Analisis Tingkat Risiko Ergonomi Berdasarkan Aspek Pekerjaan Pada Pekerja Laundry Sektor Usaha Informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012

(1)

DI KECAMATAN CIPUTAT TIMUR KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH :

GIRI CARAKAN ROJO ANGKOSO NIM : 105101003230

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1434 H/2013 M


(2)

DI KECAMATAN CIPUTAT TIMUR KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Disusun Oleh :

GIRI CARAKAN ROJO ANGKOSO NIM : 105101003230

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1434 H/2013 M


(3)

(4)

ii Skripsi, Juni 2012

Giri Carakan Rojo Angkoso, NIM : 105101003230

Analisis Tingkat Risiko Ergonomi Berdasarkan Aspek Pekerjaan Pada Pekerja Laundry Sektor Usaha Informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012

xvii + 204 halaman, 37 tabel, 43 gambar

ABSTRAK

Gerakan tubuh yang berlebihan (overexertion), gerakan yang berulang – ulang (repetitive motions) dan postur janggal pada pekerjaan laundry memiliki risiko yang dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat mempengaruhi produktifitas, efisiensi dan efektifitas pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan alat penilaian observasi postur Rapid Entire Body Assessment (REBA) untuk mengetahui tingkat risiko ergonomi melalui penilaian terhadap postur janggal (leher, tulang punggung, kaki, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan), beban, genggaman tangan dan aktifitas pada pekerja laundry sektor informal. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan pada bulan Mei – Juni 2012.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat risiko pada proses penimbangan, pencucian dan pemerasan serta pengemasan dengan posisi berdiri dalam kategori risiko menengah. Sedangkan, pada proses pengeringan dan penyetrikaan dalam kategori risiko tinggi. Pada proses pengemasan dengan posisi duduk dalam kategori risiko rendah. Saran untuk penelitian ini adalah alat timbangan diletakkan diatas meja, dimana tinggi meja harus disesuaikan tinggi dan jangkauan pekerja saat dilakukan penimbangan, mesin pengering pakaian yang digunakan diberikan dudukan pada kaki mesin, menggunakan wadah pakaian yang memiliki desain pegangan yang baik, mendesain tempat duduk yang dapat disesuaikan dengan ketinggian meja setrika dan antropometri pekerja.


(5)

iii Thesis, June 2012

Giri Carakan Angkoso Rojo, NIM: 105101003230

Ergonomics Risk Level Analysis Based on Aspect Work In Laundry Workers in the Informal Sector in Ciputat Timur District, South Tangerang City in 2012 xvii + 204 pages, 37 tables, 43 pictures

ABSTRACT

Excessive body movement (overexertion), repetitive movements and awkward posture at work laundry has risks that can lead to musculoskeletal disorders in workers. This can affect the productivity, efficiency and effectiveness of workers in completing the work.

This research is a qualitative study using observation assessment tool posture Rapid Entire Body Assessment (REBA) to determine the level of ergonomic risk assessment through awkward posture (neck, spine, leg, upper arm, forearm, wrist), weight, hand grip and activities in the informal sector laundry workers. This research was conducted in Ciputat Timur District, South Tangerang City in May-June 2012.

The results of this study indicate that the level of risk in the process of weighing, washing and packing in a standing position, in the medium risk category. Meanwhile, the process of drying and ironing in the high risk category. In the packaging process in a sitting position in the low risk category. Suggestions for this study is a tool weight placed on the table where the high table should be adjustable in height and outreach workers currently weighing is done, clothes dryers were used given the stand on the feet, use a container that has a design clothes a good grip, designed seat that can be adjusted the height of the ironing board and anthropometry workers.


(6)

(7)

(8)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

Nama : Giri Carakan Rojo Angkoso TTL : Tangerang, 08 Oktober 1987

Alamat : Jl. H. Jaung No. 06 RT. 04/01 Kelurahan Jurumudi Kecamatan Benda Kota Tangerang Banten 15124 Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Telepon / HP : (021) 5415495 / 085691344921 Email : r.angkoso@gmail.com

B. Riwayat Pendidikan

1993 – 1999 : SD Negeri Pegadungan 01 Pagi 1999 – 2002 : SMP Negeri 45 Jakarta

2003 – 2005 : SMA Negeri 84 Jakarta

2005 – 2012 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jurusan Kesehatan Masyarakat


(9)

vii

Alhamdulillah. Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak nikmat, hidayah dan kesempatan kepada saya sehingga saya masih diberikan amanah untuk dapat menyelesaikan studi ini. Shalawat serta salam, saya haturkan kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW, semoga kita semua bisa bertemu dengan Beliau di JannahNya. Amin.

Saya bersyukur kepada Allah SWT atas semua kemudahan-kemudahan, pertolongan dan kekuatan sampai hari ini. Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya tercinta (Bapak Tukiman dan Ibu Asiyah) atas doa, semangat, dukungan, kesabaran yang tiada pernah putus kepada saya sehingga saya akhirnya bisa menyelesaikan studi ini selama 7 tahun. Selanjutnya kepada adik saya, Fitrah All Burman, SE yang selalu memberikan doa dan semangat kepada saya. Bidadari kecil saya “My Little Mujahidah” Anniza Hazzanova Corie yang memotivasi saya untuk menjadi ayah yang baik.

Selama proses pengerjaan skripsi ini, saya berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya karena saya tidak mampu berjuang sendiri tanpa motivasi dari semua pihak. Dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur yang terdalam, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :


(10)

viii untuk bisa menyelesaikan studi ini.

2. Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, selaku Pembimbing Skripsi I, yang telah memberikan ilmu, kesempatan dan kesabaran untuk membimbing saya sehingga saya bisa menyelesaikan studi ini.

3. Ibu Minsarnawati, M.Kes, selaku Pembimbing Skripsi II, yang telah banyak memotivasi, membimbing dan meluangkan waktu, pikiran dan kesabaran serta doanya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini.

4. Ibu Raihana N. Alkaff, M.MA, Ibu Yuli Amran, MKM, dan Ibu Dewi Utami Iriani, PhD selaku Penguji Sidang Skripsi yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi saya.

5. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat mulai dari tahun 2005 hingga kini, (Pak Baequni, Bu Narila Mutia, Bu Hoirun Nisa, Bu Fajar Ariyanti, Bu Febrianti, Bu Catur Rosidati, Bu Iting Shofwati, Bu Ella, Pak Farid Hamzens, Pak Yuli Prapanca Satar), yang telah membantu saya menggali khazanah ilmu kesehatan masyarakat di FKIK UINSH Jakarta. Semoga saya dapat mengamalkan ilmu untuk kemaslahatan umat.

6. Pak Ahmad Gozali yang banyak membantu saya dalam administrasi kuliah. 7. Seluruh teman-teman yang banyak membantu saya selama studi di FKIK

mulai dari angkatan 2004 hingga 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memotivasi, mendukung dan mendoakan saya untuk menjadi insan yang lebih baik.


(11)

ix

9. Saudaraku yang senantiasa saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran. Sang Murobbi Ka Hafidz, Salman, Syahru, Indra, Musoffa, Furqon, Terima kasih atas ukhuwahnya.

10.Sahabat-sahabatku yang senantiasa membantu selama proses skripsi, Nurul, Hari, Retno, Eka, Endah, Jeje, Jalil, Arif, dll. Terima kasih atas semangatnya. 11.Untuk Sahabatku Ka Umar Al Faruq dan Latifah Hariri (Ka Ipun) dan

adik-adik mujahidah di Alqur’an Center Ummu Habibah. Terima kasih atas doa dan tilawahnya selama saya disana.

12.Serta semua pihak yang mungkin belum saya sebutkan dan tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas doanya.

13.Semoga Allah SWT mempertemukan kita semua di dalam naungan Ridho dan JannahNya. Amin.

Saya menyadari bahwa pembuatan skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Dengan segala kekurangan yang ada pada skripsi ini, saya dengan senang hati menanti saran, kritik dan rekomendasi yang membangun dari Bapak, Ibu dan rekan-rekan serta pembaca untuk memperbaiki dan melengkapi skripsi ini agar skripsi ini bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan ini.

Jakarta, Januari 2013 Hormat Saya,


(12)

x

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 6

1.3.Pertanyaan Penelitian ... 6

1.4.Tujuan Penelitian ... 7

1.4.1.Tujuan Umum... 7

1.4.2.Tujuan Khusus ... 7

1.5.Manfaat Penelitian ... 8

1.5.1. Bagi Peneliti ... 8

1.5.2. Bagi Tempat Penelitian ... 9

1.5.3. Bagi Institusi... 9

1.6.Ruang Lingkup Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Ergonomi ... 11

