BAB 5
PEMBAHASAN
5.1. Hubungan Faktor Sosiodemografi Peserta Pogram JPK Jamsostek
dengan Pemanfaatan Pelaksana Pemanfaatan Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Kantor Cabang Belawan
Berbagai studi dan literatur telah banyak menjelaskan pengaruh faktor sosiodemografi sebagai salah satu faktor yang memengaruhi seseorangmasyarakat
untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Andersen 1975 berpendapat bahwa seringkali faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah
faktor needs kebutuhan; faktor predisposing seperti keadaan sosiodemografi, sikap, kepercayaan dan nilai sosial budaya; serta faktor enabling seperti:
pendapatan keluarga, ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan baik dari segi harga biaya pelayanan, jarak dan waktu pelayanan.
Hal yang sama juga sesuai pendapat Dever 1984 yang mengutip pendapat Donabedian bahwa faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan
dapat dilihat dari faktor konsumen sosiodemografi dan sosiopsikologi dan faktor pelaksana pelayanan kesehatan.
Penelitian tentang pemanfaatan pelayanan juga sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Zaini 2003 yang menemukan bahwa pemanfaatan pelayanan
kesehatan RS. Pusri oleh karyawan dan keluarganya sangat dipengaruhi oleh jenis penyakit, persepsi dan jarak tempat tinggal. Adapun Haryono, dkk. 2006 yang
meneliti pemanfaatan pelayanan rawat inap Puskesmas dan Balai Pengobatan
67
Swasta di Tapanuli Tengah, menyimpulkan bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat sangat dipengaruhi oleh pendidikan, tingkat
pendapatan, persepsi dan dukungan sosial. Barlin 2008 juga meneliti pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Suka Bajo di Kabupaten Kolaka
Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa faktor akses geografis dan kelengkapan fasilitas memiliki hubungan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Di dalam penelitian ini, faktor sosiodemografi yang digunakan meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan.
Adapun faktor sosiopsikologi yang digunakan meliputi persepsi rasa sakit, prosedur pelayanan kesehatan, serta keyakinan terhadap pelayanan kesehatan. Dari
faktor-faktor tersebut, diperoleh hasil bahwa beberapa faktor memiliki pengaruh yang cukup signifikan, dan sebagian lainnya tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh PPK-I PT. Jamsostek Persero Kantor Cabang Belawan.
5.1.1. Hubungan Status Perkawinan Peserta Program JPK Jamsostek dengan Pemanfaatan Pelaksana Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan di PPK-I
PT. Jamsostek Persero Kantor Cabang Belawan Hasil analisis dengan uji statistik menunjukkan bahwa status perkawinan
lebih dominan berhubungan terhadap pemanfaatan pelaksana pelayanan kesehatan rawat jalan oleh peserta JPK di PPK-I PT. Jamsostek Persero Kantor Cabang
Belawan. Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan oleh Gan-Yadam et al 2012 di Ulaanbatar Mongolia, yang menemukan bahwa masyarakat yang menikah
dengan memiliki anggota keluarga lebih dari lima dengan penghasilan rendah,
2,66 kali lebih besar memanfaatkan pelayanan kesehatan. Di dalam studi tersebut, hasil analisis menunjukkan bahwa seseorang yang berkeluarga lebih cenderung
untuk menggunakan pelayanan kesehatan daripada orang yang tidak menikah. Hal ini lumrah terjadi, karena orang yang belum atau tidak menikah biasanya memiliki
usia yang muda dan kesehatan yang lebih baik daripada yang sudah menikah. Gan- Yadam et al 2012 juga menemukan, bahwa ikatan kekeluargaan dan rasa
tanggung jawab dalam merawat anggota keluarga yang lebih tua dan kerabat lainnya merupakan hal yang cukup penting bagi orang Mongolia. Disamping itu,
budaya hidup berpindah-pindah nomadik yang dilakukan orang Mongolia terbukti sangat memengaruhi interaksi sosial diantara mereka, terutama dalam
pemanfaatan pelayanan kesehatan didalam keluarga yang menikah ataupun rumah tangga yang memiliki jumlah anggota keluarga yang cukup banyak.
