

Penanaman modal asing menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No.25 Tahun 2007 adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing,


(23)

baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.7

Menurut Sunarjati Hartono, pengertian penanaman modal asing dalam UUPMA adalah direct investment, yang biasanya dipertentangkan dengan portofolio investment, dimana pemilik modal asing hanya memiliki sejumlah saham dalm suatu perusahaan, tanpa mempunyai kekuasaan langsung dalm manajemen perusahaan.8 Beliau menyatakan bahwa UUPMA tidak memberikan batasan dan penegasan yang cukup antara penanaman modal asing menurut UUPMA dengan penanaman asing lewat membeli saham-saham dari perusahaan Indonesia yang telah ada atau kredit luar negeri yang baik yang diberikan kepada atau melalui pemerintah Indonesia, maupun yang diberikan swasta asing kepada Indonesia secara terang-terangan atau diam-diam. Direct investment dapat berupa valuta asing (foreign exchange), barang-barang (alat-alat), atau keahlian, baik dalam cara organisasi atau pemasaran.9

a. Investasi di pasar uang : deposito, sertifikat BI.

Investasi tidak langsung (indirect investment) atau investasi portofolio adalah investasi pada aset finansial (financial assets):

b. Investasi di pasar modal : saham, obligasi, opsi, warrant.

Sumber-sumber dana untuk investasi ini berasal dari aset yang dimiliki saat ini, pinjaman dari pihak lain, dan tabungan.

7

Undang-Undang Penanam Modal Nomor 25 Tahun 2007.

8

C.F.G. Sunarjati Hartono, Beberapa Masalah Transnasional dalam Penanaman ModalAsing di Indonesia, (Bandung : Bina Cipta, 1972), hal 3.

9


(24)

2. Divestasi Saham Asing

Istilah divestasi berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu divestment. Pengertian divestasi ditemukan dalam Pasal 1 Angka 13 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Investasi Pemerintah dan Pasal 1 Angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PM.05/2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Divestasi terhadap Investasi Pemerintah.

Dalam definisi ini, divestasi dikonstruksikan sebagai jual-beli. Subjeknya adalah pemerintah dengan pihak lainnya. Pihak lainnya berupa orang atau badan hukum. Hal yang menjadi objek jual-belinya, yaitu surat berharga dan aset pemerintah.

Pada dasarnya divestasi bukanlah terminologi hukum melainkan terminologi ekonomi yang menyebutkan bahwa divestasi (divestment) adalah penyertaan/pelepasan sebuah investasi, seperti saham oleh pemilik saham lama, tindakan penarikan kembali peneyrtaan modal yang dilakukan perusahaan model ventura dari perusahaan pasangan usahanya, divestasi model ventura dapat dilakukan dengan beberapa cara.10

Defenisi dari divestasi saham asing adalah jumlah saham asing yang harus ditawarkan untuk dijual kepada peserta Indonesia. Perusahaan asing wajib melakukan divestasi setelah 5 (lima) tahun berproduksi secara berahap.11

10

Salim dan Budi, Hukum Investasi di Indonesia,2008, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, hal 152.

Definisi lain tentang divestasi dikemukakan oleh Sally Wehmeir, yaitu:


(25)

“The act ot selling the shares you have bought in company or taking money away ave invested.”

(Divestasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang penjualan saham yang dimiliki oleh perusahaan atau cara mendapatkan uang dari investasi yang dimiliki oleh seseorang)12

(Dalam definisi ini, divestasi dikonstruksikan sebagai keputusan perusahaan untuk meningkatkan nilai penting aset yang dimiliki perusahaan. Tujuannya dapat meningkatkan kekuatan perusahaan dalam mengubah struktur aset dan pengalokasian sumber daya)

.

Ahli lain yang menganalisis tentang pengertian divestasi adalah Miriam Flickinger. Divestasi didefinisikan

“As a firm’s decision to dispose of a significant portion of its ases, can increase the strength of a firm by changing its ase structure and its resource allocation patterns.

13

3. Kontrak Karya .

Kontrak karya atau KK adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pengusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif, dan batu bara.

12

Ampuh. Divestasi dan Kontrak Karya.

4 Juni 2013).

13

Ampuh. Divestasi dan Kontrak Karya.

4 Juni 2013).


(26)

Ismail Suny mengartikan kontrak karya sebagai berikut: “kerja sama modal asing dalam bentuk kontrak karya (contract of work) terjadi apabila penanaman modal asing membentuk satu badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan kerja sama dengan satu badan hukum yang mempergunakan modal nasional”.14

Definisi ini ada kesamaan dengan definisi yang dikemukakan oleh Sri Woelan Aziz. Ia mengartikan kontrak karya adalah: “suatu kerja sama di mana pihak asing membentuk suatu badan hukum Indonesia ini bekerja sama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional”.15

a. adanya kontraktual, yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak,

Definisi ini merupakan definisi yang lengkap karena di dalam kontrak karya tidak hanya mengatur hubungan hukum antara para pihak, namun juga mengatur tentang objek kontrak karya. Dengan demikian, dapat dikemukakan unsur-unsur yang melekat dalam kontrak karya, yaitu:

b. adanya subjek hukum, yaitu Pemerintah Indonesia/Pemerintah Daerah (provinsi/kabupaten/kota) dengan kontraktor asing semata-mata dan/atau golongan antara pihak asing dengan pihak Indonesia,

c. adanya objek, yaitu eksplorasi dan eksploitasi, d. dalam bidang pertambangan umum, dan

14

Salim, Hukum Pertambangan di Indonesia.(Jakarta : PT Rajagrafindo Persada: 2005). hal 129.

diakses pada 12 Juli 2014.


(27)

e. adanya jangka waktu di dalam kontrak.16

Kontrak karya dalam bidang pertambangan dapat dilakukan dengan persyaratan:

1. kerja sama dengan pemerintah;

2. kontrak karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan pemerintah dimana pihak asing sebagai kontraktor;

3. mendapat pengesahan dari pemerintah setelah konsultasi dengan DPR. Penentuan persyaratan yang demikian adalah mengingat bahwa pemerintah merupakan pemegang kuasa pertambangan sehingga swasta (asing) hanya dapat bertindak sebagai kontraktor unutk mengusahakan suatu bidang tertentu seperti eksploitasi dan eksplorasi.17

Dalam kaitan hubungan ini terdapat perbedaan pendapat menurut Sunaryati Hartono yang menyatakan bahwa hubungan pemerintah dengan lawan kontraknya (dalam joint venture) kadang sebagai pihak (partner) dan

Dalam kontrak karya pemerintah merupakan badan hukum publik yaitu merupakan badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum. Sebagai badan hukum publik pemerintah dapat melakukan hubungan keperdataan. Pemerintah dalam hubungan keperdataan dapat bertindak sebagai subyek yang tidak berbeda dengan subyek hukum perorangan aatu badan-badan hukum keperdataan pada umunya. Hubungan keperdataan timbul dari perbuatan keperdataan. Misalnya melakukan kontrak dengan subyek hukum lainnya. Negara dalam melakukan hubungan keperdataan, dilakukan oleh pemerintah.

