p. pengelolaan informasi geologi, informasi pvtensi sumber daya mineral dan
batubara, serta informasi pertambangan pada tingkat nasional; q.
pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi lahan pasca tambang; r.
penyusunan neraca sumber daya mineral dan batubara tingkat nasional s.
peningkatan kemampuan aparatur pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupatenkota dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha
pertambangan.
2. Pemerintah Provinsi dan KabupatenKota
Didalam Pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat”. Hingga saat ini belum pernah ada penjelasan maupun
kejelasan secara resmi tentang makna “dikuasai oleh Negara”. Namun dapat dipastikan, dikuasai oleh Negara tidak sama dengan dimiliki oleh Negara.
Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan
memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi. Secara esensial sebenarnya dalam penyelenggaraan desentralisasi
terdapat dua elemen penting yang saling berkaitan, yaitu pembentukan daerah otonom dan penyerahan kekuasaan secara hukum dari Pemerintah Pusat ke
Pemerintah Daerah untuk mengatur dan urusan pemerintahan tertentu yang diserahkan.
Pertambangan itu sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara merupakan sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca
tambang. Dalam Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara dinyatakan bahwa “WP sebagai bagian dari tata ruang nasional merupakan landasan bagi penetapan kegiatan pertambangan”.
Selanjutnya, dalam Pasal 9 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan minerba dinyatakan bahwa “WP sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyar Republik
Indonesia”. Pada tanggal 9 Januari 2012, H. Isran Noor, M.Si mengajukan pengujian
konstitusional Pasal 1 Angka 29 sepanjang frasa “dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan”, Pasal 6 ayat 1 huruf e, Pasal 9 ayat 2, Pasal 14
ayat 1 dan ayat 2, Pasal 17, dan Pasal 171 ayat 1 sepanjang frasa “untuk mendapatkan persetujuan pemerintah” Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara terhadap Pasal 18 ayat 1, ayat 2 dan ayat 5, Pasal 18A ayat 2 dan Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Pada tanggal 20
November 2012 keluarlah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 10PUU- X2012.
65
Putusan ini mengabulkan sebagian Permohonan Pemohon. Ketentuan Pasal yang dikabulkan sebagian antara lain Ketentuan Pasal 6 ayat 1 huruf e,
Pasal 9 ayat 2, Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2, dan Pasal 17. Ketentuan Pasal ini berkaitan dengan Penetapan Wilayah Pertambangan, Wilayah Usaha
Pertambangan, serta Luas dan Batas Wilayah Ijin Usaha Pertambangan. Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 10PUU-X2012 dikeluarkan, muncul
suatu anggapan bahwa melalui putusan ini kewenangan penetapan wilayah pertambangan ada ditangan pemerintah daerah. Hal ini didasarkan pada
pemberian kewenangan bagi Pemerintah Daerah untuk menentukan Wilayah Pertambangan untuk selanjutnya ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan.
Berdasarkan uraian dan penjelasan tersebut diatas, permasalahan yang akan dibahas adalah Perubahan Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Penetapan
Wilayah Pertambangan setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 10PUU-X2012.
66
65
Kewenangan pemerintah provinsi dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, antara lain, adalah:
a. pembuatan peraturan perundang-undangan daerah; b. pemberian IUP, pembinaan,
www.google.co.idurl?sa=trct=jq=esrc=ssource=webcd=2cad=rjauact=8 ved=0CCIQFjABurl=http3A2F2Fwww.portalgaruda.org2Fdownload_article.php3Fart
icle3D12184226val3D2306ei=pfP9USnIJfluQSQw4CgCAusg=AFQjCNHsGZxwuU6ay 9k0kJuamxF9nR4DiQ. diakses pada 21 Juli 2014 pukul 11:12 WIB
66
http:download.portalgaruda.orgarticle.php?article=121842val=2306title=. diakses pada 14 Agustus 2014 pada pukul 12:54 WIB.
c. penyelesaian konfl ik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan pada lintas wilayah kabupaten kota danatau wilayah laut 4 empat mil sampai
dengan 12 dua belas mil; d. penginventarisasian, penyelidikan dan penelitian serta eksplorasi dalam rangka
memperoleh data dan informasi mineral dan batubara sesuai dengan kewenangannya;
f. pengelolaan informasi geologi, inforinasi potensi sumber daya mineral dan batubara, serta informasi pertambangan pada daerahwilayah provinsi;
g. penyusunan neraca sumber daya mineral dan batubara pada daerahwilayah provinsi;
h. pengembangan clan peningkatan nilai tambah kegiatan, usaha pertambangan di provinsi;
i. pengembangan dan peningkatan peran serta masyarakat dalam usaha pertambangan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan pengoordinasian
perizinan dan pengawasan penggunaan bahan peledak di wilayah tambang sesuai dengan kewenangannya;
k. penyampaian informasi hasil inventarisasi, penyelidikan umum, dan penelitian serta eksplorasi kepada Menteri dan bupati walikota;
l. penyampaian informasi hasil produksi, penjualan dalam negeri, serta ekspor kepada Menteri dan bupati walikota;
m. pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi lahan pasca tambang; dan n. peningkatan kemampuan aparatur pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupatenkota dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan
Kewenangan pemerintah kabupatenkota dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, antara lain, adalah :
1 pembuatan peraturan perundang-undangan daerah;
2 pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan
pengawasan usaha pertambangan di wilayah kabupaten kota dan atau wilayah laut sampai dengan 4 empat mil;
3 pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan
pengawasan usaha pertambangan operasi produksi yang kegiatannya berada di wilayah kabupatenkota danatau wilayah laut sampai dengan 4
empat mil; 4
penginventarisasian, penyelidikan clan penelitian, serta eksplorasi dalam rangka memperoleh data dan informasi mineral dan batubara;
5 pengelolaan informasi geologi, inrorrnasi potensi mineral dan batubara,
serta informasi pertambangan pada wilayah kabupatenkota; 6
penyusunan neraca sumber daya rnineral dan batubara pada wilayah kabupatenkota pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat
dalam usaha pertambangan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan;
7 pengembangan dan peningkatan nilai tambah dan manfaat kegiatan usaha
pertambangan secara optimal; 8
penyampaian informasi hasil inventarisasi, penyelidikan umum, dan penelitian, serta eksplorasi dan eksploitasi kepada Menteri dan Gubernur;
9 penyampaian informasi hasil produksi, penjualan dalam negeri, serta
ekspor kepada Menteri dan Gubernur; 10 pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi lahan pasca tambang; dan
11 peningkatan kemampuan aparatur pemerintah kabupatenkota dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan.
UU No.4 Tahun 2009 menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran kebijakan di bidang usaha pertambangan mineral dan batubara. Negara tidak lagi
ditempatkan sebagai pihak yang inferior terhadap perusahaan- perusahaan pertambangan asing. Negara mampu memiliki posisi tawar yang lebih
kuat melalui mekanisme perizinan IUP yang menjadi persyaratan bagi perusahaan- perusahaan pertambangan, baik nasional maupun asing, untuk
melakukan eksploitasi mineral dan batubara di Indonesia. Instrumen perizinan tidak menempatkan pemerintah sebagai pihak yang sejajar dengan
perusahaan pertambangan layaknya mekanisme yang digunakan dalam kontrak karya tetapi sebagai pihak yang menguasai sumber daya mineral dan batubara.
Dengan demikian pemerintah dapat mengatur dan mengendalikan pemanfaatan sumber daya tersebut baik oleh perusahaan nasional maupun asing.
67
4. Proses Divestasi Saham yang Seharusnya Dilakukan Antara Pemerintah