Cashin et al 2002 dalam penelitiannya yang dilakukan di Kazakhstan dan Uzbekistan menemukan bahwa pusat pelayanan kesehatan dasar lebih dominan
dikunjungi oleh perempuan dan anak-anak daripada laki-laki dewasa. Hal ini antara lain disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang selama ini hanya fokus
terhadap program peningkatan kesehatan ibu dan anak serta menurunkan angka kematian bayi, sehingga berimbas pada menurunnya derajat kesehatan penduduk
lak-laki dewasa karena sedikitnya program peningkatan kesehatan untuk laki-laki dewasa. Secara umum, hal ini menunjukkan bahwa seseorang status berkeluarga,
dalam studi ini diwakili dengan perempuan dan anak-anak, cenderung untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan dasar daripada seseorang yang belum menikah.
Kondisi ini sesuai pula dengan pendapat Ronald Andersen 1975 dan Dever 1984 bahwa kecenderungan individu dalam menggunakan pelayanan
kesehatan ditentukan oleh serangkaian variabel yang termasuk didalamnya status perkawinan, sehingga bisa disimpulkan bahwa dukungan keluarga memengaruhi
seseorang untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan. Di dalam penelitian ini, ditemukan pula bahwa mahalnya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan
seringkali tidak sebanding dengan keadaan responden yang rata-rata memiliki penghasilan rendah. Sehingga kepala keluarga cenderung untuk menggunakan
penghasilannya tersebut untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, sedangkan untuk pelayanan kesehatan, responden cenderung memilih memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan daripada mengeluarkan biaya sendiri yang cukup mahal. Kondisi ini merupakan peluang bagi PPK – I supaya tetap bisa
mempertahankan tenaga kerja keluarga sebagai daftar tertanggung di kliniknya dengan meningkatkan fungsi sebagai dokter keluarga sehingga keluarga yang
sudah memilih klinik tersebut merasa yakin dan nyaman menyerahkan pemeliharaan kesehatannya kepada klinik tersebut. Janicke dan Finney 2003
dalam studinya menyatakan bahwa tingkat kepercayaan terhadap dokter merupakan faktor penting yang memengaruhi keputusan orang tua untuk
menggunakan pelayanan kesehatan dalam upaya memelihara kesehatan anak- anaknya. Apabila orang tua percaya bahwa kunjungan ke dokter akan memberikan
dampak positif terhadap kesehatan anaknya, mengurangi kecemasan dan beban orang tua terhadap kesehatan anak-anak mereka, serta meningkatkan waktu
kebersamaan dengan anak-anaknya, maka orang tua akan cenderung untuk memanfaatkan layanan kesehatan dari dokter yang telah mereka percaya.
Hal ini perlu menjadi perhatian bagi PPK-I terutama pada masa-masa transformasi pelayanan kesehatan JPK PT. Jamsostek Persero kepada Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial BPJS Kesehatan yang sedang berjalan. Proses transformasi yang menerapkan metode evaluasi ulang dan menyeluruh terhadap
setiap PPK, secara tidak langsung akan memunculkan semangat kompetisi antar PPK untuk dapat terpilih kembali menjadi PPK, dan apabila terpilih lagi,
perbaikan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang dilakukan tentu saja akan menjadi nilai tambah bagi PPK tersebut untuk memperoleh daftar nama
tertanggung peserta BPJS Kesehatan yang lebih banyak daripada PPK lainnya.
5.1.2. Hubungan Pendidikan Peserta Program JPK Jamsostek dengan Pemanfaatan Pelaksana Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan di PPK-I
PT. Jamsostek Persero Kantor Cabang Belawan Dari hasil penelitian diketahui bahwa peserta program PPK-I yang
berpendidikan tinggi kebanyakan tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan rawat jalan di PPK-I yaitu sebanyak 21 orang 55,3, sedangkan yang berpendidikan
rendah tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan rawat jalan di PPK-I yaitu sebanyak 179 orang 51,4.