16

Ibid, hal 130.

17

Dhaniswara K. Harjono, Aspek Hukum Dalam Bisnis. PT Rajagrafindo Persada, 2007. hal 170.


(28)

juga sebagai pemerintah. Sedangkan menurut Bagir Manan hubungan antara pemerintah dan lawan kontraknya adalah hubungan kesederajatan, dan pendapat lain seperti yang diungkapkan oleh Mariam Darus Badrulzaman berpendapat bahwa kedudukan pemerintah lebih tinggi (tidak sederajat) dengan lawan kontraknya. Dengan demikian hal ini berdampak pada kontrak Penanaman Modal Asing sesungguhnya tidak hanya berlaku peraturan hukum perjanjiannya saja, tetapi juga berlaku perjanjian hukum internasional. Dengan demikian berlaku hubungan yang tidak diistimewakan apabila suatu badan pemerintah yang mengadakan kontrak dengan warga masyarakat atau badan hukum, dalam asas hukum perdata dipandang berkedudukan sejajar dengan lawan kontraknya18

Sementara itu menurut Jhon Clark dalam Dictionary and Financce Terms, Divestasi (divestment) adalah : sale or of parts a company, generally in a attemp to improve effiency by cutting loss-marking businesses and/or . Hubungan kesederajatan ini tidak menunjukkan keistimewaan dalam penyusunan maupun pelaksanaan kontrak karya. Sehingga akan tampak hubungan para pihak dalam kontrak karya bersifat hubungan kontraktual belaka. Perjanjian karya pertambangan umum adalah suatu perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dengan nasional (dalam rangka PMA) untuk pengusahaan pertambangan Minerba dengan berpedoman kepada Undang-Undang No.4 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

18

Sunarjati Hartono. Beberapa Masalah Transnasional dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia. (Bandung : Bina Cipta, 1972), hal 127.


(29)

concentrating on one product or industry. Divestment is therefore the opposite process to merger (penjualan atau bagian perusahaan, umumnya dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi dengan memotong kerugian bisnis atau berkonsentrasi pada satu produk atau industri. Oleh karena itu, divestasi adalah proses yang berlawanan dengan merger). Defenisi di atas hampir sejalan dengan defenisi yang diberikan oleh Haro Johannsen G. Terry Page dalam International Dictionary of Management, yakni divestasi (divestment) adalah Esthabilishing and elimining unprofitable activities of business.19

4. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Dari defenisi-definisi di atas terlihat bahwa tindakan pelepasan saham dilakukan karena pertimbanagan bisnis semata seperti untuk mempertahankan profitabilitas perusahaan. Namun dalam konteks skripsi ini yang dimaksud dengan divestasi adalah divestasi wajib, artinya pelepasan saham dilakukan bukan karena pertimbangan bisnis, tetapi lebih kepada memenuhi kewajiban kontraktual dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Divestasi demikian lebih cocok dikatakan sebagai divestasi wajib, maksudnya wajib dilakukan karena ketentuan kontrak dan atau Undang-Undang.

Pemerintahan pusat adalah penyelenggara pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni Presiden dengan dibantu seorang Wakil Presiden dan oleh menteri- menteri negara. Atau dengan kata lain, pemerintahan pusat adalah pemerintahan secara nasional yang berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia.

19

Johannsen, Hero, Terry Page, International Dictionary Of Management,(New Delhi : Hagan Page India PVT, 2002), hal 45.


(30)

Pemerintahan pusat terdiri atas perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari presiden dan para pembantu presiden, yaitu wakil presiden, para menteri, dan lembaga-lembaga pemerintahan pusat. Lembaga negara dalam sistem pemerintahan pusat dibagi menjadi tiga kekuasaan, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kewenangan pemerintah pusat menurut UUD 1945 juga menyatakan bahwa pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten) diberi kewenangan untuk menjalankan pemerintahan sendiri dengan otonomi seluas- luasnya (Bab VI) pasal 18 ayat 5 UUD 1945 hasil amandemen. Otonomi artinya kekuasaan untuk mengatur daerahnya sendiri. Namun demikian ada urusan-urusan pemerintahan yang tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat, yaitu :

a. Urusan Politik Luar Negeri b. Urusan Pertahanan

c. Urusan Keamanan d. Urusan Yustisi e. Urusan Agama f. Urusan Moneter

Pemerintahan Daerah UUD 1945 pada hasil amandemen pada Bab VI pasal 18 ayat 3: ”Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.” Pada ayat 4: ”Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.” Menurut UU No. 32 tahun 2004 pada pasal 1 ayat 2 : pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh


(31)

pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

Kewenangan Pemerintahan Daerah kewenangan pemerintahan daerah mencakup semua urusan dalam bidang pemerintahan, kecuali urusan-urusan yang menjadi kewenangan pemerintahan pusat Kewenangan pemerintah daerah, menurut UU No. 32 Tahun 2004, ada kewenangan yang bersifat wajib dan yang bersifat pilihan.20

Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah adalah hal yang sangat berkaitan. Antara kepentingan pusat dan daerah adalah hal yang

Kewenangan-kewenangan pemerintahan daerah yang bersifat wajib, menurut UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah disebutkan sebagai berikut.

1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan,

2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang,

3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, 4. Penyediaan sarana dan prasarana umum,

5. Penanganan kesehatan,

6. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial, dan

7. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.


(32)

berkesinambungan, sehingga dalam penentuan kepemilikan divestasi saham pertambangan harus melihat kepentingan secara nasional.

Masalah divestasi memang menjadi hal krusial dalam pembahasan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara maupun peraturan pelaksananya. Baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, perusahaan asing maupun swasta, mempunyai kepentingan masing-masing. Apalagi selama ini divestasi kerap menuai sengketa antara pemerintah dengan perusahaan asing yang mendivestasikan sahamnya. Beberapa kasus yang mencuat antara lain divestasi saham PT Kaltim Prima Coal yang akhirnya dimiliki oleh Grup Bakrie. Kasus lain yang teranyar adalah Tenggara yang akhirnya berujung gugatan ke arbitrase internasional.

Belajar dari kasus-kasus tersebut, pemerintah nampaknya lebih berhati-hati dalam merumuskan ketentuan divestasi. Buktinya, dapat dilihat ketentuan divestasi yang terkandung dalam PP No. 23/2010. Pasal 97 menyebutkan, modal asing pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) setelah 5 tahun sejak berproduksi wajib melakukan divestasi sahamnya, sehingga sahamnya paling sedikit 20 persen dimiliki peserta Indonesia. Jumlah saham yang dimiliki perusahaan Indonesia yang membeli saham hasil divestasi tersebut, tidak boleh terdilusi menjadi lebih kecil dari 20 persen apabila terjadi peningkatan jumlah modal perseroan (Pasal 98).