2.1.1. Definisi Ergonomi ... 11

2.1.2. Ruang Lingkup Ergonomi ... 14

2.1.3. Tujuan Ergonomi ... 18


(13)

xi

2.2.1.1. Postur ... 22

2.2.1.2. Frekuensi ... 34

2.2.1.3. Durasi ... 35

2.2.1.4. Beban ... 35

2.2.1.5. Peregangan Otot Yang Berlebihan ... 36

2.2.2. Faktor Lingkungan ... 37

2.2.2.1. Getaran ... 37

2.2.2.2. Mikroklimat ... 37

2.2.3. Faktor Perorangan ... 38

2.2.3.1. Umur ... 38

2.2.3.2. Jenis Kelamin ... 39

2.2.3.3. Kebiasaan Merokok ... 39

2.2.3.4. Kesegaran Jasmani ... 40

2.3. Musculoskeletal Disorders (MSDs) ... 40

2.3.1. Gangguan Kesehatan Pada Muskuloskeletal Tiap Bagian Tubuh ... 41

2.4. Pengendalian Risiko Ergonomi ... 45

2.5. Metode Penilaian Risiko Ergonomi ... 48

2.5.1. Rapid Upper Limb Assessment (RULA) ... 48

2.5.2. The Ovako Working Analysis System (OWAS) ... 50

2.5.3. Ergonomic Assessment Survey (EASY) ... 52

2.5.4. Base Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF) ... 52

2.5.5. Rapid Entire Body Assessment (REBA) ... 53

2.5.6 Alasan Pemilihan Metode REBA ... 67

2.6. Kerangka Teori ... 69

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 71

3.1. Kerangka Konsep ... 71


(14)

xii

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 76

4.3. Objek Penelitian ... 76

4.4. Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 77

4.4.1. Pengumpulan Data ... 77

4.4.2. Alat Pengumpulan Data... 78

4.4.3. Pengolahan Data ... 78

4.4.4. Analisis Data ... 84

BAB V HASIL ... 86

5.1. Karakteristik Lingkungan Kerja ... 86

5.2. Gambaran Proses Kerja ... 87

5.2.1.Penimbangan ... 87

5.2.2.Pencucian dan Pemerasan ... 87

5.2.3.Pengeringan ... 88

5.2.4.Setrika dan Pelipatan ... 88

5.2.5.Pengemasan ... 89

5.3. Gambaran Postur Tubuh Pekerja Laundry ... 89

5.3.1. Penimbangan ... 90

5.3.2. Pencucian dan Pemerasan ... 92

5.3.3. Pengeringan ... 96

5.3.4. Setrika dan Pelipatan ... 100

5.3.5. Pengemasan ... 104

5.4. Gambaran Beban Kerja, Coupling dan Nilai Aktifitas Pekerja Laundry ... 106

5.5. Analisis REBA Terhadap Keseluruhan Tubuh Yang Digunakan Pekerja ... 111

5.5.1. Penimbangan ... 111

5.5.2. Pencucian dan Pemerasan ... 115


(15)

xiii

BAB VI PEMBAHASAN ... 142

6.1. Keterbatasan Penelitian ... 142

6.2. Pembahasan Langkah Kerja ... 142

6.2.1.Penimbangan ... 142

6.2.2. Pencucian dan Pemerasan ... 149

6.2.3.Pengeringan ... 161

6.2.4.Setrika dan Pelipatan ... 173

6.2.5.Pengemasan ... 185

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 191

7.1. Simpulan ... 191

7.2. Saran ... 192


(16)

xiv

Halaman

Tabel 2.1. Tabel REBA Kelompok A ... 63

Tabel 2.2. Tabel REBA Kelompok B ... 64

Tabel 2.3. Tabel REBA Kelompok C ... 65

Tabel 4.1. Tabel REBA Kelompok A ... 80

Tabel 4.2. Tabel REBA Kelompok B ... 82

Tabel 4.3. Tabel REBA Kelompok C ... 83

Tabel 5.1. Gambaran Beban Kerja, Coupling dan Nilai Aktifitas Pekerja Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 106

Tabel 5.2. Analisis REBA Pada Proses Penimbangan Menggunakan Timbangan Pegas di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 111

Tabel 5.3. Analisis REBA Pada Proses Penimbangan Menggunakan Timbangan Biasa di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 113

Tabel 5.4. Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian ke Dalam Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 115

Tabel 5.5. Analisis REBA Pada Proses Mengeluarkan Pakaian Dari Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 117

Tabel 5.6. Analisis REBA Pada Proses Membilas di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 119

Tabel 5.7. Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian Kedalam Wadah Di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 120


(17)

xv

Tabel 5.9. Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian Kedalam Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 125 Tabel 5.10. Analisis REBA Pada Proses Mengeluarkan Pakaian Dari Mesin

Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 126 Tabel 5.11. Analisis REBA Pada Proses Penjemuran Pakaian di Laundry

Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 128 Tabel 5.12. Analisis REBA Pada Proses Setrika Dan Pelipatan Dengan Posisi

Berdiri Menggunakan Meja Setrika Tanpa Kursi di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 130 Tabel 5.13. Analisis REBA Pada Proses Setrika dan Pelipatan Dengan Posisi

Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Dengan Sandaran Punggung di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 133 Tabel 5.14. Analisis REBA Pada Proses Setrika dan Pelipatan Dengan Posisi

Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Tanpa Sandaran Punggung di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 135 Tabel 5.15. Analisis REBA Pada Proses Pengemasan Dengan Posisi Berdiri

di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur

Kota Tangerang Selatan ... 137 Tabel 5.16. Analisis REBA Pada Proses Pengemasan Dengan Posisi Duduk

Dilantai di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat


(18)

xvi

Halaman Gambar 2.1. Ruang Lingkup Ergonomi dan Keterkaitan dengan Ilmu Lainnya 15

Gambar 2.2. Konsep Dasar Dalam Ergonomi ... 20

Gambar 2.3. Postur Pinch Grip Pada Jari-jari Tangan ... 25

Gambar 2.4. Postur Janggal Tangan, Finger Press ... 25

Gambar 2.5. Posisi Deviasi Ulnar (a) dan Posisi Deviasi Radial (b) Pada Pergelangan Tangan... 25

Gambar 2.6. Posisi Fleksi (a) dan Posisi Ekstensi (b) Pada Pergelangan Tangan ... 26

Gambar 2.7. Postur Power Grip ... 26

Gambar 2.8. Pergerakan Siku yang Janggal, Posisi Lengan Bawah Rotasi (a) dan Siku Ekstensi Penuh (b) ... 27

Gambar 2.9 Posisi Janggal Pada Bahu, Bahu Diangkat Sebesar ≥ 45° (a) dan Posisi Bahu ke Arah Belakang (b) ... 28

Gambar 2.10. Posisi Leher Menunduk ≥ 20° ... 28

Gambar 2.11. Posisi Leher Miring ... 29

Gambar 2.12. Posisi Leher ke ke Arah Belakang/Mendongak ke Atas ... 30

Gambar 2.13. Posisi Leher Memutar ke Samping... 30

Gambar 2.14. Gerakan Punggung Membungkuk ≥ 20° ke Depan ... 31

Gambar 2.15. Punggung Deviasi ke Samping ... 32

Gambar 2.16 Posisi Punggung Deviasi ke Samping ... 32

Gambar 2.17. Postur Kaki Janggal, Posisi Berjongkok (a); Posisi Berdiri dengan Bertumpu Pada Satu Kaki (b); dan Posisi Berlutut (c) ... 33


(19)

xvii

Gambar 2.20. Postur Kaki ... 60

Gambar 2.21. Postur Lengan Bagian Atas ... 61

Gambar 2.22. Postur Lengan Bagian Bawah ... 62

Gambar 2.23. Postur Pergelangan Tangan ... 62

Gambar 2.24. Skor REBA ... 66

Gambar 2.25. REBA Decision ... 66

Gambar 2.26. Kerangka Teori ... 70

Gambar 3.1. Kerangka Konsep ... 72

Gambar 4.1. Skor REBA ... 80

Gambar 5.1. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Penimbangan Menggunakan Timbangan Pegas di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 90

Gambar 5.2. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Penimbangan Menggunakan Timbangan Biasa di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 91

Gambar 5.3. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Memasukkan Pakaian ke Dalam Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 92

Gambar 5.4. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Mengeluarkan Pakaian Dari Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 93

Gambar 5.5. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Pembilasan di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 94

Gambar 5.6. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Memasukkan Pakaian ke Dalam Wadah di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 95


(20)

xviii

Tangerang Selatan ... 96 Gambar 5.8. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Memasukkan Pakaian ke

Dalam Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal

Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 97 Gambar 5.9. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Mengeluarkan Pakaian

Dari Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal

Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 98 Gambar 5.10. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Penjemuran Pakaian di

Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur

Kota Tangerang Selatan ... 99 Gambar 5.11. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Setrika dan Pelipatan

Dengan Posisi Berdiri Menggunakan Meja Setrika Tanpa Kursi di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat

Timur Kota Tangerang Selatan ... 100 Gambar 5.12. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Setrika dan Pelipatan

Dengan Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Dengan Sandaran Punggung di Laundry Sektor Usaha

Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 102 Gambar 5.13. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Setrika dan Pelipatan

Dengan Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Tanpa Sandaran Punggung di Laundry Sektor Usaha

Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 103 Gambar 5.14. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Pengemasan Dengan

Posisi Berdiri di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ... 104 Gambar 5.15. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Pengemasan Dengan

Posisi Duduk di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan


(21)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industrialisasi menuntut dukungan penggunaan teknologi maju dan canggih, yang di satu pihak akan memberi kemudahan dalam proses produksi dan meningkatkan produktivitas. Di lain pihak cenderung meningkatkan risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul sehubungan dengan pekerjaan. Selain itu, di tempat kerja terdapat banyak potensi bahaya, yaitu bahaya fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang berdampak pada kesehatan pekerja (Kurniawati, 2009).

Bahaya tersebut merupakan hasil interaksi antar elemen-elemen yang terlibat yaitu pekerja, alat/mesin yang digunakan dalam melakukan pekerjaan maupun lingkungan kerja. Interaksi antara ketiga elemen ini menghasilkan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap pekerja yang meliputi bahaya terhadap keselamatan kerja maupun kesehatan kerja. Salah satu masalah kesehatan kerja yang jarang diperhatikan adalah masalah ergonomi.

Ergonomi adalah studi ilmiah terapan mengenai manusia terhadap desain objek, sistem, lingkungan untuk aplikasi kerja manusia (Pheasant, 1991). Sistem kerja yang tidak ergonomi seringkali kurang mendapat perhatian atau dianggap


(22)

sepele. Sebagai contoh adalah pada cara, sikap dan posisi kerja yang tidak benar, fasilitas kerja yang tidak sesuai, dan faktor lingkungan kerja yang kurang mendukung. Hal ini secara sadar maupun tidak akan berpengaruh terhadap produktifitas, efisiensi dan efektifitas pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya (Budiono, 2003).

