BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan adalah hak azasi manusia dan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Oleh karena itu, status kesehatan yang relatif baik dibutuhkan oleh
manusia untuk menopang semua aktivitas hidupnya. Setiap individu akan berusaha mencapai status kesehatan tersebut dengan menginvestasikan dan atau
mengkonsumsi sejumlah barang dan jasa kesehatan Grossman, 1972. Di Indonesia, urusan kesehatan menjadi urusan wajib pemerintahan, sehingga
Pemerintah Republik Indonesia berkewajiban untuk menjamin kesehatan seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang–Undang Dasar 1945.
Amanat UUD 1945 ini menjadi acuan dan titik tolak pembangunan bidang kesehatan yang kemudian dituangkan ke dalam Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, salah satunya melalui peningkatan pembiayaan kesehatan untuk memberikan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan. Untuk mencapai hal ini, diperlukan upaya lebih intensif untuk
peningkatan sumber daya pembiayaan, yang bukan hanya bersumber dari Pemerintah, tetapi juga dari sektor publik untuk kegiatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan serta pencegahan penyakit. 1
Berbagai penelitian menunjukkan sebagian besar pengeluaran langsung masyarakat digunakan secara kurang efektif dan efisien sebagai akibat dari
adanya informasi yang tidak sama antara pemberi pelayanan dan penerima pelayanan pasien dan keluarganya. Keadaan ini mendorong perlu adanya langkah
strategis dalam menciptakan sistem pembiayaan yang bersifat praupaya. Peluang inilah yang kemudian ditangkap oleh perusahaan-perusahaan asuransi di bidang
kesehatan, salah satunya PT. Jamsostek Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan membuat suatu sistem pembiayaan yang bersifat praupaya untuk pelayanan
kesehatan para pesertanya. Hal ini sejalan dengan hukum permintaan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Thabrany Pujianto bahwa perluasan cakupan
asuransi kesehatan dapat meningkatkan akses dan konsumsi terhadap pelayanan kesehatan. Orang yang memiliki jaminan kesehatan mempunyai probabilitas
mendapatkan rawat jalan 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak memiliki jaminan kesehatan Lihestiningsih, 2001.
Sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, PT. Jamsostek Persero merupakan salah satu badan penyelenggara program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan JPK di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, PT. Jamsostek Persero menggunakan konsep managed care yaitu pemeliharaan
kesehatan diselenggarakan pada pihak lain dalam hal ini disebut sebagai Pelaksana Pelayanan Kesehatan PPK. Sesuai dengan jenis tindakan medis yang dilakukan
terhadap pasien, PPK dibagi menjadi dua tingkatan. Tingkat pertama adalah PPK-I yang ditangani oleh dokter praktik, klinik, rumah bersalin dan Puskesmas,
sedangkan untuk terapi yang membutuhkan penanganan khusus, pasien dirujuk ke klinik atau rumah sakit yang telah ditunjuk oleh PT. Jamsostek Persero. Klinik
atau rumah sakit rujukan ini disebut PPK-II. Keberadaan UU Nomor 3 Tahun 1992 ini memiliki dampak positif ataupun
negatif terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta. Dampak positif yang mungkin bisa dirasakan langsung adalah semakin dekat dan
terjangkaunya pelayanan kesehatan yang layak kepada masyarakat dengan kehadiran sebuah badan penyelenggara yang dijamin Undang-Undang. Adapun
dampak negatif dari UU tersebut, pelayanan kesehatan yang dikelola oleh sebuah lembaga seperti PT. Jamsostek Persero sangat rentan terhadap penyimpangan
mutu pelayanan yang diberikan kepada peserta, karena produk jasa yang dikelolanya merupakan amanat sebuah undang-undang yang mewajibkan orang
atau lembaga untuk memenuhi ketentuan perundangan yang berlaku tersebut. Pelanggan atau konsumen yang dikelola perusahaan milik negara ini merupakan
pekerja, umumnya pekerja formal dari berbagai perusahaan yang tersebar diseluruh Indonesia. Luasnya wilayah pelayanan ini tentunya membawa
konsekuensi tidak meratanya fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia di tiap daerah baik dari segi keberadaannya, fasilitasnya, maupun dari segi kualitas
pelayanan kesehatan yang diberikan. Sebagai upaya untuk terus meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh PT. Jamsostek Persero melalui Program JPK, evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan kepada pesertanya melalui program jaga mutu PPK–I
selalu dilaksanakan secara berkala. Disamping itu, untuk mendapatkan persepsi dan masukan dari peserta program JPK, telah dilakukan survei kepuasan peserta
secara rutin sejak tahun 2002 sampai dengan sekarang yang dilaksanakan oleh lembaga survei independen. Secara umum, hasil survei menunjukkan peningkatan
yang cukup berarti sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut berikut:
Gambar 1.1. Grafik Indeks Kepuasan Pelanggan PT. Jamsostek Persero Tahun 2002 – 2011
Sumber : Laporan PT. Jamsostek PerseroTahun 2002-2011 Dari grafik diatas dapat dianalisis berdasarkan trend, terlihat tingkat
kepuasan peserta JPK naik dari tahun ke tahun yang menunjukkan semakin baiknya kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh PPK yang ditunjuk PT.