Divestasi saham dilakukan secara langsung kepada peserta Indonesia yang terdiri atas pemerintah, Pemerintah daerah provinsi (pemprov), atau Pemerintah daerah (Pemda) kabupaten/kota, BUMN, BUMD, atau Badan Usaha Swasta


(33)

Nasional. Apabila pemerintah tidak bersedia membeli saham perusahaan yang akan didivestasi, ditawarkan kepada Pemprov atau Pemda Kabupaten/Kota.

Apabila Pemprov atau Pemda Kabupaten/Kota tidak bersedia juga, ditawarkan kepada BUMN dan BUMD melalui cara lelang. Lalu, apabila BUMN dan BUMD juga tidak bersedia membeli saham, ditawarkan kepada Badan Usaha Swasta Nasional dilaksanakan dengan cara lelang.

Penawaran saham dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 hari kalender sejak 5 tahun dikeluarkannya izin operasi produksi tahap penambangan. Pemerintah, Pemprov, Pemda Kabupaten/Kota, BUMN, dan BUMD harus menyatakan minatnya dalam jangka waktu paling lama 60 hari kalender setelah tanggal penawaran.

Apabila Pemerintah dan Pemprov atau Pemda Kabupaten/Kota, BUMN, dan BUMD tidak berminat membeli divestasi saham, saham ditawarkan kepada Badan Usaha Swasta Nasional dalam jangka waktu paling lama 30 hari kalender. Sementara Badan Usaha Swasta Nasional harus menyatakan minatnya dalam jangka waktu paling lama 30 hari kalender setelah tanggal penawaran.

Pembayaran dan penyerahan saham yang dibeli oleh peserta Indonesia dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 90 hari kalender setelah tanggal pernyataan minat atau penetapan pemenang lelang.

Apabila divestasi tidak tercapai, penawaran saham akan dilakukan pada tahun berikutnya berdasarkan mekanisme seperti tadi.21


(34)

F. Metode Penelitian

Pengumpulan data dan informasi untuk penulisan skripsi ini telah dilakukan memalui pengumpulan data yang diperlukan untuk mendukung penulisan skripsi ini. Untuk dapat merampungkan penelitian ini agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah yang relevan. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka dipergunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai peraturan perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dalam permasalahan dalam skripsi (law in book). Penelitian hukum normatif ini disebut juga penelitian doktrinal atau hukum dikonsepkan sebagai kaedah atau norma yang merupakan yang menjadi patokan hidup manusia yang dianggap pantas. Penelitian ini bersifat deskriftif. Penelitian yang bersifat deskriftif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena hukum yang ada dimasyarakat terhadap kasus yang diteliti, pada penelitian ini menjelaskan bagaimana pertambangan Minerba di Indonesia, serta tata cara divestasi saham asing pada pertambangan Minerba sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku pada perimbangan kepentingan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.22

pukul 14:45).


(35)

2. Sumber Data

Dalam penyusunan skripsi ini, digunakan data sekunder, yang meliputi: 1. Bahan Hukum Primer, yaitu : bahan hukum yang mengikat berupa

peraturan perundang-undangan yakni Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Minerba serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan penanaman modal di bidang pertambangan.

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu : bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian atau pendapat para pakar hukum.

3. Bahan Hukum Tersier atau bahan penunjang, yang mencakup literatur-literatur lain di luar cakupan bahan hukum primer dan sekunder yang digunakan untuk memberi penjelasan tambahan untuk memberi penjelasan tambahan untuk melengkapi data penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan data penelitian ini adalah penelitian kepustakaan ( library research ) yang merupakan pengumpulan data melalui literatur atau dari sumber bacaan berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan dan bahan bacaan lainnya yang terkait dengan masalah yang diteliti. Data yang diperoleh oleh peneliti adalah dengan membaca kasus divestasi pertambangan yang ada di Indonesia dan secara khusus divestasi pertambanagan Minerba dan mengkajinya dengan UU No 25 Tahun 2007. Serta membaca penelitian-penelitian terdahulu


(36)

yang menyangkut penanaman modal asing dan divestasi saham pada pertambangan Minerba dan mengkaji data yang dikeluarkan oleh Direkorat Jendral Mineral dan Batubara.

4. Analisis data

Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara prespektif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif . Metode deduktif dilakukan dengan cara membaca, menafsirkan dan membandingkan sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, sehingga dipeoleh kesimpulan yang sesuai dengan penelitian yang telah dirumuskan.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II : PERTIMBANGAN PERLUNYA PENGATURAN DIVESTASI

SAHAM ASING DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA


(37)

Pada bab ini yang akan dibahas adalah tinjauan umum mengenai penanaman modal asing dalam pertambangan Minerba seperti istilah dan tujuan kontrak karya, sejarah, landasan hukum, prosedur dan syarat-syarat, pejabat yang berwewenang menandatangani dan bentuk dan substansi kontrak karya. Pada bab ini juga akan membahas mengenai pengaturan modal asing di bidang pertambangan Minerba dan pertimbangan perlunya divestasi saham asing dalam kegiatan penanaman modal asing di Indonesia.

BAB III : PENGATURAN DIVESTASI SAHAM ASING DALAM PERUSAHAAN YANG BERGERAK DI PERTAMBANGAN MINERBA

Pada bab ini akan membahas pengertian divestasi asing dan pengaturannya dalam perundang-undangan Indonesia, aspek hukum penanaman modal asing, pembatasan pemilikan saham asing dan divestasi saham asing pada pertambangan Minerba. BAB IV : PERIMBANGAN KEPENTINGAN PEMERINTAH PUSAT

DAN DAERAH DALAM DIVESTASI SAHAM ASING PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERBA

Pada bab ini akan membahas aspek hukum yang mengatur kepemilikan divestasi antara pemerintah pusat dan daerah, proses divestasi saham yang harusnya dilakukan antara pusat dan daerah dan pada bab ini akan membahas perimbangan kepentingan pemerintah pusat dan daerah dalam divestasi saham asing pada perusahaan pertambangan Minerba.


(38)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dari permasalahan yang telah dibahas dan saran-saran yang berkaitan dengan permasalahan bagi pihak-pihak yang terkait dengan judul skripsi ini.


(39)

BAB II

PERTIMBANGAN PERLUNYA PENGATURAN DIVESTASI SAHAM ASING DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL ASING DI

INDONESIA

A. Sejarah Pengaturan Penanaman Modal Asing di Bidang Pertambangan Minerba

1. Istilah dan Pengertian Kontrak Karya

Istilah kontrak karya merupakan terjemahan dari bahasa Inggris , yaitu kata contract of work. Dalam Pasal 10 UU No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Umum, istilah ini lazim digunakan adalah perjanjian karya. Dalam hukum Australia yang digunakan adalah kontrak karya, istilah yang digunakan adalah indenture, friendchise agreement, state agreement or goverment agreement23

Dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara telah ditentukan pengertian kontrak karya. Kontrak Karya (KK) adalah suatu perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dengan nasional (dalam rangka PMA) untuk pengusahaan mineral dengan berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing

.

23

Sony Rospita. Tidak Aneh Bila Sistem Kontrak Pertambangan Lebih Disukai PMA. (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2009). hal 3.