Penerapan ergonomi yang kurang diperhatikan dapat menyebabkan timbulnya masalah-masalah yang ergonomi. Salah satu gejala umum yang timbul akibat kerja adalah gangguan musculoskeletal. Gangguan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang-ulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan gangguan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera pada sistem musculoskeletal (Grandjean, 1993; Lemasters, 1996 dalam Tarwaka 2004).

Menurut Tarwaka (2004), studi tentang MSDs pada beberapa jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah.

Berdasarkan laporan the Bureau of Labur Statistics (LBS) tahun 1994, terdapat sekitar 32 % (705.800 kasus) merupakan penyakit akibat kerja yang


(23)

berasal dari pekerjaan berat (overexertion) dan pergerakan kerja yang berulang-ulang (repetitive motion) dalam pekerjaan manual handling. (NIOSH, 1997). Besarnya biaya kompensasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan secara pasti belum dapat diketahui. Namun demikian, hasil estimasi yang dipublikasikan oleh NIOSH menunjukkan bahwa biaya kompensasi untuk keluhan otot skeletal sudah mencapai 13 milyar US dollar setiap tahun (Tarwaka, 2004).

Salah satu sektor industri yang memiliki potensi menimbulkan gangguan musculoskeletal pada pekerja yaitu industri laundry. Perkembangan industri ini meningkat pesat setiap tahunnya, khususnya di wilayah perkotaan. Industri ini awalnya hanya dikelola oleh hotel, rumah sakit, dll. Namun seiring dengan tingginya kebutuhan akan jasa laundry ini, maka industri ini mulai dikelola oleh masyarakat umum khususnya sektor informal.

Menurut laporan data OHSAH (1999) selama tahun 1995 hingga 1999, terdapat 577 kasus gangguan musculoskeletal pada pekerja di sektor industri jasa laundry, dimana 491 kasus tersebut disebabkan gerakan tubuh yang berlebihan (overexertion), gerakan yang berulang – ulang (repetitive motions) dan postur janggal. Selain itu, biaya kompensasi untuk keluhan musculoskeletal tersebut mencapai 3.666.260 dollar.

Hasil studi Departemen Kesehatan tentang profil masalah kesehatan di Indonesia tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5 persen penyakit yang diderita pekerja berhubungan dengan pekerjaannya, gangguan kesehatan yang


(24)

dialami pekerja, menurut studi yang dilakukan terhadap 9.482 pekerja di 12 kabupaten/kota di Indonesia, umumnya berupa penyakit musculoskeletal (16%), kardiovaskuler (8%), gangguan syaraf (6%), gangguan pernafasan (3%) dan gangguan THT (1,5%) (Triawan, 2007). Selain itu, hasil Pusat Studi Kesehatan dan Ergonomi ITB tahun 2006 – 2007 diperoleh data sebanyak 40%-80% pekerja melaporkan keluhan pada bagian musculoskeletal sesudah bekerja (Yassierli, 2008).

Menurut Bird (2005), untuk mengatasi masalah gangguan musculoskeletal (MSDs) dapat dilakukan dengan melakukan intervensi ergonomi secara proaktif dan reaktif. Intervensi secara proaktif melibatkan penilaian ergonomi terhadap stasiun kerja atau proses kerja dengan menilai lingkungan dan proses kerja untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko ergonomi. Selain itu, intervensi secara reaktif melibatkan penilaian dalam merespon keluhan pekerja (misalnya rasa sakit dan kelelahan) atau bukti efisiensi kerja yang buruk (misalnya kerusakan peralatan).

Tahun 1994, NOHSC menghasilkan National Code of Practice for the Prevention of Occupational Overuse Syndrome untuk memberikan pedoman praktis dalam mencegah risiko, mengidentifikasi, penilaian (assessment) dan pengendalian risiko yang berasal dari pekerjaan yang dilakukan dilingkungan kerja.


(25)

Identifikasi risiko ergonomi yang meliputi analisis penyakit akibat kerja dan dokumen kecelakaan, konsultasi dengan pekerja dan observasi langsung terhadap pekerja, pekerjaan dan lingkungan kerja. Penilaian risiko ergonomi meliputi penilaian terhadap lingkungan kerja dan desain kerja, postur kerja, durasi dan frekuensi aktifitas kerja, tekanan yang diterima, organisasi kerja, tingkat kemampuan dan pengalaman pekerja serta faktor individu (Lingard dan Rowlinson, 2005).

Sumber gangguan musculoskeletal di sektor industri jasa laundry, dapat disebabkan dari desain kerja, desain lingkungan kerja, peralatan kerja, mesin maupun peralatan lainnya yang seringkali didesain tanpa mempertimbangkan faktor ergonomi khususnya pada pekerja yang akan mengoperasikannya. Hal ini dapat menimbulkan masalah seperti masalah ketinggian permukaan yang tidak sesuai, postur kerja yang janggal. Beberapa problem tersebut dapat menyebabkan masalah ergonomi seperti gangguan musculoskeletal. Pekerjaan laundry umumnya meliputi mendorong, menarik, melipat, mengangkat dan membawa material (manual handling) dapat menimbulkan efek pada kesehatan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang (OHSAH, 1999).

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan pada 5 pekerja laundry yang terdapat di wilayah Kecamatan Ciputat Timur, diketahui bahwa seluruh pekerja laundry mengeluhkan sakit dan pegal-pegal pada bagian tubuh seperti leher, punggung dan tangan pada saat bekerja maupun setelah bekerja. Oleh karena itu, perlu adanya upaya penilaian risiko ergonomi terhadap proses


(26)

pekerjaan di industri jasa laundry khususnya di sektor usaha informal dengan melihat aktifitas kerja yang dilakukan para pekerja.

Penilaian dilakukan berdasarkan aspek pekerjaan yang dinilai sebagai parameter risiko ergonomi berdasarkan postur tubuh, tekanan beban yang digunakan, jenis pergerakan atau aksi, pengulangan posisi tangan saat bersentuhan dengan objek. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis tingkat risiko ergonomi berdasarkan aspek pekerjaan pada pekerja laundry sektor usaha informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan tahun 2012.

1.2. Rumusan Masalah

Pekerjaan pada industri laundry memiliki risiko ergonomi yang dapat berisiko terjadinya gangguan musculoskeletal yang terkait dengan postur tubuh pekerja pada saat melakukan aktifitas kerjanya. (Laraswati, 2009). Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan pada 5 pekerja laundry yang terdapat di wilayah Kecamatan Ciputat Timur, diketahui bahwa seluruh pekerja laundry mengeluhkan sakit dan pegal-pegal pada bagian tubuh seperti leher, punggung dan tangan pada saat bekerja maupun setelah bekerja. Oleh karena itu, sebagai langkah pengendalian risiko gangguan musculoskeletal, maka dilakukan penilaian terhadap risiko ergonomi khususnya pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan menggunakan metode REBA (Rapid Entire Body Assesment).


(27)

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran identifikasi proses kerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012?

2. Bagaimana skor penilaian postur yang meliputi leher, punggung, kaki lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012? 3. Bagaimana skor penilaian berat beban, coupling, dan nilai aktifitas pada

pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012?

4. Bagaimana tingkat risiko ergonomi berdasarkan penilaian Rapid Entire Body Assement (REBA) pada pekerjaan laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Diketahuinya tingkat risiko ergonomi berdasarkan aspek pekerjaan pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran identifikasi proses kerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012.


(28)

2. Diketahuinya skor penilaian postur yang meliputi leher, punggung, kaki lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012.

3. Diketahuinya skor penilaian berat beban, coupling, dan nilai aktifitas pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012.

4. Diketahuinya tingkat risiko ergonomi berdasarkan penilaian Rapid Entire Body Assement (REBA) pada pekerjaan laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Peneliti

1. Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, baik yang telah dipelajari di perkuliahan dan pengalaman serta kemampuan khususnya dalam mengenali faktor risiko ergonomi.

2. Dapat mengidentifikasi dan menganalisa tingkat risiko ergonomi khususnya pada aspek pekerjaan dengan menggunakan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan.


(29)

1.5.2. Bagi Tempat Penelitian

1. Mengetahui informasi mengenai adanya dan besaran mengenai faktor risiko ergonomi yang dialami pekerja laundry yang memiliki kemungkinan adanya masalah risiko ergonomi pada pekerja akibat pekerjaan.

2. Memberikan gambaran mengenai penilaian risiko khususnya risiko ergonomi, sehingga pemilik usaha dapat melakukan tindakan pengendalian dan pencegahan terkait risiko ergonomi dalam rangka meningkatkan produktifitas kerja, efisiensi serta kenyamanan pekerja.

1.5.3. Bagi Institusi

Menjadi bahan referensi dalam pengembangan keilmuan bagi program studi kesehatan masyarakat khususnya peminatan keselamatan dan kesehatan kerja.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat risiko ergonomi berdasarkan aspek pekerjaan pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012. Penelitian ini dilaksanakan oleh mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2012. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain


(30)

studi kasus pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Timur Kota Tangerang Selatan terkait dengan pekerjaannya dimana peneliti melakukan pengamatan pada setiap pekerjaan yang dilakukan pekerja untuk melihat besaran potensi risiko ergonomi dengan penilaian observasi postur menggunakan metode Rapid Entire Body Assesment (REBA). Metode ini digunakan untuk mendapatkan tingkat risiko ergonomi terkait postur janggal, beban, genggaman dan aktifitas yang dibantu dengan kamera digital dan handycam, sehingga didapatkan hasil tingkat risiko ergonomi dari masing-masing pekerjaan.