Hal ini berarti semakin tinggi pendidikan maka akan semakin jarang responden memanfaatkan pelayanan kesehatan rawat jalan di PPK-I, semakin
rendah tingkat pendidikan responden maka semakin tinggi pula pemanfaatan pelayanan kesehatan di PPK-I PT. Jamsostek Persero Kantor Cabang Belawan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Barlin 2008 dan Gan- Yadam et al 2012 serta Tombi 2012 bahwa variabel pendidikan tidak memiliki
hubungan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Menurut Mariyono 2005 didalam Tombi bahwa status pendidikan
seseorang berpengaruh terhadap pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan, karena status pendidikan memengaruhi kesadaran dan pengetahuan seseorang tentang
kesehatan. Hal yang sering menjadi penghambat bagi pemanfaatan jasa pelayanan tersebut adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan seseorang tentang hal-hal
yang berkaitan dengan perilaku kesehatan. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan seseorang sangat bervariasi, mulai dari tidak mengetahui tempat jasa pelayanan
kesehatan yang tersedia hingga kurangnya pemahaman tentang manfaat pelayanan, tanda-tanda bahaya atau kegawatan yang memerlukan pelayanan.
Disamping itu tenaga kerja yang terdaftar di dalam Program JPK di PT. Jamsostek Persero Cabang Belawan sebagian besar adalah buruh pabrik dan
seringkali manajemen perusahaan tidak ikut serta dalam pendaftaran karena memiliki program asuransi lain yang lebih baik. Buruh Pabrik di bagian industri
jarang sekali memperoleh kesempatan untuk memperoleh jenjang pendidikan yang lebih tinggi berdasarkan hasil wawancara dari responden.
5.1.3. Hubungan Pekerjaan Peserta Program JPK Jamsostek dengan Pemanfaatan Pelaksana Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan di PPK-I
PT. Jamsostek Persero Kantor Cabang Belawan Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada responden yang memiliki
pekerjaan mayoritas memiliki tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan rendah yaitu sebanyak 181 orang 52,5, sedangkan responden yang tidak memiliki
pekerjaan mayoritas memiliki tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan tinggi yaitu sebanyak 22 orang 53,7.
Penelitian ini sejalan sejalan dengan penelitian Tombi 2012 di wilayah kerja Puskesmas Tuminting yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
pekerjaan dengan pemanfaatan Puskesmas Tuminting. Pendapat ini diperkuat oleh Gan-Yadam 2012 bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan di Ulaanbataar Mongolia. Demikian pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sampeluna 2013, yang
menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan pekerjaan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di RSUD Lakipadada Kabupaten Tana Toraja.
Menurut Nitisusastro di dalam Tombi 2012 bahwa di Indonesia, jenis pekerjaan sering dibedakan dengan pekerja sektor formal dan pekerja sektor
informal yakni pegawai kantoran dan pekerja pabrik. Akan tetapi, dalam kehidupan sehari-hari masih ada yang sebenarnya tidak termasuk dalam kategori
pekerja kantoran maupun pekerja pabrik, yakni pelaku usaha, petani dan pedagang. Dengan adanya kondisi jenis pekerjaan yang beragam, sudah barang
tentu memengaruhi kebutuhan dan keinginan yang sangat luas dan bervariasi pula.
Dilihat dari sudut pandang para pelaku usaha, berbagai kebutuhan dan keinginan dimaksud dapat dikreasikan sebagai penciptaan alat pemenuhan kebutuhan, baik
dalam bentuk produk barang maupun produk jasa. Dengan demikian maka jenis- jenis pekerjaan mempunyai pengaruh yang sangat luas dan sangat beragam
terhadap perilaku konsumen. Demikian pula bahwa kepesertaan JPK Jamsostek meliputi beragam jenis sektor usaha baik itu dari sektor formal maupun informal.
5.1.4. Hubungan Pendapatan Peserta Program JPK Jamsostek dengan Pemanfaatan Pelaksana Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan di PPK-I
PT. Jamsostek Persero Kantor Cabang Belawan Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden yang memiliki rata-rata
penghasilan per bulan tinggi mayoritas memiliki tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan rendah yaitu sebanyak 102 orang 53,4, sedangkan pada responden
yang memiliki rata-rata penghasilan per bulan rendah mayoritas memiliki tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan yang juga rendah yaitu sebanyak 98 orang
50,3. Hasil penelitian ini sejalan dengan Gan Yadam et al 2012 yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan pendapatan terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan di Ulaanbaatar Mongolia. Hal ini disebabkan sebagian besar masyarakat
Mongolia masih berada di bawah garis kemiskinan . Demikian pula dengan hasil penelitian oleh Tombi 2012 yang menyatakan tidak ada hubungan pendapatan
dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Tuminting.
5.2. Hubungan Faktor Sosiopsikologi dengan Pemanfaatan Pelaksana