(40)

serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Umum.24

Ismail Suny mengartikan kontrak karya sebagai berikut: “kerja sama modal asing dalam bentuk kontrak karya (contract of work) terjadi apabila penanaman modal asing membentuk satu badan hukum Indonesia dan badan Dalam definisi ini kontrak karya dikonstruksikan sebagai sebuah perjanjian.Subjek perjanjian itu adalah Pemerintah Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau joint venture antara perusahaan asing dan perusahaan nasional.Objeknya adalah pengusahaan mineral. Pedoman yang digunakan dalam implementasi kontrak karya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Umum.

Definisi lain dari kontrak karya, dapat di baca dalam Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2004Nomor 1614 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Dalam ketentuan itu, disebutkan pengertian kontrak karya.

Kontrak karya atau KK adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pengusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif, dan batu bara.

24

Pasal 1 KeputusanMenteriPertambangandanEnergiNomor 1409.K/201/M.PE/1996 tentang Tata Cara PengajuanPemrosesanPemberianKuasaPertambangan, IzinPrinsip,


(41)

hukum inimengadakan kerja sama dengan satu badan hukum yang mempergunakan modal nasional”.25

Dengan demikian, definisi kontrak karya di atas perlu dilengkapi dan disempurnakan yaitu dengan kontrak karya adalah: “suatu perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan kontrakror asing semata-mata dan/atau merupakan patungan antara badan hukum domestik untuk melakukan kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi dalam bidang pertambangan umum, sesuai dengan jangka waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak”.

Definisi ini ada kesamaan dengan definisi yang dikemukakan oleh Sri Woelan Aziz. Ia mengartikan kontrak karya adalah: “suatu kerja sama dimana pihak asing membentuk suatu badan hukum Indonesia ini bekerja sama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional”.

Kedua pandangan di atas melihat bahwa badan hukum asing yang bergerak dalam bidang kontrak karya harus melakukan kerja sama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional. Namun, didalam peraturan perundang-undangan tidak mengharuskan kerja sama dengan badan hukum Indonesia dalam pelaksanaan kontrak karya. Pertanyaannya sekarang bagaimana dengan kontrak karya yang seluruh modalnya dari pihak asing, seperti halnya PT Freeport Indonesia. Sumber pembiayaan perusahaan ini 100 % dari pihak asing, dan perusahaan ini tidak bekerja sama dengan modal domestik.

26

Definisi ini merupakan definisi yang lengkap karena di dalam kontrak karya tidak hanya mengatur hubungan hukum antara para pihak, namun juga

25

Salim, Op. Cit, hal 128.

26


(42)

mengatur tentang objek kontrak karya. Dengan demikian, dapat dikemukakan unsur-unsur yang melekat dalam kontrak karya, yaitu:

a. adanya kontraktual, yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak,

b. adanya subjek hukum, yaitu Pemerintah Indonesia/pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) dengan kontraktor asing semata-mata dan/atau golongan antara pihak asing dengan pihak Indonesia,

c. adanya objek, yaitu eksplorasi dan eksploitasi, d. dalam bidang pertambangan umum, dan e. adanya jangka waktu di dalam kontrak.27

Dengan adanya Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 1614 Nomor 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing, maka pemerintah daerah, tidak lagi menjadi salah satu pihak dalam kontrak karya, sedangkan para pihaknya adalah Pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan badan hukum Indonesia

Jangka waktu berlakunya kontrak karya tergantung kepada jenis kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan. Jangka waktu berlakunya kegiatan eksploitasi adalah tiga puluh tahun. Jangka waktu itu juga dapat diperpanjang.

27


(43)

2. Sejarah Perkembangan Kontrak Karya

Sistem kontrak dalam dunia pertambangan Indonesia telah dikenal sejak masa penjajahan Hindia Belanda, khususnya ketika mineral dan logam mulai menjadi komoditas yang menggiurkan. Melalui Indische Mijnwet 1899, Hindia Belanda mendeklarasikan penguasaan mereka atas mineral dan logam di perut bumi Nusantara. Sejak saat itu, perbaikan kebijakan dilakukan, antara lain tahun 1910 dan 1918, juga dilengkapi dengan Mijnordonnantie (Ordonansi Pertambangan) pada tahun 1906. Perbaikan pada 1910 menambahkan pula Pasal 5a Indische Mijnwet, yang menjadi dasar bagi perjanjian yang sering disebut “5a contract”.28

a. Pemerintah Hindia Belanda mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan eksploitasi.

Inti ketentuan Pasal 5a Indische Mijnwet (IMW) adalah sebagai berikut:

b. Penyelidikan dan eksploitasi itu dapat dilakukan sendiri dan mengadakan kontrak dengan perusahaan minyak dalam bentuk kontrak 5a atau lazim disebut dengan sistem konsesi.

Sistem konsesi merupakan sistem di mana di dalam pengelolaan pertambangan umum kepada perusahaan pertambangan tidak hanya diberikan kuasa pertambangan, tetapi diberikan hak menguasai hak atas tanah. Jadi, hak yang dimiliki oleh perusahaan pertambangan adalah kuasa pertambangan dan hak atas tanah.

28


(44)

Perbedaan antara konsesi dan kontrak karya adalah dalam sistem konsesi, kontraktor diberikan keleluasaan untuk mengelola minyak dan gas bumi, mulai dari eksplorasi, produksi hingga penjualan minyak dan gas bumi. Pemerintah sama sekali tidak terlibat di dalam manajemen operasi pertambangan, termasuk dalam menjual minyak bumi yang dihasilkan. Jika berhasil, kontraktor hanya membayar royalti, sejumlah pajak dan bonus kepada Pemerintah. Dalam Indische Mijnwet (1899), royalti kepada Pemerintah ditetapkan sebesar 4 persen dari produksi kotor dan kontraktor diwajibkan membayar pajak tanah untuk setiap hektar lahan konsesi.

Prinsip-prinsip kerjasama di dalam sistem konsesi secara umum adalah sebagai berikut. Pertama, kepemilikan sumber daya minyak dan gas bumi dihasilkan berada di tangan kontraktor (mineral right). Kedua, kontraktor diberi wewenang penuh dalam mengelola operasi pertambangan (mining right). Ketiga, dalam batas-batas tertentu, kepemilikan aset berada di tangan kontraktor. Ke empat, negara mendapatkan sejumlah royalti yang dihitung dari pendapatan kotor. Kelima, kontraktor diwajibkan membayar pajak tanah dan pajak penghasilan dari penghasilan bersih, sedangkan kontrak karya (contract of work) diterapkan dengan terbitnya UU No 37 Prp tahun 1960 tentang Pertambangan, sekaligus mengakhiri berlakunya Indische Mijnwet (1899). Tidak seperti model konsesi, model kontrak karya ini hanya berlaku dalam periode yang relatif singkat, antara tahun 1960 – 1963. Dalam kontrak karya, kontraktor diberi kuasa pertambangan,