(31)

11

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ergonomi

Istilah ergonomi diperkenalkan oleh W.B. Jastrzebowski tahun 1857, dimana terminologi dari kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ergon” yang artinya kerja dan “nomos” yang berarti peraturan / hukum. Secara harfiah, ergonomi diartikan sebagai ilmu tentang kerja (Budiono, 2003). Studi terhadap aspek pekerjaan dimulai sejak peralihan menuju abad 20 dimana pengembangan terhadap pengukuran ini dikembangkan oleh Frank dan Lilian Gilbreth serta Frederick Taylor. Dalam ruang lingkup yang luas, ergonomi adalah sebuah studi multidisiplin mengenai hukum yang mengatur interaksi antara manusia, mesin, dan lingkungan. Menurut International Ergonomics Association (IEA), seorang ahli ergonomi berkontribusi dalam mendesain dan mengevaluasi tugas, pekerjaan, produk, lingkungan dan sistem untuk menciptakan keserasian terhadap kebutuhan, kemampuan dan keterbatasan manusia (Rom, 2007).

2.1.1. Definisi Ergonomi

Definisi mengenai ergonomi telah banyak dijabarkan oleh peneliti maupun lembaga. Oleh karena itu, untuk lebih memahami pengertian


(32)

mengenai ergonomi, maka penulis akan menjelaskan berbagai macam definisi ergonomi yang berasal dari dari beberapa literatur, antara lain :

a) Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya, hal ini meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbal balik untuk efisiensi dan kenyamanan kerja

(Suma’mur, 1989).

b) Ergonomi adalah studi ilmiah terapan mengenai manusia terhadap desain objek, sistem, lingkungan untuk aplikasi kerja manusia (Pheasant, 1991).

c) Ergonomi adalah ilmu pengetahuan untuk menganalisa efek dari proses kerja, desain kerja, dan lingkungan kerja terhadap kinerja atau performa dan kesehatan manusia (Bird, 2005).

d) Ergonomi adalah sudut pandang keilmuan, berpikir tentang manusia dan bagaimana interaksinya dengan seluruh aspek di dalam lingkungan, peralatan dan situasi kerja (Oborne, 1995).

e) Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari mengenai interaksi antara manusia dan objek yang mereka pergunakan serta lingkungan kerjanya (Pulat, 1997).

f) Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusahan menyerasikan pekerja dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya


(33)

dengan tujuan tercapainya produktifitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan manusia seoptimal mungkin (Budiono, 2003).

g) Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia dengan mesin serta faktor – faktor yang mempengaruhi interaksi tersebut (Bridger, 2003).

h) Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktifitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik (Tarwaka, 2004).

i) Ergonomi adalah istilah yang digunakan sebagai dasar studi dan desain hubungan antara manusia dan mesin untuk mencegah penyakit dan cidera serta meningkatkan prestasi atau kinerja (ACGIH, 2007).

j) Ergonomi didefinisikan sebagai penerapan ilmu biologi yang sejalan dengan ilmu rekayasa yang bertujuan agar didapatkan penyesuaian yang saling menguntungkan antara pekerja dengan pekerjaannya secara optimal dengan tujuan agar bermanfaat untuk efisiensi dan kesejahteraan (ILO, 1998).

Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ergonomi adalah suatu konsep keilmuan dimana pusat kajiannya adalah


(34)

manusia yang didasarkan pada keterbatasan terhadap kemampuan maupun kapasitas manusia sehingga dibutuhkan penyerasian antara lingkungan kerja dan pekerjaan, dengan manusia yang berinteraksi dengan elemen tersebut sebagai upaya untuk mencegah cidera maupun gangguan, meningkatkan produktifitas dan upaya efisiensi serta efektifitas pada aspek manusia.

2.1.2. Ruang Lingkup Ergonomi

Ergonomi merupakan bidang antar cabang ilmu pengetahuan yang melibatkan konsep-konsep yang terkait dengan biomekanik, rekayasa faktor manusia, kinesiologi, keselamatan dan kedokteran (Bird, 2005). Ergonomi merupakan perpaduan antara beberapa bidang ilmu, antara lain; ilmu faal, anatomi dan kedokteran, psikologi faal, ilmu fisika dan teknik. Ilmu faal dan anatomi memberikan gambaran bentuk tubuh manusia, kemampuan tubuh/anggota gerak untuk mengangkat atau ketahanan terhadap suatu gaya yang diterimanya, satuan ukuran besaran panjangnya suatu anggota tubuh.

Psikologi faal memberikan gambaran terhadap fungsi otak dan sistem persyarafan dalam kaitannya dengan tingkah laku, sementara eksperimental mencoba memahami suatu cara bagaimana mengambil sikap, memahami, mempelajari, mengingat serta mengendalikan proses motorik. Sedangkan ilmu fisika dan teknik memberikan informasi yang


(35)

sama untuk disain dan lingkungan dimana pekerja melakukan pekerjaannya (Oborne, 1995).

Gambar 2.1.

Ruang Lingkup Ergonomi dan Keterkaitan dengan Ilmu Lainnya Sumber : Budiono (2003)

Menurut International Ergonomist Association (IEA), dalam Rom (2007), disipin keilmuan ergonomi terdiri dari 3 (tiga) bidang spesialisasi, antara lain :

1. Physical Ergonomics

Physical ergonomics lebih menekankan pada anatomi manusia, antropometri, fisiologi, dan karakteristrik biomekanik yang berkaitan dengan aktifitas fisik. Bahasan yang terkait meliputi postur kerja, material handling, pergerakan pekerjaan repetitif (berulang), gangguan muskuloskeletal akibat kerja, layout kerja, keselamatan dan kesehatan kerja.


(36)

2. Cognitive ergonomics

Cognitive ergonomics lebih menekankan pada proses-proses mental seperti persepsi, memori, alasan, dan respon motorik yang berhubungan dengan manusia lain dan elemen-elemen lain di dalam sistem. Bahasan yang terkait meliputi beban kerja, pengambilan keputusan, kinerja kerja, interaksi manusia-komputer, reliabilitas, stress kerja, dan training.

3. Organizational ergonomics

Organizational ergonomics lebih menekankan pada optimalisasi sistem sosioteknikal, termasuk struktur organisasi, kebijakan dan proses mereka.

Studi mengenai ergonomi fisik (physical ergonomics) disusun dalam ke dalam tiga area bahasan utama :

1. Antropometri

Antropometri adalah ilmu pengetahuan mengenai pengukuran dan ilmu terapan yang membentuk geometri fisika, keterangan massa, dan kemampuan kekuatan dari tubuh manusia. Hal ini merupakan informasi penting yang tersedia untuk mendesain furnitur, mesin, peralatan dan pakaian.


(37)

2. Fisiologi

Fisiologi kerja lebih menekankan pada respons tubuh terhadap kebutuhan metabolism saat bekerja, Dengan mengukur aktifitas kardiovaskuler, respirasi dan sistem otot saat bekerja, informasi ini berguna untuk mencegah kelelahan pada beberapa bagian maupun seluruh tubuh.

3. Biomekanik

Biomekanik mempertimbangkan penerapan mekanisme normal dalam menganalisis sistem biologi. Aspek berbeda dari biomekanik adalah menggunakan beberapa bagian yang berbeda dari penerapan mekanika. Kebutuhan tersebut digunakan untuk meningkatkan kinerja pekerja dalam meminimalisir dampak gangguan muskuloskeletal yang terjadi dalam disiplin ilmu terapan, biomekanika pekerjaan. Hal tersebut merupakan penerapan pada bidang prinsip fisika dan konsep teknikal dalam meneliti interaksi fisik pekerja dengan peralatan, mesin, dan material. Dengan mengukur faktor tekanan kerja terhadap tubuh, maka dihasilkan informasi mengenai nilai toleransi dari sistem muskuloskeletal dan risiko kecelakaan.


(38)

2.1.3. Tujuan Ergonomi

Menurut Tarwaka (2004), secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah :

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan dan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produkif.

3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

Selain itu, menurut Bird (2005), tujuan dari ergonomi terapan adalah untuk mengurangi stressor pada tubuh manusia yang disebabkan oleh tugas-tugas kerja dan atau lingkungan kerja untuk mencegah masalah-masalah kesehatan dan meningkatkan efisiensi maupun produktifitas kerja.


(39)

Tujuan ergonomi menurut Budiono (2003), adalah bagaimana mengatur kerja agar tenaga kerja dapat melakukan pekerjaannya dengan rasa aman, selamat, efisien, efektif dan produktif, disamping juga rasa nyaman serta terhindar dari bahaya yang mungkin timbul ditempat kerja.

2.1.4. Konsep Keseimbangan Dalam Ergonomi

Ergonomi merupakan suatu ilmu, seni dan teknologi yang berupaya untuk menyerasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan segala keterbatasan manusia, sehingga manusia dapat berkarya secara optimal tanpa pengaruh buruk dari pekerjaannya. Dari sudut pandang ergonomi, antara tuntutan tugas dengan kapasitas kerja harus selalu dalam garis keseimbangan sehingga dicapai performa kerja yang tinggi. Dalam kata lain, tuntutan tugas pekerjaan tidak boleh terlalu rendah (underload) dan juga tidak boleh terlalu berlebihan (overload). Karena keduanya, baik underload maupun overload akan menyebabkan stress.

Konsep keseimbangan antara kapasitas kerja dengan tuntutan tugas tersebut dapat diilustrasikan seperti gambar dibawah :


(40)

Gambar 2.2.

Konsep Dasar Dalam Ergonomi Sumber : Tarwaka (2004)

1. Kemampuan kerja

Kemampuan kerja seseorang sangat ditentukan oleh :

a) Personal capacity (karakteristik pribadi) : meliputi faktor usia, jenis kelamin, antropometri, pendidikan, pengalaman, status sosial, agama, dan kepercayaan, status kesehatan, kesegaran tubuh.

b) Physiological capacity (kemampuan fisiologis) : meliputi kemampuan dan daya tahan kardio-vaskuler, syaraf, otot, panca indera.


(41)

c) Psycological capacity (kemampuan psikologis) : berhubungan dengan kemampuan mental, waktu reaksi, kemampuan adaptasi, stabilitas emosi.

d) Biomechanical capacity (kemampuan bio-mekanik) berkaitan dengan kemampuan dan daya tahan sendi dan persendian, tendon, dan jalinan tulang.