Jamsostek Persero. Walaupun secara nasional tingkat kepuasan peserta sudah cukup baik, namun di tingkat Kantor Cabang, masih didapatkan keluhan peserta
42.5 66.7
70 73.1
84.37 83.47
85.71
10 20
30 40
50 60
70 80
90
2002 2005
2006 2008
2009 2010
2011
Tahun
Indeks Kepuasan Pelanggan
tentang penyelenggaraan Program JPK terutama di PPK I, seperti yang dialami oleh Kantor Cabang Belawan, yang merupakan lokasi dari penelitian ini.
PT. Jamsostek Persero Kantor Cabang Belawan merupakan Kantor Cabang yang memiliki peran strategis untuk melayani jaminan pemeliharaan
kesehatan tenaga kerja yang bekerja di wilayah salah satu kawasan industri yang menopang perekonomian Kota Medan. Sebagai tumpuan perekonomian Kota
Medan, maka para tenaga kerja dan keluarganya membutuhkan status derajat kesehatan yang baik sehingga akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada
tempat kerjanya. Akan tetapi, ada beberapa keluhan yang disampaikan oleh peserta terhadap kualitas pelayanan kesehatan melalui program JPK antara lain seperti
dokter tidak datang tepat waktu, dokter tenaga medis kurang menyediakan waktu untuk konsultasi, jumlah dokter tenaga medis kurang banyak, informasi penyakit
yang tidak jelas, pengambilan obat lambat, obat yang diberikan hanya obat generik, ataupun jam buka PPK yang tidak 24 jam. Hal ini dapat dilihat dari
pemanfaatan PPK yang ditunjukkan dengan indikator pengendalian pemanfaatan PPK pada tabel 1.1 berikut:
Tabel 3.1. Tingkat Pemanfaatan Program JPK PT. Jamsostek Persero Kacab Belawan Tahun 2008- 2011
No Tahun
Kunjungan Dokter Umum
Dokter Gigi
1 2008
17,40 0,77
2 2009
20,41 2,61
3 2010
15,45 1,77
4 2011
15,87 2,46
Standar 12 - 17
0,8 – 1
Sumber : Laporan bulanan JPK PT. Jamsostek Persero Kantor Cabang Belawan Tahun 2008 – 2011
Data pemanfaatan Pelayanan tersebut secara jelas menunjukkan masih rendahnya persentase peserta program JPK yang memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan yang menjadi haknya. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun seseorang telah mempunyai jaminan pelayanan kesehatan, masih terdapat hambatan akses
atau kesulitan berobat ketika dirinya mengalami gangguan sakit atau membutuhkan pelayanan kesehatan. Kondisi ini walaupun masih memenuhi
indikator yang ditetapkan PT.Jamsostek Persero bahwa angka kunjungan PPK-I yang sehat berada pada standar 12–17 namun terjadi penurunan angka
kunjungan dalam 4 tahun terakhir, hal ini mungkin karena tenaga kerja dan keluarganya yang mengalami sakit langsung ke PPK–II yaitu rumah sakit sebagai
kasus gawat darurat. Mereka lebih memilih ke rumah sakit yang memiliki jam buka 24 jam dengan dokter yang stand by sehingga tenaga kerja dan keluarganya
merasa mendapatkan kepastian pelayanan. Kadangkala kasus tersebut menjadi kasus rawat inap di rumah sakit. Hal ini tentu saja merugikan PT. Jamsostek
Persero dari segi pembiayaan karena double payment dua kali pembayaran. Keadaan seperti ini tentu tidak dibiarkan begitu saja oleh PT. Jamsostek
Persero, adapun langkah yang diambil adalah pembinaan secara berkala kepada seluruh PPK–I setahun dua kali dengan program jaga mutu dan memberikan
umpan balik kepada PPK–I mengenai beberapa hal yang harus dibenahi untuk peningkatan mutu pelayanan sehingga PPK-I dapat berfungsi optimal sebagai
dokter keluarga dan gate keeper dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi tenaga kerja dan keluarganya bahkan apabila PPK–I tidak kooperatif dalam
pelaksanaan managed care maka PPK–I tersebut diputuskan ikatan kerjasamanya oleh PT. Jamsostek Persero seperti pada tahun 2011 yaitu Klinik Belawan.