(45)

tetapi tidak memiliki hak atas tanah permukaan. Prinsip kerjasamanya adalah profit sharing, atau pembagian keuntungan antara Pemerintah dan kontraktor.29

Kontrak karya sedikitnya memuat lima ketentuan pokok. Pertama, setiap perusahaan minyak harus bertindak menjadi salah satu kontraktor perusahaan negara: Pertamina dan Permigan. Kontraktor yang sebelumnya tunduk pada sistem konsesi sebagaimana diatur dalam Indische Mijnwet (1899) harus melepaskan hak konsesinya. Kedua, perusahaan yang sudah beroperasi sebelumnya diberikan masa kontrak dua puluh tahun untuk melanjutkan eksploitasi di daerah konsesi yang lama. Mereka juga diberikan ijin untuk menyelidiki dan mengembangkan daerah baru yang berdampingan dengan daerah konsesi yang lama, dengan jangka waktu kontrak tiga puluh tahun. Ketiga, fasilitas pemasaran dan distribusi diserahkan kepada perusahaan negara yang mengontrak dalam jangka waktu lima tahun dengan harga yang telah disetujui bersama. Perusahaan asing setuju menyerahkan hasil minyak kepada organisasi distribusi dengan harga pokok ditambah US$ 0,1 per barel. Keempat, fasilitas kilang akan diserahkan kepada Indonesia dalam waktu sepuluh sampai lima belas tahun dengan nilai yang disetujui bersama. Perusahaan asing bersedia memasok minyak mentah untuk kilang-kilang tersebut dengan harga dasar pokok ditambah US$ 0,2 per barel untuk jangka waktu tertentu dan dalam jumlah hingga 25 persen dari minyak mentah lapangan minyak di Indonesia. Kelima, split antara Pemerintah dan kontraktor asing sebesar 60:40. Pemerintah akan menerima

pada 25 Juli 2014 pukul 17:43).


(46)

minimal 20 persen dari pendapatan kotor minyak yang dihasilkan setiap tahun oleh kontraktor asing.30

Empat bulan setelah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang diundangkan bulan Januari 1967, pemerintah pada bulan April menandatangani kontrak pertambangan pertama dengan Freeport McMoran dari Amerika. Kontrak tersebut dikenal dengan sebutan kontrak karya generasi I. Akibatnya warna Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan sangat kental dipengaruhi oleh kepentingan investor asing. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing menyatakan dengan eksplisit bahwa: “penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan atas suatu kerja sama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”

Pada awal kemerdekaan Indonesia hingga akhir kekuasaan Orde Lama, sistem kontrak pertambangan tidak berkembang. Bahkan pemerintah Soekarno mengeluarkan kebijakan nasionalisasi modal asing sehingga membatalkan semua kontrak pertambangan yang pernah ada. Pada masa pemerintahan Soeharto, kontrak karya di bidang pertambangan umum mengalami perkembangan yang cukup significant. Investasi di bidang pertambangan dimulai sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.

30

Casdira. Perkembangan Model Pengelolaan Migas.

pada 16 Juni 2014 WIB).


(47)

Dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan disebut dengan eksplisit bahwa: “menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor untuk pekerjaan yang belum mampu dikerjakan sendiri. Pemerintah mengawasi pekerjaan tersebut sedangkan perjanjiannya harus disetujui dahulu oleh pemerintah dengan berkonsultasi dengan DPR”.

Model awal kontrak karya bukanlah konsep yang dirancang Pemerintah Indonesia, melainkan hasil rancangan PT Freeport Indonesia. Awalnya Menteri Pertambangan Indonesia menawarkan kepada Freeport konsep “bagi hasil” berdasarkan petunjuk pelaksanaan kontrak perminyakan asing yang disiapkan pada waktu Pemerintahan Soekarno. Freeport menyatakan kontrak seperti itu hanya menarik untuk perminyakan yang dapat menghasilkan dengan cepat, tetapi tidak untuk pertambangan tembaga yang memerlukan investasi besar dan waktu lama untuk sampai pada tahap produksi. Ahli hukum, Freeport Bob Duke, menyiapkan sebuah dokumen yang didasarkan pada model “kontrak karya” yang pernah digunakan Indonesia sebelum diberlakukan “kontrak bagi hasil”.31

Secara singkat kontrak karya mengambil jalan tengah antara model konsesi pada zaman kolonial Belanda di mana kontraktor asing mendapat hak penuh terhadap mineral dan tanah, dengan model kontrak bagi hasil di mana

31

Frans. Freeport.


(48)

negara tuan rumah langsung mendapatkan hak atas perlatan dan prasarana dan dalam waktu singkat seluruh operasi menjadi milik negara.

Sejak Tahun 1967, kontrak karya yang dikenal pengusaha asing sebagai contract of work mengalami perubahan. Setiap perubahan dijadikan dasar sebutan bagi generasi kontrak.Oleh karena itu, dikenal kontrak karya generasi I hingga generasi VII. Padahal tidak ada perbedaan mendasar antara generasi I dengan lainnya kecuali kewajiban keuangan yang harus dipenuhi pada pemerintah.

3. Landasan Hukum Kontrak Karya

Kegiatan usaha pertambangan merupakan kegiatan yang syarat dengan investasi. Tanpa adanya investasi yang besar, usaha pertambangan umum tidak mungkin akan dapat dilakukan secara besar-besaran. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kontrak karya dapat dilihat dan dibaca pada berbagai peraturan perundang-undangan berikut ini:32

1. Penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu kerja sama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing Jo Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.

Ketentuan – ketentuan yang berkaitan dengan kontrak karya dapat dibaca dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang berbunyi sebagai berikut;

32


(49)

2. Sistem kerja sama atas dasar kontrak karya atau dalam bentuk lain dapat dilaksanakan dalam bidang-bidang usaha lain yang akan ditentukan oleh pemerintah.

Apabila diperhatikan ketentuan ini, kerja sama dalam bidang pertambangan dapat dilakukan dalam bentuk kontrak karya ,dan lainnya.

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri Jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman

Modal Dalam Negeri.

2. Pasal 10 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, yang berbunyi sebagai berikut:

a. Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau tidak dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah atau Perusahaan Negara yang bersangkutan selaku pemegang kuasa pertambangan.

b. Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor seperti yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara harus berpegang pada pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk dan syarat-syarat yang diberikan oleh menteri.

c. Perjanjian karya tersebut dalam ayat (2) pasal ini mulai berlaku sesudah disahkan oleh pemerintah setelah berkonsultasi dengan DPR apabila menyangkut eksploitasi golongan A sepanjang mengenai bahan-bahan


(50)

galian yang ditentukan dalam Pasal 13 undang-undang ini dan atau yang perjanjian kerjanya berbentuk penanaman modal asing.