2. Tuntutan Tugas

Tuntutan tugas pekerjaan / aktifitas tergantung pada :

a) Task and material characteristic (karakteristik tugas dan material) : ditentukan oleh karakteristik peralatan dan mesin, tipe, kecepatan dan irama kerja.

b) Organization characteristics ; berhubungan dengan jam kerja dan jam istirahat, kerja malam, dan bergilir, cuti dan libur, manajemen.

c) Environmental characteristic ; berkaitan dengan manusia teman setugas, suhu dan kelembaban, bising dan getaran, penerangan, sosio-budaya, tabu, norma, adat dan kebiasaan, bahan-bahan pencemar.


(42)

3. Performa

Performa atau tampilan seseorang sangat tergantung kepada rasio dari besarnya tuntutan tugas dengan besarnya kemampuan yang bersangkutan. Dengan demikian, apabila :

a) Bila rasio tuntutan tugas lebih besar daripada kemampuan seseorang atau kapasitas kerjanya, maka akan terjadi penampilan akhir berupa ketidaknyamanan, overstress, kelelahan, kecelakaan, cedera, rasa sakit, penyakit dan tidak produktif. b) Sebaliknya, bila tuntutan tugas lebih rendah daripada

kemampuan seseorang atau kapasitas kerjanya, maka akan terjadi penampilan akhir berupa understress, kebosanan, kejemuan, kelesuan, sakit dan tidak produktif.

c) Agar penampilan menjadi optimal maka perlu adanya keseimbangan dinamis antara tuntutan tugas dengan kemampuan yang dimiliki sehingga tercapai kondisi dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan produktif.

2.2. Faktor - Faktor Risiko Ergonomi 2.2.1. Berdasarkan Pekerjaan

2.2.1.1. Postur

Postur adalah pergerakan aktif dan merupakan hasil dari banyak pergerakan tubuh , yang sebagian besar memiliki karakter


(43)

yang saling menguatkan (Bridger, 2003). Postur adalah istilah lain dari berbagai macam posisi anggota tubuh dalam beberapa aktifitas (OHSCO, 2007).

Pembagian postur kerja dalam ergonomi didasarkan atas posisi tubuh dan pergerakan. Berdasarkan posisi tubuh, postur kerja dalam ergonomi terdiri dari :

1. Posisi netral (Neutral posture), yaitu postur dimana seluruh anggota tubuh berada pada posisi yang wajar dan kontraksi pada otot tidak berlebihan sehingga anggota tubuh, jaringan syaraf lunak dan tulang tidak mengalami pergeseran, pembebanan dan kontraksi yang berlebihan.

2. Postur Janggal (awkward posture) yaitu postur dimana posisi tubuh (lutut, sendi dan punggung) secara signifikan menyimpang dari posisi netral pada saat melakukan aktifitas yang disebabkan oleh keterbatasan tubuh manusia dalam menghadapi beban dalam waktu yang lama. Selain itu, postur janggal membutuhkan energi yang lebih besar, oleh karena itu, semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan kondisi janggal tersebut, sehingga dampak pada kerusakan otot rangka semakin besar (Bridger, 1995).

Hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan risiko terhadap postur janggal antara lain :


(44)

1. Persendian yang bergerak melebihi posisi netral. 2. Otot berkontraksi pada level tekanan tinggi. 3. Banyaknya gerakan postur tersebut.

4. Lamanya waktu terhadap postur janggal (OHSCO, 2007).

Berikut ini adalah yang termasuk postur berisiko dalam bekerja berdasarkan BRIEF Survey dari Humantech Inc. (1995) :

1) Postur tangan dan pergelangan tangan

Postur normal atau netral pada tangan dan pergelangan tangan dalam melakukan proses kerja adalah dengan posisi sumbu lengan terletak satu garis lurus dengan jari tengah. Apabila sumbu tangan tidak lurus tetapi mengarah ke berbagai posisi, maka dapat dikatakan posisi tersebut janggal atau tidak netral.

Beberapa contoh posisi tangan yang berisiko adalah:

a) Pinch grip, posisi menggenggam menggunakan jari-jari tangan dengan penekanan yang kuat pada jari-jari tangan ketika melakukan posisi ini. Posisi ini dilakukan pekerja seperti menjepit benda-benda seperti jarum, kertas, obeng dan sebagainya.


(45)

Gambar 2.3. Postur Pinch Grip Pada Jari-jari Tangan Sumber: Humantech, 1995

b) Finger press, posisi jari-jari tangan menekan benda/obyek.

Gambar 2.4. Postur Janggal Tangan, Finger Press

Sumber: Humantech, 1995

c) Deviasi ulnar dan radial. deviasi ulnar yaitu posisi tangan yang miring menjauhi ibu jari dan deviasi radial adalah posisi tangan yang miring mendekati ibu jari.

(a) (b)

Gambar 2.5. Posisi Deviasi Ulnar (a) dan Posisi Deviasi Radial (b) Pada Pergelangan Tangan


(46)

d) Fleksi dan Ekstensi, fleksi yaitu posisi pergelangan tangan yang menekuk kearah dalam dan membentuk sudut ≥ 45°. Sedangkan ekstensi berlawanan dari fleksi yaitu posisi pergelangan tangan yang menekuk kearah luar/punggung tangan dengan membentuk sudut ≥45°.

(a) (b)

Gambar 2.6. Posisi Fleksi (a) dan Posisi Ekstensi (b) Pada Pergelangan Tangan

Sumber: Humantech, 1995

e) Power grip, posisi tangan menggenggam benda dengan melingkarkan seluruh jari-jari pada benda yang dipegang. Posisi ini termasuk janggal apabila benda yang digenggam memiliki beban ≥ 10 lbs (4,5 kg) (Humantech, 1995).

Gambar 2.7. Postur Power Grip Sumber: Humantech, 1995


(47)

2) Postur Siku

Posisi janggal pada siku tangan terjadi jika bagian tangan bawah (dari siku sampai jari-jari) melakukan gerakan memutar/rotasi. Pergerakan ini dapat ditemukan pada pekerja yang menggunakan obeng (screwdriver) untuk memutar mur atau benda lainnya. Gerakan lainnya pada siku adalah gerakan ekstensi penuh (full extension) dimana siku digerakkan secara berulang kali ke arah atas dan bawah, contoh dari postur ini adalah gerakan ketika memalu (hammering) atau mencangkul.

(a) (b)

Gambar 2.8. Pergerakan Siku yang Janggal, Posisi Lengan Bawah Rotasi (a) dan Siku Ekstensi Penuh (b)

Sumber: Humantech, 1995

3) Postur bahu

Bahu termasuk posisi berisiko apabila posisi mengangkat pada bahu memebentuk sudut sebesar ≥ 45° dari arah vertikal sumbu tubuh, baik ke samping tubuh maupun ke arah depan tubuh. Posisi ini biasanya dilakukan pekerja jika obyek pekerjaannya berada jauh di depan atau samping dari tubuh pekerja. Selain itu, postur bahu yang janggal apabila bahu


(48)

melewati garis vertical sumbu tubuh. Pekerja melakukan posisi ini apabila obyek berada di belakang tubuhnya seperti menarik benda yang berada di belakang.

(a) (b)

Gambar 2.9 Posisi Janggal Pada Bahu, Bahu Diangkat Sebesar ≥ 45° (a)dan Posisi Bahu ke Arah Belakang (b)

Sumber: Humantech, 1995

4) Postur Leher

a) Menunduk, postur janggal pada leher jika leher menunduk memebentuk sudut ≥20° dari garis vertikal dengan ruas tulang leher. Posisi menunduk dilakukan pekerja jika obyek yang sedang dikerjakannya berada lebih dari 20° di bawah pandangan mata, sehingga pekerja harus menundukkan kepala untuk melihat obyek tersebut.

Gambar 2.10. Posisi Leher Menunduk ≥ 20° Sumber: Humantech, 1995


(49)

b) Miring (sideways), setiap gerakan dari leher yang miring, baik ke kanan maupun ke kiri, tanpa melihat besarnya sudut yang dibentuk oleh garis vertikal dengan sumbu dari ruas tulang leher. Posisi miring biasanya dilakukan jika benda/obyek yang dikerjakannya tidak tepat berada di depan pekerja, melainkan berada di samping kanan atau kiri atau berada di atas maupun bawah.

Gambar 2.11. Posisi Leher Miring Sumber: Humantech, 1995

c) Ke arah belakang/mendongak (backwards), posisi leher deviasi ke arah belakang yang nyata pada postur leher. Setiap postur dari leher yang tengadah (mendongak) ke atas tanpa melihat besar sudut yang dibentuk oleh garis vertikal dengan sumbu dari ruas tulang leher. Postur seperti ini biasanya ditemukan pada pekerjaan dimana obyek kerjanya berada di atas pandangan mata pekerja atau di atas kepala.


(50)

Gambar 2.12. Posisi Leher ke ke Arah Belakang/Mendongak ke Atas

Sumber: Humantech, 1995

d) Memutar (twisted), postur leher yang berputar, baik ke arah kanan maupun kiri, tanpa menilai besarnya sudut rotasi yang dilakukan. Biasanya pekerja melakukan posisi leher memutar jika obyek jauh berada di samping kanan atau kiri pekerja atau di belakang tubuh pekerja.

Gambar 2.13. Posisi Leher Memutar ke Samping Sumber: Humantech, 1995

5) Postur punggung

a) Membungkuk, merupakan gerakan atau posisi tubuh ke arah depan sehingga antara sumbu badan bagian atas akan membentuk sudut ≥ 20° dengan garis vertikal. Posisi ini terjadi apabila benda berada jauh di depan tubuh atau dibawah


(51)

garis horizontal tubuh sehingga pekerja membungkuk untuk dapat meraih benda tersebut.

Gambar 2.14.

