Polimerisasi Penyerapan uranium dengan pengkompleks Na2CO3 menggunakan resin Amberlite Ira-400 Cl dan Imobilisasi dengan resin Epoksi

misalnya air. Hasil reaksi masih mempunyai dua gugus fungsi, sehingga reaksi dapat berlanjut menghasilkan polimer lurus, sampai salah satu pereaksi habis. Contoh pada reaksi 1,6-diaminoheksana dengan asam adipat. Gambar 8. Reaksi 1,6-diaminoheksana dengan asam adipat Pada polimerisasi terjadi perubahan fase cair dari pasta menjadi padat. Proses ini disebut curing atau pengeringan. Proses ini terjadi secara fisika karena terjadi penguapan pelarut atau medium pendispersi. Curing dapat juga terjadi karena terjadinya perubahan kimia yaitu terjadinya reaksi antara molekul-molekul yang relatif kecil dengan fase cair atau pasta membentuk jaringan molekul yang lebih padat, besar dan tidak mudah larut. Proses curing pada polimerisasi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut Aisyah, 2004: 1. Curing dengan rasiasi sinar gamma Interaksi sinar gamma dengan molekul polimer menyebabkan terjadinya degradasi dengan membentuk radikal bebas. Radikal bebas kemudian bereaksi dengan ikatan silang membentuk spesi yang melakukan propagasi. Reaksi selanjutnya terjadi antara spesi yang melakukan propagasi dengan molekul dalam sistem yang membentuk jaringan ikatan silang sehingga terjadi proses curing. 2. Curing dengan reaksi polimerisasi yang bersifat eksotermis Proses lebih sederhana, walaupun kadang-kadang curing dalam proses ini perlu waktu yang lama. Reaksi polimerisasi dimulai dengan adanya radikal bebas yang terbentuk karena dekomposisi bahan yang tidak stabil oleh suhu dan katalis. Radikal bebas dengan monomer akan mengadakan reaksi polimerisasi dan akhirnya jika radikal bebas bereaksi dengan radikal bebas yang lainnya, maka terjadi reaksi terminasi yang menghasilkan polimer.

2.8. Resin Epoksi

Dalam penelitian ini digunakan polimer epoksi sebagai bahan matriks untuk imobilisasi. Epoksi merupakan salah satu jenis polimer yang banyak digunakan sebagai material struktur. Epoksi memiliki sifat yang unggul diantaranya kekuatan mekanik yang bagus, tahan terhadap bahan kimia, adesif, mudah diproses dan proses curing berlangsung dengan reaksi polimerisasi yang bersifat eksotermis sehingga lebih ekonomis Tata, S dan Shironku, 1992. Berdasarkan pada keunggulan ini, maka epoksi dipilih untuk imobilisasi limbah. Epoksi terbentuk dari reaksi antara epiklorohidrin dengan bisfenol propana bisfenol A dengan persamaan reaksi sebagai berikut : Gambar 9. Reaksi antara epiklorohidrin dengan bisfenol A Reaksi polimerisasi dimulai dengan adanya radikal bebas yang terbentuk karena dekomposisi bahan yang tidak stabil oleh temperatur, radiasi maupun katalis. Radikal bebas dengan monomer akan mengadakan reaksi polimerisasi dan akhirnya jika radikal bebas bereaksi dengan radikal bebas terjadi reaksi terminasi yang menghasilkan polimer. Terbentuknya polimer melibatkan perubahan fase cair dan pasta menjadi padat yang disebut curing atau pengeringan. Proses ini terjadi secara fisika karena adanya penguapan pelarut atau medium pendispersi dan dapat juga terjadi karena adanya perubahan kimiawi misal polimerisasi pembentukan ikatan silang. Epoksi merupakan campuran dari monomer-monomer bisfenol A dan epiklorohidrin, yang mempunyai rumus dan struktur kimia seperti ditunjukkan dalam Gambar 9. Hardener pengeras mempunyai fungsi sebagai katalisastor reaksi berantai dalam pembentukan polimer, dengan pencampuran epoksi dan pengeras tersebut terbentuklah polimer epoksi. Polimer epoksi termasuk jenis resin termoset. Resin termoset mempunyai struktur tiga dimensi. Polimer tiga dimensi adalah polimer yang dapat membentuk struktur jaringan bila monomer yang bereaksi bersifat fungsional ganda, artinya mereka dapat menghubungkan tiga atau lebih molekul yang berdekatan Van Vlack dan Sriati, D, 1986 . Bila dalam pencampuran resin epoksi dan pengeras tersebut ditambahkan pula limbah radioaktif, maka konstituen limbah akan terikat dalam struktur kerangka tiga dimensi polimer tersebut sebagai filler.

2.9. Karakteristik Imobilisasi

Untuk mengetahui kualitas hasil imobilisasi maka perlu dilakukan uji pelindihan, densitas, kemudian dilakukan pengujian terhadap kuat tekan. a. Uji pelindihan Uji pelindihan merupakan salah satu karakteristik uji blok polimer- limbah yang penting untuk mengevaluasi limbah hasil imobilisasi, karena tujuan akhir imobilisasi limbah adalah meminimalkan potensi terlepasnya radionuklida yang ada dalam limbah ke lingkungan. Untuk mengukur uji pelindihan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu uji pelindihan dipercepat dan uji pelindihan jangka panjang. Uji pelindihan dipercepat digunakan untuk penelitian jangka pendek untuk meneliti pengaruh beberapa parameter dan mengevaluasi kualitas hasil imobilisasi. Pengujian ini dilakukan pada suhu 100 °C dan tekanan 1 atm guna mempercepat pelindihan dengan cara mengekstrak sampel dengan alat sokhlet. Pengujian pelindihan jangka panjang dilakukan menggunakan ukuran polimer limbah yang sesungguhnya dan simulasi kondisi lingkungan dalam penyimpanan lestari. Ditinjau dari cara air pelindih melarutkan atau mengekstraksi radionuklida ada 2 macam yaitu secara statik dan secara dinamik. Secara statik apabila ekstraksi radionuklida oleh air pelindih dalam kondisi air menggenang stagnant, sedangkan secara dinamik yaitu air pelindih mengalami pergantian secara kontinyu mengalir. Parameter yang berpengaruh terhadap uji pelindihan yaitu kecepatan aliran, waktu pelindihan, temperatur pelindihan, komposisi air pelindih yang meliputi keasaman dan konsentrasi ion terlarut, daya larut dan radiolisis.