4. Prosedur dan Syarat-syarat Permohonan Kontrak Karya

Setiap perusahaan pertambangan yang ingin memperoleh kontrak karya, harus mengajukan permohonan kontrak karya dalam rangka penanaman modal asing kepada pejabat yang berwenang. Pejabat berwenang menandatangani kontrak karya adalah Bupati/Walikota, Gubernur dan Menteri Energi Sumber Daya Mineral. Penandatanganan kontrak karya oleh pejabat ini disesuaikan dengan kewenangannya. Apabila wilayah kontrak yang dimohon berada dalam wilayah kabupaten, pejabat yang berwenang menandatangani kontrak karya adalah bupati/walikota, jika di dua kota/kabupaten yang berbeda maka yang menandatangani adalah gubernur. Sementara itu, apabila wilayah pertambangan yang dimohon berada di dua wilayah provinsi yang berbeda, yang berwenang menandatanganinya adalah Menteri Energi Sumber Daya Mineral dengan pemohon.33

i. Permohonan diajukan kepada bupati/walikota ,di dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453 K/29/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pertambangan Umum, telah ditentukan contoh format permohonan kontrak karya yang diajukan kepada bupati/walikota,

Prosedur permohonan kontrak karya pada wilayah kewenangan bupati/walikota, disajikan sebagai berikut:

33


(51)

ii. Bupati/walikota memberikan persetujuan prinsip,

iii. Bupati/walikota melakukan konsultasi kepda DPRD kabupaten/kota (standar kontrak disusun oleh pemerintah),

iv. Permohonan rekomendasi ke Dinas Penanaman Modal, v. Dinas Penanaman modal memberikan rekomendasi, dan vi. Bupati/walikota bersama pemohon menandatangani kontrak.

Kontrak yang ditandatangani tersebut ditembuskan kepada provinsi dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Prosedur permohonan kontrak karya pada wilayah gubernur disajikan sebagai berikut:

a. Permohonan diajukan ke gubernur

Format permohonan untuk mengajukan permohonan kontrak karya kepada gubernur adalah sama dengan format permohonan yang diajukan kepada bupati/walikota.

1) Gubernur memberikan persetujuan,

2) Gubernur melakukan konsultasi kepada DPRD provinsi (standar kontrak disusun oleh pemerintah),

3) Permohonan rekomendasi ke BMKMD, 4) DPRD provinsi memberikan rekomendasi, 5) BKPMD memberikan rekomendasi,

6) Gubernur bersama pemohon menandatangani kontrak, dan

7) Kontrak ditembuskan kepada kabupaten/kota dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.


(52)

Walaupun bupati/walikota dan gubernur diberikan kewenangan untuk menandatangani kontrak karya, namun substansi kontrak karya disiapkan oleh pemerintah. Ini menunjukan bahwa pemerintah pusat belum sepenuhnya menyerahkan kewenangan itu kepada pemerintah daerah. Di samping itu, pemerintah daerah belum mempunyai pengalaman yang cukup dalam penyusunan substansi kontrak karya.

Apabila substansi kontrak karya diserahkan kepada pemerintah daerah untuk menyusunnya, maka memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besra. Sementara investor menginginkan supaya kontrak karya dapat ditandatangani dalam waktu yang relatif cepat. Karena ditandatanganinya kontrak itu, investor dapat melaksanakan kegiatan eksplorasi terhadap sumber daya alam tambang.

5. Pejabat Yang Berwenang Menandatangani Kontrak Karya

Setiap orang atau badan hukum asing dan atau campuran antara badan hukum asing dengan badan hukum Indonesia yang ingin menanamkan modalnya di bidang pertambangan umum harus memenuhi prosedur dan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Pemerintah Indonesia, sebagaimana yang telah dipaparkan di atas.

Penanaman modal asing di bidang pertambangan umum dilaksanakan dalam bentuk kontrak karya. Kontrak karya tersebut ditandatangani oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan para pihak. Sejak bergulirnya otonomi daerah, kewenangan pemerintah pusat dalam menandatangani kontrak karya ini telah berkurang karena saat ini kewenangan untuk menandatangani kontrak karya diserahkan kepada pemerintah daerah, baik itu pemerintah provinsi, maupun


(53)

pemerintah kabupaten/kota. Kewenangan pemerintah daerah dalam menandatangani kontrak karya dilaksanakan mulai tanggal 1 Januari 2001.34

6. Bentuk dan Substansi Kontrak Karya

Sejak ditandatangani oleh para pihak, maka sejak saat itulah kontrak karya terjadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa momentum terjadinya kontrak karya adalah pada saat telah ditandatanganinya kontrak karya tersebut oleh kedua belah pihak. Dan sejak saat itulah timbul hak dan kewajiban para pihak.

Bentuk kontrak karya yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan penanam modal asing atau patungan antara perusahaan asing dengan perusahaan domestik untuk melakukan kegiatan di bidang pertambangan umum adalah berbentuk tertulis. Substansi kontrak karya tersebut disiapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yaitu Departemen Pertambangan dan Energi dengan calon penanam modal. Namun, pada saat kontrak karya generasi I yang dibuat pada tahun 1967 antara Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia, substansi kontrak karya telah dibuat dan disiapkan oleh PT Freeport Indonesia, di mana pada saat itu, yang menyiapkan adalah Bob Duke. Konsep kontrak karya yang disiapkan oleh Bob Duke didasarkan pada perjanjian karya yang pernah digunakan di Indonesia sebelum diberlakukan kontrak Production Sharing di bidang minyak dan gas bumi. Ini disebabkan Pemerintah Indonesia belum mempunyai pengalaman dalam penyusunan kontrak karya sehingga kedudukan PT Freeport Indonesia lebih tinggi kedudukannya dibandingkan

34

Pasal 17 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453 K/29/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintah di Bidang Pertambangan Umum.


(54)

dengan Pemerintah Indonesia. Orientasi yang utama pada saat itu adalah mendatangkan investor asing sebanyak-banyaknya ke Indonesia. Ini disebabkan Pemerintah Indonesia membutuhkan modal dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional.35

Pada era otonomi daerah ini, pejabat yang berwenang menandatangani kontrak karya adalah menteri/gubernur dan bupati/walikota dengan pemohon. Pemerintah kabupaten/kota berwenang untuk menandatangani kontrak karya dengan perusahaan pertambangan apabila lokasi usaha pertambangan itu berada di dalam kabupaten/kota yang bersangkutan. Sementara itu, pemerintah provinsi berwenang menandatangani kontrak karya dengan perusahaan pertambangan Penentuan substansi kontrak ditentukan oleh pemerintah pusat semata-mata, sedangkan pemerintah daerah tidak diikutsertakan dalam perumusan substansi kontrak karya. Ini disebabkan pada saat kontrak karya dibuat pada tahun 1986 sistem ketatanegaraan bersifat sentralistis, artinya segala sesuatu hal ditentukan oleh pusat. Namun, sejak tahun 1999 yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka telah menjadi desentralistis, artinya adalah berbagai urusan pemerintah diserahkan kepada daerah, kecuali yang tidak diserahkan kepada daerah adalah masalah luar negeri, hankam, pengadilan dan agama.

35

Trias Palupi Kurnianingrum. Kajian Hukum Atas Divestasi Saham Bidang Pertambangan di Indonesia ( studi kasus PT. NEWMONT dan PT FREEPORT INDONESIA).