Gerakan Punggung Membungkuk ≥ 20° ke Depan Sumber: Humantech, 1995

b) Miring (sideways), yaitu deviasi bidang median tubuh dari garis vertikal pada punggung tanpa memperhitungkan besarnya sudut yang dibentuk. Postur ini terjadi jika obyek yang sedang dikerjakan berada di samping kanan atau kiri tubuh pekerja.

Gambar 2.15. Punggung Deviasi ke Samping Sumber: Humantech, 1995

c) Memutar (twisted), yaitu postur punggung yang berputar baik ke kanan maupun ke kiri dimana garis vertikal menjadi sumbu tanpa memperhitungkan besarnya o rotasi yang dibentuk. Gerakan seperti ini dapat ditemukan pada


(52)

pekerjaan memindahkan barang dari satu sisi ke sisi lainnya dari tubuh pekerja.

Gambar 2.16 Posisi Punggung Deviasi ke Samping Sumber: Humantech, 1995

6) Postur kaki

Postur janggal pada kaki antara lain posisi jongkok. Pekerja melakukan pekerjaannya sambil berjongkok, biasanya obyek yang dikerjakannya berada di bawah horizontal tubuh. Posisi lainnya yaitu berdiri dengan bertumpu pada satu kaki dan kaki lainnya tidak dibebankan. Pekerja melakukan gerakan ini untuk meraih obyek yang berada melebihi jangkauan tangannya misalnya jauh di atas kepalanya.

Contoh dari gerakan ini adalah pekerja yang mengambil atau meletakkan benda di rak yang letaknya tinggi. Kaki juga dapat dikatakan janggal apabila posisinya berlutut atau salah satu atau kedua lutut dijadikan tumpuan ketika sedang bekerja.


(53)

(a) (b) (c) Gambar 2.17.

Postur Kaki Janggal, Posisi Berjongkok (a); Posisi Berdiri denganBertumpu Pada Satu Kaki (b); dan Posisi Berlutut (c)

Sumber: Humantech, 1995

Sedangkan berdasarkan pergerakan, postur kerja dalam ergonomi terdiri dari :

1) Postur statis yaitu postur yang terjadi dimana sebagian besar tubuh tidak aktif atau hanya sedikit sekali terjadi pergerakan. Postur statis dalam jangka waktu lama menyebabkan otot berkontraksi secara terus menerut dan dapat menyebabkan tekanan pada anggota tubuh. (Bridger, 2003) dan dapat menyebabkan pekerjaan yang tidak efektif, kesakitan dan gangguan terhadap pekerja di akhir pekerjaan dan masalah kesehatan dalam jangka panjang. 2) Postur dinamis yaitu postur yang terjadi dimana sebagian besar

anggota tubuh bergerak. Walaupun pergerakan tubuh yang wajar membantu dalam mencegah masalah yang ditimbulkan postur statis, pergerakan yang berlebihan khususnya dalam mengangkat


(54)

beban berat dapat menyebabkan masalah kesehatan dan performa (Corlett, 1998).

2.2.1.2. Frekuensi

Frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya gerakan yang dilakukan dalam suatu periode waktu. Jika aktivitas pekerjaan dilakukan secara berulang, maka dapat disebut sebagai repetitif. Gerakan repetitif dalam pekerjaan, dapat dikarakteristikan baik sebagai kecepatan pergerakan tubuh, atau dapat di perluas sebagai gerakan yang dilakukan secara berulang tanpa adanya variasi gerakan.

Posisi/postur yang salah dengan frekuensi pekerjaan yang sering dapat menyebabkan suplai darah berkurang, akumulasi asam laktat, inflamasi, tekanan pada otot, dan trauma mekanis. Frekuensi terjadinya sikap tubuh yang salah terkait dengan berapa kali terjadi pergerakan pengulangan dalam melakukan suatu pekerjaan. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Bridger, 1995).

Faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan pengulangan pergerakan (frekuensi pergerakan) antara lain :

1. Jumlah dan kecepatan pergerakan.


(55)

3. Persendian yang bergerak jauh dari posisi netral (OHSCO, 2007).

2.2.1.3. Durasi

Durasi merupakan jumlah waktu dimana pekerja terpajan oleh faktor risiko. Durasi dapat dilihat sebagai menit-menit dari jam kerja / hari pekerja terpajan risiko. Durasi juga dapat dilihat sebagai pajanan/tahun faktor risiko atau karakteristik pekerjaan berdasarkan faktor risikonya. Secara umum, semakin besar pajanan durasi pada faktor risiko, semakin besar pula tingkat risikonya (Kurniawati, 2009).

Menurut Bird (2005), durasi didefinisikan sebagai berikut : a) Durasi singkat : < 1 jam / hari.

b) Durasi sedang : 1-2 jam / hari. c) Durasi lama : > 2 jam / hari.

Beberapa penelitian menemukan dugaan adanya hubungan antara meningkatnya level atau durasi pajanan dan jumlah kasus MSDs pada bagian leher (NIOSH, 1997).

2.2.1.4. Beban

Beban dapat diartikan sebagai beban muatan (berat) dan kekuatan pada struktur tubuh. Satuan beban dinyatakan dalam newton atau pounds, atau dinyatakan sebagai sebuah proporsi dari kapasitas kekuatan individu (NIOSH, 1997). Pembebanan fisik pada


(56)

pekerjaan dapat mempengaruhi terjadinya kesakitan pada musculoskeletal tubuh. Pembebanan fisik yang dibenarkan adalah pembebanan yang tidak melebihi 30-40% dari kemampuan kerja maksimum yenaga kerja dalam 8 jam sehari dengan memperhatikan peraturan jam kerja yang berlaku. Semakin berat beban maka semakin singkat waktu pekerjaan (Suma’mur, 1989).

Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan untuk diangkat oleh seseorang adalah 23 – 25 kg. Bentuk dan ukuran objek juga mempengaruhi hal tersebut. Ukuran objek harus cukup kecil agar dapat diletakkan sedekat mungkin dari tubuh. Lebar objek yang besar dapat membebani otot pundak/ bahu adalah lebih dari 300 – 400 mm, panjang lebih dari 350 mm dengan ketinggian lebih dari 450 mm (Kurniawati, 2009).

2.2.1.5. Peregangan Otot Yang Berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktifitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot,


(57)

bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal (Tarwaka, 2004).

2.2.2. Faktor Lingkungan 2.2.2.1. Getaran

Bahaya getaran secara potensial ada jika menggunakan alat-alat listrik (getaran ekstrimitas) dan ketika berdiri atau duduk diatas sebuah mesin yang bergetar (getaran tubuh yang menyeluruh). Getaran meningkatkan gerakan otot, menarik pembuluh darah dan mengganggu ujung syaraf. Keterpaparan manusia oleh alat-alat atau peralatan yang bergetar harus dikurangi bilamanapun memungkinkan.

Getaran ekstrimitas dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan jaringan pada jari-jari (misalnya sindrom jari putih) dan dapat mengakibatkan kondisi – kondisi seperti Carpal Tunnel Syndrome. Keterpaparan tubuh secara menyeluruh, khususnya ketika sedang duduk, dapat mengakselerasikan pemburukan piringan sendi di tulang belakang (Bird, 2005).

2.2.2.2. Mikroklimat

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan


(58)

menurunnya kekuatan otot (Astrand & Rodhl, 1977; Pulat, 1992; Wilson & Corlett, 1992 dalam Tarwaka, 2004). Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menyebabkan rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982; Grandjean, 1993 dalam Tarwaka, 2004).

2.2.3. Faktor Perorangan 2.2.3.1. Umur

Chaffin (1979) dan Guo et al. (1995) menyatakan bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25 – 65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur (Tarwaka, 2004). Riihimaki (1989) menjelaskan bahwa umur mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan ada beberapa ahli


(59)

lainnya yang menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot (Tarwaka 2004).

2.2.3.2. Jenis Kelamin

Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli tentang pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah daripada pria. Astrand &Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita (Tarwaka, 2004).

2.2.3.3. Kebiasaan Merokok

Sama halnya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh kebiasaan merokok terhadap risiko keluhan otot juga masih diperdebatkan dengan para ahli, namun demikian, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot sangat erat kaitannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan (Tarwaka, 2004).


(60)

2.2.3.4. Kesegaran Jasmani

Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat. Sebaliknya, bagi yang kesehariannya melakukan pekerjaan yang cukup istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadi keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan dengan bertambahnya aktifitas fisik (Tarwaka, 2004).

2.3. Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Menurut NIOSH (1997) yang dimaksud dengan musculoskeletal disorders adalah sekelompok kondisi patologis yang mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem muskuloskeletal yang mencakup sistem syaraf, tendon, otot dan struktur penunjang seperti discus intervertebral. MSDs dapat berupa peradangan dan penyakit degeneratif yang meyebabkan melemahnya fungsi tubuh. MSDs mempunyai nama lain seperti repetitive strain injury, repetitive motion injury, cumulative trauma disorders, occupational cervicoskeletal disorders, overuse syndrome, dan lainnya (Canada OH&S, 2005 dalam Kurniawati, 2009).

MSDs adalah cidera pada otot, syaraf, tendon, ligamen, sendi,kartilago atau spinal disc. MSDs muncul tidak secara spontan atau langsung melainkan butuh waktu yang lama dan bertahap sampai gangguan musculoskeletal mengurangi


(61)

kemampuan tubuh manusia dengan menimbulkan rasa sakit. MSDs menjadi suatu masalah disebabkan karena (Bird, 2005) :

a) Waktu kerja yang hilang karena sakit umumnya disebabkan penyakit otot rangka.

b) MSDs terutama yang berhubungan dengan punggung merupakan masalah penyakit akibat kerja yang penanganannya membutuhkan biaya yang tinggi c) MSDs menimbulkan rasa sakit yang amat sangat sehingga membuat pekerja

menderita dan menurunkan produktivitas kerja.

d) Penyakit MSDs bersifat multikausal sehingga sulit untuk menentukan proporsi yang semata-mata akibat hubungan kerja.

