6. Adsorpsi Adalah merupakan fenomena yang berkaitan erat dengan permukan
dimana terlibat antara molekul yang bergerak cairan atau gas dengan molekul yang relatif diam yang mempunyai permukaan atau antar muka
Hermanto, 2006. Adsorbat adalah substansi yang dipindahkan dari fase cair dipermukaan. Adsorben adalah fase padat dimana akumulasi
berlangsung. Adsorpsi ion sangat dipengaruhi oleh sifat dari adsorben. Ion- ion yang terpolarisasi akan diserap pada permukaan adsorben yang terdiri
dari molekul-molekul atau ion-ion polar. Oleh karena itu adsorpsi ion tersebut juga adsorpsi polar. Daerah yang mempunyai suatu muatan
tertentu akan menyerap ion-ion yang berlawanan muatan sedangkan ion- ion yang bermuatan sama tidak langsung diserap tetapi tinggal diikat ion-
ion terserap. Karena adanya gaya elektrolit kemudian membentuk lapisan dobel elektrik dengan ion-ion yang diserap pada permukaan adsorben.
Proses adsorpsi terjadi jika adsorban dimasukkan ke dalam larutan senyawa, maka pada permukaan adsorban terjadi kenaikan konsentrasi
senyawa secara gradual sementara itu terjadi pengurangan konsentrasi pada larutan. Hal ini terus berlangsung hinga terjadi kesetimbangan antara laju
adsorpsi dan laju desorpsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi :
1. Sifat fisik dan kimia dari adsorben : luas permukaan, ukuran pori-pori, komposisi kimia dan sebagainya.
2. Sifat kimia dari adsorbat : ukuran molekul, polaritas molekul, komposisi kimia dan sebagainya.
3. Sifat dari fase liquid : pH, suhu, sifat-sifat dari fase gas seperti suhu dan tekanan.
4. Konsentrasi dari adsorbat untuk fase liquid. 5. Waktu kontak antara absorbat dengan adsorben.
2.6. Imobilisasi
Imobilisasi yaitu mengikat radionuklida dalam limbah hasil reduksi volume dengan matriks tertentu, sehingga tidak mudah larut dan lepas ke
lingkungan, jika hasil imobilisasi kontak dengan air pada disposal penyimpanan lestari.
Imobilisasi merupakan teknik pengolahan dengan menggunakan pencampuran antara limbah dengan bahan matriks tertentu. Keuntungan dari
metode imobilisasi adalah mencegah disperse partikel kasar dan cairan selama penanganan, meminimalkan keluarnya radionuklida dan bahan berbahaya setelah
pembuangan serta mengurangi paparan potensial pemecahan jangka panjang. Beberapa karakteristik yang harus diperhatikan dalam hasil imobilisasi antara lain
: stabilitas kimia, kuat tekan, ketahanan radiasi, stabilitas termal dan kelarutan. Matriks yang biasa digunakan untuk imobilisasi penukar ion bekas adalah
semen, bitumen dan beberapa jenis polimer. Oleh karena yang terikat dalam polimer adalah radionuklida berumur panjang dan resin penukar ion merupakan
senyawa organik, maka digunakan matriks polimer untuk imobilisasinya. Di beberapa negara, high integrity container digunakan untuk penyimpanan danatau
disposal dari media penukar ion bekas, tanpa menggunakan bahan matriks imobilisasi IAEA, 2002.
Pertimbangan pemilihan bahan matriks untuk imobilisasi limbah radioaktif, yaitu proses pembuatan yang mudah dan praktis, kandungan limbah
waste loading yang tinggi, ketahanan kimia laju pelindihannya, ketahanan
terhadap panas dalam hal gelas yaitu terjadinya devitrifikasi, ketahanan terhadap radiasi, dan ketahanan mekanik Martono H, 1995.
Kandungan limbah, ketahanan terhadap panas, radiasi, dan mekanik akan mempengaruhi laju pelindihan. Sebagai contoh ketidaktahanan terhadap panas
pada gelas-limbah adalah terjadinya devitrifikasi yang merubah struktur gelas dari amorf menjadi kristalin, menaikkan laju pelindihan. Ketidaktahanan terhadap
radiasi alfa, yaitu terjadinya reaksi inti dalam gelas limbah karena adanya radionuklida pemancar alfa aktinida. Radiasi alfa bereaksi dengan radionuklida
yang lain sehingga terjadi inti yang baru. Terjadinya reaksi inti mengakibatkan perubahan komposisi, sehingga densitas dan kuat tekan gelas-limbah berubah
IAEA, 1985. Perubahan komposisi ini akan mengakibatkan perubahan laju pelindihan. Demikian pula jika tidak tahan terhadap kekuatan mekanik seperti
benturan, maka hasil imobilisasi akan retak dan pecah menjadi butir-butir. Hal ini akan menaikkan luas permukaan kontak dengan air, sehingga menaikkan laju
pelindihan radionuklida dari hasil imobilisasi. Penggunaan polimer untuk imobilisasi limbah resin bekas yang jenuh
uranium karena polimer tahan dalam jangka lama. Panas yang ditimbulkan limbah tidak tinggi dan polimer titik leburnya sampai 400 °C. Laju pelindihan
radionuklida dari blok polimer ke lingkungan sangat kecil. Radiasi yang
dipancarkan limbah uranium kecil, sehingga ketahanan polimer terhadap radiasi tersebut baik.
2.7. Polimerisasi
Polimer merupakan molekul besar yang tersusun dari pengulangan sejumlah besar satuan-satuan molekul yang lebih kecil monomer. Monomer menjadi
polimer paling sedikit mempunyai 2 gugus fungsional, yaitu paling sedikit harus dapat bereaksi dengan 2 monomer tetangganya, sehingga molekul yang terbentuk
secara berantai dan menghasilkan molekul yang besar. Istilah polimer berasal dari bahasa Yunani poly, yang berarti “banyak”, dan
mer , yang berarti “bagian”. Makromolekul merupakan istilah sinonim polimer.
Istilah makromolekul pertama kali dikenalkan oleh Hermann Staudinger, seorang kimiawan dari Jerman Steven, 2001.
Menurut asalnya polimer dibedakan menjadi 2, yaitu: 1. Polimer Alam
Berdasarkan aktivitas fisiologis, terdapat 3 klasifikasi utama dari polimer- polimer alam ini, yaitu : polisakarida, protein, dan polinukleotida. Selain
tiga klasifikasi utama, terdapat pula sekelompok polimer organik alam, yaitu : karet, lignin, humus, batubara, asfaltena bitumen, lak, dan amber,
yang banyak diantaranya dipakai secara komersial. 2. Polimer Sintetis
Pada polimer ini, molekul raksasa dibentuk dari banyak molekul renik yang disebut monomer, mempunyai gugus fungsional yang mudah
bereaksi. Beberapa gugus polimer yang biasanya termasuk dalam reaksi