Selain pembinaan kepada PPK–I, PT. Jamsostek Persero juga melakukan sosialisasi tentang sistem dan prosedur mendapatkan pelayanan kesehatan program
JPK kepada perusahaan baru maupun perusahaan yang sudah menjadi peserta. Disamping itu PT. Jamsostek Persero juga melakukan rekap keluhan secara
berkala yang disampaikan langsung oleh peserta ataupun melalui call center serta adanya survei kepuasaan peserta yang dilakukan oleh pihak independen dan
semuanya dilaporkan kepada kantor pusat PT. Jamsostek Persero. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmad 2012 terhadap PPK–I PT. Jamsostek Persero
Cabang Belawan dari segi kinerja dokter dengan hasil kepuasaan kerja terhadap kinerja dokter dalam pelayanan peserta Program JPK Jamsostek di PPK–I
dipengaruhi oleh kepuasan kerja intrinsik yaitu sikap dokter terhadap pekerjaan mereka khususnya aspek pekerjaan sendiri, tanggung jawabnya, pengembangan
dirinya dan pengakuan akan pekerjaannya. Namun walaupun beberapa upaya telah dilakukan angka kunjungan di
PPK–I belum memenuhi standart yang diharapkan maka dalam hal ini dianggap perlu penelitian yang dilakukan kepada peserta Program JPK yang terkait dengan
faktor sosiodemografi dan sosio psikologi. Ada banyak faktor yang memengaruhi seseorangmasyarakat untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan. Andersen 1975 berpendapat bahwa seringkali faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah
faktor needs kebutuhan; faktor predisposing seperti keadaan sosiodemografi, sikap, kepercayaan dan nilai sosial budaya; dan faktor enabling seperti:
pendapatan keluarga, ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan baik dari segi hargabiaya pelayanan, jarak dan waktu pelayanan.
Hal yang sama juga sesuai pendapat Dever 1984 yang mengutip pendapat Donabedian bahwa faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan
dapat dilihat dari faktor konsumen sosial demografi dan sosiopsikologi dan faktor pelaksana pelayanan kesehatan.
Penelitian tentang pemanfaatan pelayanan juga sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Zaini 2003 yang menemukan bahwa pemanfaatan pelayanan
kesehatan RS. Pusri oleh karyawan dan keluarganya sangat dipengaruhi oleh jenis penyakit, persepsi dan jarak tempat tinggal. Adapun Haryono, dkk. 2006 yang
meneliti pemanfaatan pelayanan rawat inap Puskesmas dan Balai Pengobatan Swasta di Tapanuli Tengah, menyimpulkan bahwa pemanfaatan pelayanan
kesehatan oleh masyarakat sangat dipengaruhi oleh pendidikan, tingkat pendapatan, persepsi dan dukungan sosial. Barlin 2008 juga meneliti
pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Suka Bajo di Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa faktor akses geografis dan kelengkapan
fasilitas memiliki hubungan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah faktor-faktor yang berhubungan
dengan pemanfaatan program JPK yang disediakan oleh PPK-I yang ditunjuk oleh PT. Jamsostek Kantor Cabang Belawan. Penelitian ini cukup penting untuk
mengetahui pemanfaatan peserta program JPK terhadap cakupan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh PPK-I. Hasil dari penelitian ini, secara umum
diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan atau lembaga asuransi yang menyelenggarakan program pelayanan kesehatan. Secara khusus,
hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan untuk penyempurnaan program JPK serta perbaikan terhadap kinerja PPK-I dalam memberikan pelayanan kepada
peserta program JPK di Kantor Cabang Belawan.
1.2. Permasalahan