2.3.1. Gangguan Kesehatan Pada Muskuloskeletal Tiap Bagian Tubuh Macam-macam gejala kesehatan dirasakan pekerja disebabkan faktor risiko MSDs yang memajan tubuhnya. Tiap bagian tubuh memilki risiko ergonomi dan gangguan kesehatan yang dapat mengakibatkan melemahkan fungsi tubuh dan penurunan kinerja pekerja. Bagian-bagian tubuh seperti tangan, leher, bahu, punggung dan kaki merupakan bagian tubuh yang sering digunakan pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Berikut ini adalah beberapa jenis cidera yang mungkin dialami pekerja disebabkan pekerjaannya (NIOSH, 2007):

a) Cidera Pada Tangan

Cidera pada bagian tangan, pergelangan tangan dan siku bisa disebabkan dari pekerjaan tangan yang intensif sehingga


(62)

memungkinkan terjadinya postur janggal pada tangan dengan durasi yang lama, pergerakan yang berulang/repetitif, dan tekanan dari peralatan/ material kerja. Sembilan belas studi menyatakan bahwa pekerjaan repetitif berpengaruh pada cidera pada tangan dan pergelangan tangan misalnya CTS (Bernard et al, 1997).

1. Tendinitis. Peradangan (pembengkakan) atau iritasi pada tendon, biasanya terjadi pada titik dimana otot melekat pada tulang. Keadaan tersebut akan semakin berkembang ketika tendon terus menerus digunakan untuk mengerjakan hal-hal yang tidak biasa seperti tekanan yang kuat pada tangan, membengkokkan pergelangan tangan selama bekerja, atau menggerakkan pergelangan tangan secara berulang. Jika ketegangan otot tangan ini terus berlangsung, akan menyebabkan tendinitis.

2. Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Penekanan yang terjadi pada syaraf tengah yang terletak pada pergelangan tangan yang dikelilingi jaringan dan tulang. Penekanan tersebut disebabkan oleh pembengkakan dan iritasi dari tendon dan lapisan penyelubung tendon. CTS biasanya ditandai dengan gejala seperti rasa sakit pada pergelangan tangan, perasaan tidak nyaman pada jari-jari, dan mati rasa/kebas. CTS dapat menyebabkan sulitnya seseorang menggenggam sesuatu pada tangannya.


(63)

3. Trigger finger. Tekanan yang berulang pada jari-jari (pada saat menggunakan alat kerja yang memiliki pelatuk) dimana menekan tendon secara terus menerus hingga ke jari-jari dan mengakibtakan rasa sakit dan tidak nyaman pada bagian jari-jari. 4. Epicondylitis. Merupakan rasa nyeri atau sakit pada bagian siku.

Rasa sakit ini berhubungan dengan perputaran ekstrim pada lengan bawah dan pembengkokan pada pergelangan tangan. Kondisi ini juga biasa disebut tennis elbow atau golfer’s elbbow. 5. Hand-Arm Vibration Syndrome (HAVS). Cidera akibat penggunaan tangan, pergelangan tangan, dan lengan pada peralatan kerja yang memiliki getaran.vibrasi. Menggunakan peralatan yang memilki vibrasi secara terus menerus dapat mengekibatkan timbulnya gejala-gejala antar lain jari-jari pucat, perasaan geli, dan mati rasa/kebas.

b) Cidera Pada Bahu dan Leher

Pekerjaan dengan melibatkan bahu memiliki kemungkinan yang besar dalam menyebabkan cidera pada bagian tubuh tersebut. Beberapa postur bahu seperti merentang lebih dari 45° atau mengangkat bahu ke atas melebihi tinggi kepala. Durasi yang lama dan gerakan yang berulang juga mempengaruhi kesakitan pada bahu. Terdapat hubungan yang positif antara pekerjaan repetitif dan MSDs pada bahu dan leher, studi lainnya menyatakan bahwa kejadian cidera


(64)

bahu juga disebabkan karena eksposur dengan postur janggal dan beban yang diangkat (Bernard et al, 1997).

1. Bursitis. Peradangan (pembengkakan) atau iritasi yang terjadi pada jaringan ikat yang berada pada sekitar persendian. Penyakit ini akibat posisi bahu yang janggal seperti mengangkat bahu di atas kepala dan bekerja dalam waktu yang lama.

2. Tension Neck Syndrome. Gejala ini terjadi pada leher yang mengalami ketegangan pada otot-ototnya disebabkan postur leher menengadah ke atas dalam waktu yang lama. Sindroma ini mengakibatkan kekakuan pada otot leher, kejang otot, dan rasa sakit yang menyebar ke bagian leher.

c) Cidera Pada Punggung dan Lutut

Di beberapa jenis pekerjaan, dibutuhkan pekerjaan lantai atau mengangkat beban yang menyebabkan postur punggung tidak netral. Posisi berlutut, membungkuk, atau jongkok bisa menyebabkan sakit pada punggung bagian bawah atau pada lutut, jika dilakukan dalam waktu yang lama dan kontinyu mengakibatkan masalah yang serius pada otot dan sendi (NIOSH, 2007).

1. Low Back Pain. Cidera pada punggung dikarenakan otot-otot tulang belakang mengalami peregangan jika postur punggung membungkuk. Diskus (discs) mengalami tekanan yang kuat dan menekan juga bagian dari tulang belakang termasuk syaraf.


(65)

Apabila postur membungkuk ini berlangsung terus menerus, maka diskus akan melemah yang pada akhirnya menyebabkan putusnya diskus (disc rupture) atau biasa disebut herniation. 2. Penyakit muskuloskeletal yang terdapat di bagian lutut berkaitan

dengan tekanan pada cairan di antara tulang dan tendon. Tekanan yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan cairan tersebut (bursa) tertekan, membengkak, kaku, dan meradang atau biasa disebut bursitis. Tekanan dari luar ini juga menyebabkan tendon pada lutut meradang yang akhirnya menyebabkan sakit (tendinitis).

2.4. Pengendalian Risiko Ergonomi

Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health Administration (OSHA), tindakan ergonomi untuk mencegah adanya sumber penyakit adalah melalui dua cara, yaitu rekayasa teknik (desain stasiun dan alat kerja) dan rekayasa manajemen (kriteria dan organisasi kerja) (Grandjean, 1993; Anis & McConville, 1996; Waters & Anderson, 1996; Manuaba, 2000; Peter Vi, 2000 dalam Tarwaka, 2004). Langkah preventif ini dimaksudkan untuk mengeliminir overexertion dan mencegah adanya sikap kerja yang tidak alamiah.

1. Rekayasa Teknik

Rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa alternatif sebagai berikut :


(66)

a) Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini jarang bisa dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang mengharuskan untuk menggunakan peralatan yang ada.

b) Substitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan alat/bahan baru yang aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur penggunaan peralatan.

c) Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja, sebagai contoh, memisahkan ruang mesin yang bergetar dengan ruang kerja lainnya, pemasangan alat peredam getaran.

d) Ventilasi yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi risiko sakit, misalnya akibat suhu udara yang terlalu panas.

2. Rekayasa manajemen

Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut :

a) Pendidikan dan pelatihan

Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja menjadi lebih memahami lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan dapat melakukan penyesuaian dan inovatif dalam melakukan upaya – upaya pencegahan terhadap risiko sakit akibat kerja.

b) Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang

Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam arti disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik


(67)

pekerjaan, sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber bahaya.

c) Pengawasan yang intensif

Melalui pengawasan yang intensif dapat dilakukan pencegahan secara lebih dini terhadap kemungkinan terjadinya risiko sakit akibat kerja.

Sebagai gambaran, berikut ini diberikan contoh tindakan untuk mencegah / mengatasi terjadinya keluhan otot skeletal pada berbagai kondisi / aktifitas seperti yang dijabarkan berikut ini :

1. Aktifitas angkat-angkut material secara manual

a. Usahakan meminimalkan aktifitas angkat-angkut secara manual. b. Upayakan agar lantai kerja tidak licin.

c. Upayakan menggunakan alat bantu kerja yang memadai seperti crane, kereta dorong, pengungkit.

d. Gunakan alas apabila harus mengangkat diatas kepala atau bahu. e. Upayakan agar beban angkat tidak melebihi kapasitas angkat

pekerja.

2. Berat bahan dan alat

a. Upayakan untuk menggunakan bahan dan alat yang ringan. b. Upayakan menggunakan wadah / alat angkut dengan kapasitas <


(68)

3. Alat tangan

a. Upayakan agar ukuran pegangan tangan sesuai dengan lingkar genggam pekerja dan karakteristik pekerjaan (pekerjaan berat atau ringan).

b. Pasang lapisan peredam getaran pada pegangan tangan.

c. Upayakan pemeliharaan yang rutin sehingga alat selalu dalam kondisi layak pakai.

d. Berikan pelatihan sehinga pekerja terampil dalam mengoperasikan alat.

4. Melakukan pekerjaan pada ketinggian

a. Gunakan alat bantu kerja yang memadai seperti : tangga kerja dan lift.

b. Upayakan untuk mencegah terjadinya sikap kerja tidak alamiah dengan menyediakan alat-alat yang dapat distel/disesuaikan dengan ukuran tubuh pekerja.

2.5. Metode Penilaian Risiko Ergonomi

2.5.1. Rapid Upper Limb Assesment (RULA)

Rapid Upper Limb Assesment (RULA) adalah suatu cara yang digunakan untuk menilai postur, besarnya gaya dan pergerakan yang menghubungkan dengan jenis pekerjaan yang memerlukan perpindahan pergerakan. Seperti bekerja dengan komputer, manufaktur, atau pekerjaan


(69)

lainnya dimana pekerja bekerja dalam posisi duduk atau berdiri tanpa berpindah tempat. RULA memberikan sebuah kemudahan dalam menghitung rating dari beban kerja otot dalam bekerja dimana orang yang mempunyai risiko pada bagian leher dan beban kerja pada anggota tubuh bagian atas.