(55)

apabila lokasi usaha pertambangan itu berada pada dua kabupaten/kota, sedangkan kedua kabupaten/kota tidak melakukan kerja sama antar keduanya..sedangkan pemerintah pusat hanya berwenang untuk menandatangai kontrak karya dengan perusahaan pertambangan, apabila lokasi usaha pertambangan itu berada pada dua provinsi dan kedua provinsi tidak mengadakan kerja sama antara keduanya.

Walaupun pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi diberikan kewenangan untuk menandatangani kontrak karya dengan pemohon, namun substansi kontrak karya itu telah disipakan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Mneteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Tujuan pembakuan kontrak karya ini adalah untuk mempermudah pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi dalam menandatangani kontrak karya. Penyiapan kontrak karya itu disipakan oleh pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi, maka memerlukan waktu yang lama atau panjang. Namun,dengan adanya substansi kontrak karya, pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi tidak dapat lagi menambah pasal-pasal yang penting tentang itu, seperti misalnya tentang pemilikan saham pemerintah daerah.

B. Pengaturan Penanaman Modal Asing di Bidang Pertambangan Minerba Terbitnya Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) memberikan arah baru kebijakan pertambangan mineral dan batubara Indonesia ke depan, termasuk dalam hal pengaturan Domestic Market Obligation (DMO), kebijakan produksi mineral dan


(56)

batubara, peningkatan nilai tambah pertambangan, serta pertambangan yang baik dan benar. “Arah baru tersebut dalam rangka pengoptimalan manfaat pertambangan bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat,” ujar Dirjen Minerbapabum Bambang Setiawan dalam seminar “Peranan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara Dalam Pertumbuhan Ekonomi” di Hotel Kartika Chandra, Jakarta (25/2)36. Dirjen Minerba menjelaskan, walaupun seringkali aktivitas pertambangan menjadi sorotan masyarakat, pertambangan telah memberikan kontribusi dalam pembangunan nasional. Kontribusi tersebut diantaranya penerimaan negara tahun 2009 tidak kurang dari Rp 51 triliun yang disumbangkan sebagai penerimaan langsung dari sub sektor pertambangan umum yang terdiri dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp 15 triliun dan sisanya dari penerimaan pajak; sektor investasi tahun 2009 sekitar US$ 1,8 miliar terutama dari perusahan Kontrak Karya (KK), Perjanjian Kerja Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan BUMN; penyerapan tenaga kerja langsung dari perusahaan pertambangan; neraca perdagangan melalui ekspor komoditi mineral dan batubara; serta kontribusi bagi pembangunan daerah yang bersumber dari dana bagi hasil royalti pertambangan dan dana pengembangan masyarakat (community development) dari perusahaan KK, PKP2B dan BUMN.37

23:30 WIB).


(57)

Seminar ini bertujuan untuk mensosialisasikan UU Minerba kepada para pelaku usaha pertambangan, memfasilitasi para pelaku usaha khususnya di bidang pertambangan dalam memberikan masukan untuk peraturan pelaksanaan UU Minerba dan memotivasi para pelaku usaha untuk meningkatkan investasi di bidang pertambangan. Melalui seminar ini diharapkan para pelaku usaha di bidang pertambangan memperoleh penjelasan terkait dengan UU Minerba dan peraturan pelaksananya sehingga dapat meningkatkan investasinya di bidang pertambangan sebagai salah satu pendukung pembangunan nasional.

Pada sesi seminar pertama, Direktur Pembinaan Program Mineral, Batubara dan Panas Bumi Kementerian ESDM Sukma Saleh Hasibuan, memaparkan 2 Peraturan Pemerintah (PP) yang sudah terbit pada tanggal 1 Februari 2010 sebagai peraturan pelaksana UU Minerba yaitu PP No 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan dan PP No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Pembicara lain, Amir Faisol dari PT Bukit Asam (Persero) Tbk memaparkan Potensi Pengembangan Usaha Pertambangan Batubara, dan Wicipto Setiadi dari Kementerian Hukum dan HAM memaparkan Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Mineral dan Batubara. (Laporan: Parlindungan Sitinjak, Direktorat Jenderal Minerbapabum, Kementerian ESDM).38

23:45 WIB).


(58)

Kepemilikan asing yang bersifat mayoritas atas aset-aset strategis secara umum memicu berbagai permasalahan klasik, antara lain kerusakan lingkungan, konflik ekonomi dan sosial dengan masyarakat sekitar, dan sebagainya. Fenomena ini menggugah pemerintah mengambil langkah untuk menyelamatkan aset-aset strategis tersebut, melalui divestasi saham asing. Pemerintah telah merespons permasalahan pertambangan, batu bara dan mineral dengan mengeluarkan peraturan tentang kewajiban divestasi saham. Upaya itu merupakan langkah yang tepat, dan diharapkan Indonesia dapat mengoptimalkan pengelolaan aset-aset strategis dan memperluas lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Namun ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam divestasi saham perusahaan asing, baik dalam pertambangan, energi, batu bara, dan mineral. Divestasi saham sebaiknya dilakukan secara fair dan transparan. Dikhawatirkan jika dicampuri kepentingan politik, divestasi saham tidak memberikan manfaat bagi kepentingan masyarakat.

Sangat mungkin terjadi kepemilikan semu atau silent ownership, artinya nama pemiliknya Indonesia tetapi pemilik riilnya orang asing. Perlu menyiapkan SDM yang cerdas, kreatif, serta kompeten dalam pengelolaan pertambangan, mineral, energi, dan batubara39

.

30 Juli 2014 pukul 20:09).


(59)

Dalam UU No 25 Tahun 2007 mengenai penanaman modal asing sudah diatur dengan jelas bagaimana tata cara penanaman modal oleh investasi asing di Indonesia mengenai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh investor.40

C. Pertimbangan Perlunya Pengaturan Divestasi Saham Asing dalam Kegiatan PMA di Indonesia

Perlunya pengaturan divestasi saham asing di Indonesia adalah karena, yaitu:

1. Kepemilikan asing yang bersifat mayoritas atas aset-aset strategis secara umum memicu berbagai permasalahan klasik, antara lain kerusakan lingkungan, konflik ekonomi dan sosial dengan masyarakat sekitar, dan sebagainya. Fenomena ini menggugah pemerintah mengambil langkah untuk menyelamatkan aset-aset strategis tersebut, melalui divestasi saham asing. Pemerintah telah merespons permasalahan pertambangan, batu bara dan mineral dengan mengeluarkan peraturan tentang kewajiban divestasi saham. Upaya itu merupakan langkah yang tepat, dan diharapkan Indonesia dapat mengoptimalkan pengelolaan aset-aset strategis dan memperluas lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Divestasi saham merupakan pengalihan atau penjualan saham-saham yang dulu dimiliki pihak asing, diwajibkan menyerahkan kepemilikannya kepada Indonesia dengan porsi minimal 51%. Peraturan divestasi tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2012 yang merupakan Perubahan


(60)

atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang saat itu hanya mewajibkan divestasi sebesar 20%.

Pembicaraan tentang divestasi saham khususnya di bidang pertambangan, mulai ramai dibicarakan sejak kasus sengketa divestasi saham antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara. Belum ada istilah baku mengenai divestasi saham, namun ada juga yang menggunakan istilah indonesianisasi. Indonesianisasi tidak hanya berarti pengalihan keuntungan, tetapi lebih penting lagi adalah pengalihan kontrol terhadap jalannya perusahaan. Keuntungan yang diperoleh dari Indonesianisasi ini adalah memperoleh dividen dari perusahaan asing. Sementara itu, apabila saham yang dimiliki mitra lokal merupakan saham mayoritas, mitra lokal dapat mengendalikan jalannya perusahaan tersebut sehingga jajaran direksi dapat ditempatkan oleh orang-orang lokal.

2. Divestasi saham merupakan salah satu instrumen hukum dalam melakukan pengalihan saham dari penanaman modal asing atau investor asing kepada Pemerintah Indonesia, atau warga negara Indonesia, atau badan hukum Indonesia. Divestasi tidak hanya dapat dilakukan oleh badan hukum privat seperti perseroan terbatas, firma, CV, tetapi dapat juga dilakukan oleh badan hukum publik seperti negara, provinsi, kabupaten atau kota. Dalam melakukan transaksi yang bersifat privat, badan hukum publik diwakili oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Menurut Flickinger, terdapat dua alasan dilakukannya divestasi oleh perusahaan yaitu:


(1)

divestasi sahamnya secara bertahap sehingga pada tahun kesepuluh sahamnnya paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) dimiliki peserta Indonesia.

3. Tata cara pengalihan divestasi pada saham pertambangan mineral dan batubara diatur dalam PP No 24 Tahun 2012 pada Pasal 97. Divestasi saham dilakukan kepada peserta Indonesia yang terdiri atas Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota, BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta nasional. Dalam hal Pemerintah tidak bersedia membeli saham ditawarkan kepada pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota. Apabila pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota tidak bersedia membeli saham, ditawarkan kepada BUMN dan BUMD dilaksanakan dengan cara lelang. Apabila BUMN dan BUMD tidak bersedia membeli saham, ditawarkan kepada badan usaha swasta nasional dilaksanakan dengan cara lelang. Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/kota, BUMN, dan BUMD harus menyatakan minatnya dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kalender setelah tanggal penawaran. Jika Pemerintah dan Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, BUMN, dan BUMD tidak berminat untuk membeli divestasi saham maka ditawarkan kepada badan usaha swasta nasional dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender. Perimbangan kepentingan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terkait divestasi saham asing pada kegiatan penanaman


(2)

modal di bidang pertambangan Mineral dan Batubara sebaiknya dipertimbangkan sebaik-baiknya yaitu pada pihak pemerintah mana yang lebih berhak dan sanggup atas divestasi saham pertambangan Mineral dan Batubara dan dilakukan melalui prosedur yang sudah diatur dalam UU. B. Saran

1. Modal merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan pembangunan suatu negara, baik modal oleh pemerintah, pengusaha dan investor asing. Bagi negara berkembang modal asing sangat dibutuhkan untuk mewujudkan pembangunan. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga membutuhkan PMA. Tetapi penanaman modal asing di Indonesia tetap harus dibatasi lebih ketat untuk menghindari penguasaan asing terhadap sektor-sektor yang diberikan kebebasan untuk dikelola oleh investor asing dan apabila ada pelanggaran oleh investor asing, pemerintah harus tegas dan memberikan sanksi sesuai dengan UU yang berlaku.

2. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan. Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal. Mineral dan batubara merupakan komoditi yang sangat berharga, sehingga baik investor dalam negeri maupun luar sangat tertarik untuk malakukan penanaman modal pada sektor ini. Dalam UU pertambangan Minerba menyebutkan bahwa setelah 5 tahun beroperasi maka 20%


(3)

saham harus didivestasikan, sebaiknya pemerintah memberlakukan divestasi 20% saham sebelum 5 tahun masa beroperasi sehingga lebih menguntungkan Indonesia.

3. Perkembangan ekonomi pada suatu negara bukan hanya dilihat dari jumlah PDB yang semakin meningkat tetapi bagaimana pembangunan diseluruh pelosok negeri ini menjadi indikator yang sangat menetukan peningkatan pembangunan. Pertambangan Minerba yang dikelola oleh pihak asing di daerah seharusnya yang menjadi pemilik divestasi saham itu adalah Pemerintah Daerah karena sudah adanya UU otonomi daerah dan sebaiknya Pemerintah Pusat hanya sebagai pengawas dalam divestasi saham, tetapi apabila Pemerintah Daerah tidak sanggup atau tidak bersedia maka Pemerintah Pusat berhak atas divestasi saham tersebut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Fuady, Munir, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, Bandung : CV Utomo, 2005.

Hartono, Sunarjati, Beberapa Masalah Transnasional dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia, Bandung : Bina Cipta, 1972.

Ilmar, Aminuddin, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2007.

Johannsen, Hero, Terry Page, International Dictionary Of Management, New Delhi : Hagan Page India PVT, 2002.

K.Harjono, Dhaniswara, Hukum Penanaman Modal, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2007.

Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham yang Digadaikan, Medan : USU Press, 2007.

Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2007.

Rajagukguk, Erman, Indonesianisasi Saham, Jakarta : Bina Aksara, 1985. Saleng, Abrar, Hukum Pertambangan, Yogyakarta : UII Press, 2004.

Salim, Hukum Pertambangan di Indonesia, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2005.

Salim & Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2008.

Siregar, Mahmul, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal, Medan : USU Sekolah Pasca Sarjana, 2006.

Soejipto, Roziq. B, Sejarah Munculnya Pemikiran Pengusahaan Pertambangan yang Berorientasi Kerakyatan, Yogyakarta : UII Press, 1997.


(5)

Subekti, Hukum Perjanjian, cetakan XX, Jakarta : PT Intermasa, 2004

Sutiarnito, Tantangan dan Peluang Investasi Asing di Indonesia, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2008.

Rakhmawati, Rosyidah, Hukum Penanaman Modal di Indonesia Dalam Menghadapi Era Global, Malang : Bayumedia, 2004.

Raharja.Ekonomi Internasional. Jakarta: Rineka Cipta. 2004.

Wilamarta, Misahardi Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance, Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002.

B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing

Peraturan Pemerintah, Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1994 tentang Kepemilikan saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing.

Peraturan Pemerintah, Republik Indonesia No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka bagi Penanaman Modal.

Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara


(6)

Undang-undang, Republik Indonesia No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

C. Internet

Casdira. Perkembangan Model Pengelolaan Migas.

Frans.Freeport

pada 23 Juli 2014 pukul 23:00 WIB)

Trias Palupi Kurnianingrum. Kajian Hukum Atas Divestasi Saham Bidang Pertambangan di Indonesia ( studi kasus PT. NEWMONT dan PT

FREEPORT INDONESIA).

12 Juni 2014).

WIB).