Tool ini memasukkan skor tunggal sebagai “gambaran/foto” dari sebuah pekerjaan yang mana rating dari postur, besarnya gaya/beban dan pergerakan yang diharuskan. Risiko adalah hasil perhitungan menjadi suatu nilai /skor 1 (rendah) sampai skor 7 (tinggi). Skor tersebut adalah dengan menggolongkan menjadi 4 level gerakan/aksi itu memberikan sebuah indikasi dari kerangka waktu yang mana layak untuk mengekspektasi pengendalian risiko yang akan diajukan.

Terdapat 4 pokok utama penerapan RULA yaitu untuk ;

1) Mengukur risiko muskuloskeletal/otot, biasanya sebagai bagian dari investigasi ergonomis secara luas.

2) Membandingkan beban otot dari disain saat ini dan modifikasi disain tempat kerja.

3) Evaluasi hasil seperti produktifitas atau keserasian peralatan.

4) Pendidikan bagi pekerja tentang risiko muskuloskeletal yang ditimbulkan oleh perbedaan postur dalam bekerja.


(1)

194

DAFTAR PUSTAKA

ACGIH. 2007. Threshold Limit Values for Chemical Substances and Physical Agents & Biological Exposure Indices. Cincinnati: Kemper Meadow Drive

Bernad, Bruce P. et al. Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors: A Critical Review of Epidemiologic Evidence for Work-Related Musculoskeletal Disorders of the Neck, Upper Extrimity, and Low Back. U.S. Department of Health and Human Services: NIOSH http://www.cdc.gov/niosh/docs/97-141/pdfs/97-141.pdf diakses 20 Oktober 2009

Bird, E, Jr, Frank and L. Germain. 2005. Kepemimpinan Pengendalian, dan Kerugian Praktis, Edisi ke-3. Terjemahan oleh W. Abdullah. Jakarta: PT. Denvegraha

Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomics.. Singapore: McGraw-Hill Book Co

Bridger, R.S. 2003. Introduction to Ergonomics. Second Edition. London: Taylor & Francis

Budiono, Sugeng et al. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja : Hygiene Perusahaan, Ergonomik, Kesehatan Kerja dan Keselamatan Kerja (Edisi Kedua). Semarang : Badan Penerbit Undip.

Humantech. 1995. Applied Ergonomics Training Manual 2nd Edition. Australia: Barkelery Vale, http://enhs.umn.edu/2004injuryprevent/back/backinjury.html

diakses 20 Oktober 2009


(2)

195

Kumar, Sharawan. 2001. Biomechanics in Ergonomics. Canada : Taylor and Francis

Kurniawati, 2009. Tinjauan Faktor Risiko Ergonomi dan Keluhan Subjektif Terhadap Terjadinya Risiko Terjadinya Muskuloskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pabrik Proses Inspeksi Kain, Pembungkusan, dan Pengepakan di Departemen PPC PT SCTI Ciracas Jakarta Timur Tahun 2009. (Skripsi) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Depok

Laraswati, Hervita, 2009, Analisis Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Laundry Tahun 2009 (Studi Kasus Pada 12 Laundry Sektor Usaha Informal Di Kecamatan Beji Kota Depok (Skripsi) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Depok

Lingard, Helen and Steve Rowlinson, 2005, Occupational Health and Safety in Construction Project Management, Spon Press, Taylor & Francis Group, London and New York

Hignett, Sue, and McAtamney Lynn. 2000. Applied Ergonomics : Rapid Entire Body Assessment. USA:CRC Press.

NIOSH. 1997. Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors: A Critical Review of Epidemiologic Evidence for Work-Related Musculoskeletal Disorders. NIOSH: Centers for Disease Control and Prevention

NIOSH. 2007. Simple Solution: Ergonomics for Construction Workers. Department of Health and Human Services: Center for Disease Control and Prevention

Oborne, David J,. 1995. Ergonomics at Work Third Edition: Human Factors in Design and Development. England: John Wiley and Sons Ltd.


(3)

OHSAH, 1999, An Ergonomics Guidelines for Hospital Laundries, Occupational Health and Safety for Healthcare in BC, Vancouver : BC

OHSCO.2007. Resource Manual for the MSD Prevention Guideline for Ontario. Occupational Health and Safety Council Of Ontario : Musculoskeletal Disorders Prevention Series

Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work and Health. Maryland: Aspen Publishers Inc.

Pulat, B.M. 1997. Fundamental of Industrial Ergonomics (Second Edition), USA : Hall International Englewood Clifts, New Jersey

Rom, William N. 2007. Environmental and Occupational Medicine, 4th edition (CD-ROM). GGS Book Services

Salomon, Stephen P. 2004. An Ergonomic Assesment of the Airline Baggage Handler. Departement of Industrial Engineering, New Jersey Institute of Technology

Santoso, Gempur. 2004. Ergonomi: Manusia, Perlatan dan Lingkungan. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher

Stanton, et al. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. USA: CRC Press

Suma’mur, P.K. 1989. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: CV. Haji Masagung


(4)

197

Tarwaka, et al. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan dan Produktivitas. Edisi I, Cetakan I,. Surakarta : UNIBA Press

The Australian Standard/New Zealand Standard 4360:1999. 1999. Risk Management Guidelines. Sydney. Australia

Triawan, Rudal. 2007. Gambaran Tingkat Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Aktivitas Kerja Di Bagian Fabrikasi Machine And Gear Shop PT. Bukaka Teknik Utama Berdasarkan Metode Rapid Entire Body Assesment (REBA) Tahun 2007 (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Depok

Vi, P., Penyk, R., Brechun, W., Lefebvre, P., 1998. Ergonomic Improvements To A Baggage Conveyor System At a Large Airline Company, Proceedings of the 30th Annual Conference of the Human Factors Association of Canada, pp. 323-327.

Yassierli. 2008. Peningkatan Kinerja K3 dengan Ergonomi, diakses 1 Mei 2009, http://www .ergoinstitute.com/index.php.


(5)

+1 +2

+2

+3 +4

+ + +2 +2 +3 +4 +1

+1 +2 Add +1 Add +2

+1

Scoring:

1 = negligible risk

2 or 3 = low risk, change may be needed

4 to 7 = medium risk, further investigation, change soon 8 to 10 = high risk, investigate and implement change 11+ = very high risk, implement change

Activity Score

+1 +2

+2 Step 1: Locate Neck Position

Step 1a: Adjust… If neck is twisted: +1 If neck is side bending: +1

Step 2: Locate Trunk Position

Step 2a: Adjust… If trunk is twisted: +1 If trunk is side bending: +1

Step 3: Legs

Adjust:

Step 4: Look-up Posture Score in Table A

Using values from steps 1-3 above, locate score in Table A

Step 5: Add Force/Load Score

If load < 11 lbs : +0 If load 11 to 22 lbs : +1 If load > 22 lbs: +2

Adjust: If shock or rapid build up of force: add +1

Step 6: Score A, Find Row in Table C

Add values from steps 4 & 5 to obtain Score A. Find Row in Table C.

Posture Score A

Force/Load Score

Score A Neck Score

Trunk Score

Leg Score

+1 +2

Step 7: Locate Upper Arm Position:

Step 7a: Adjust… If shoulder is raised: +1 If upper arm is abducted: +1

If arm is supported or person is leaning: -1

Step 8: Locate Lower Arm Position:

Step 9: Locate Wrist Position:

Step 9a: Adjust…

If wrist is bent from midline or twisted : Add +1

Step 10: Look-up Posture Score in Table B

Using values from steps 7-9 above, locate score in Table B

Step 11: Add Coupling Score

Well fitting Handle and mid rang power grip, good: +0

Acceptable but not ideal hand hold or coupling acceptable with another body part, fair: +1

Hand hold not acceptable but possible, poor: +2

No handles, awkward, unsafe with any body part, Unacceptable: +3

Step 12: Score B, Find Column in Table C

Add values from steps 10 &11 to obtain

Score B. Find column in Table C and match with Score A in row from step 6 to obtain Table C Score.

Step 13: Activity Score

+1 1 or more body parts are held for longer than 1 minute (static)

+1 Repeated small range actions (more than 4x per minute)

+1 Action causes rapid large range changes in postures or unstable base

Upper Arm Score

Lower Arm Score

Wrist Score

Posture Score B

Score B Coupling Score

Task name: ________________________________ Reviewer:__________________________ Date: _______/_____/_____ provided by Practical Ergonomics

This tool is provided without warranty. The author has provided this tool as a simple means for applying the concepts provided in REBA . © 2004 Neese Consulting, I nc. rbarker@ergosmart.com (816) 444-1667

Table A Neck

1 2 3 Legs

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Trunk

Posture Score

1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6 2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7 3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8 4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9 5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9 Table

B

Lower Arm

1 2

Wrist

1 2 3 1 2 3 Upper

Arm Score

1 1 2 2 1 2 3 2 1 2 3 2 3 4 3 3 4 5 4 5 5 4 4 5 5 5 6 7 5 6 7 8 7 8 8 6 7 8 8 8 9 9

Score A (score from table A +load/force score) Table C

Score B, (table B value +coupling score)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7

2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8

3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8

4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9

5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9

6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10

7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11

8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11

9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12

10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12

11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12

12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

+2

Table C Score


(6)

REBA: Scoring

Trunk

Neck

Legs

Upper arms

Lower arms

Wrists

R

R

R

L

L

L

Use Table A

Use Table B

Group

B

Group

A

+

+

Load/Force

Coupling

+

Use Table C

Score A

Score B

Score C

Activity

Score

REBA Score

Source: Hignett, S., McAtamney, L. (2000) Applied Ergonomics, 31, 201-5.