Stroke Menurut Karakteristik Individu di Sulawesi Selatan Tahun
perempuan menginjak usia 55 tahun, kadar estrogen menurun karena menopause kemudian akibatnya risiko stroke lebih tinggi
pada perempuan daripada laki-laki. Untuk itu, fokus pada faktor risiko yang dapat diubah, seperti tekanan darah tinggi, merokok,
kolesterol, kurang aktivitas fisik, kegemukan maupun konsumsi alkohol berlebihan. Dengan mengetahui, menjaga, dan menangani
faktor-faktor di atas risiko stroke dapat dikurangi. b Usia
Proporsi individu yang mengalami stroke kategori usia 40 tahun lebih besar dibandingkan dengan individu dengan kategori
40 tahun. Hasil penelitian Lestari 2010 bahwa kejadian stroke pada usia 55 tahun lebih besar dibandingkan dengan usia 40-55
tahun. Hasil penelitian serupa juga ditemukan oleh Sofyan 2012 di Rumah Sakit Umum Sulawesi Tenggara bahwa kejadian stroke
banyak terjadi di usia 55 tahun 67,5 dibandingkan dengan usia 40-55 tahun 32,5.
Telah terjadi pergeseran penyakit transisi epidemilogi. Penyakit stroke tidak hanya menyerang kelompok usia di atas 50
tahun, melainkan juga terjadi pada kelompok usia produktif di bawah 45 tahun yang menjadi tulang punggung keluarga. Bahkan
dalam sejumlah kasus, penderita penyakit stroke masih berusia di bawah 30 tahun Junaidi, 2011 dalam Adhim, 2013.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin bertambah usia seseorang maka risiko terkena stroke juga semakin besar. Hal
tersebut didukung oleh teori yang mengatakan bahwa setelah usia 55 tahun, setiap pertambahan usia 10 tahun maka risiko stroke
meningkat dua kali lipat. Dua pertiga dari kasus stroke adalah usia 65 tahun. Angka kematian stroke yang lebih tinggi banyak
dijumpai pada golongan usia lanjut Genis, 2009. Perubahan struktur pembuluh darah yang terjadi mulai
dapat dilihat ketika seseorang memasuki umur 40 tahun Usrin, 2013. Peningkatan frekuensi stroke seiring dengan peningkatan
usia berhubungan dengan proses penuaan, dimana semua organ tubuh mengalami kemunduran fungsi termasuk pembuluh darah
otak. Pembuluh darah menjadi tidak elastis terutama bagian endotel yang mengalami penebalan pada bagian intima, sehingga
mengakibatkan lumen pembuluh darah semakin sempit dan berdampak pada penurunan aliran darah otak Kristiyawati dkk,
2009. c Status merokok
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas individu dengan status tidak merokok mengalami stroke. Hal tersebut bisa
saja terjadi karena adanya faktor lain yang menyebabkan stroke seperti hipertensi, kadar kolestrol tinggi, DM, PJK dan lain-lain.
Pada tahun 2007 Riskesdas Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa sebanyak 40,5 populasi Indonesia adalah perokok pasif.
Sumber yang sama menyebutkan bahwa 78,4 perokok pasif terpapar asap rokok di rumah, dan 85,4 terpapar asap rokok di
tempat makan umum Gumilang, 2015. Menurut buku rahasia dan cara empatik berhenti merokok oleh dr. Aiman Husaini 2007
individu yang tidak merokok atau perokok pasif dikenal dengan nama involuntary smoking adalah istilah yang diberikan bagi
mereka yang tidak merokok namun, mereka seolah dipaksa untuk menghirup asap rokok dari perokok aktif.
Perokok pasif lebih berbahaya 3 kali lipat dibandingkan dengan menghisap rokok sendiri perokok aktif. Hal tersebut
disampaikan oleh Setyo Budiantoro dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia IAKMI mengatakan bahwa 25 zat yang
berbahaya yang terkandung dalam rokok masuk ke tubuh perokok, sedangkan 75 beredar di udara bebas yang berisiko masuk ke
tubuh orang disekelilingnya Gumilang, 2015. Kandungan rokok terdiri dari nikotin dan tar. Semakin
meningkat kandungan nikotin dan tar maka semakin meningkat pula bahaya dari asap yang dihasilkan yang dihirup oleh perokok
pasif. Perokok pasif mereka lebih rentan berbagai bahaya rokok bila menghirup asap sidestream yakni, asap yang dihasilkan dari
rokok yang menyala bukan dari hisapan sendiri dibandingkan dengan mereka yang menghirup asap mainstream yakni, asap yang
dihasilkan oleh perokok aktif Husaini, 2007. Meskipun hasil penelitian menujukkan bahwa mayoritas
individu yang mengalami stroke berstatus tidak merokok, individu yang mengalami stroke dengan status merokok lebih besar
dibandingkan dengan individu status pernah merokok. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kirtania dkk 2010 yang
menunjukkan mayoritas individu yang mengalami stroke berstatus merokok.
Hasil penelitian didukung oleh teori bahwa serangan stroke bagi perokok dikarenakan pada rokok terdapat bahan-bahan
berbahaya bagi kesehatan antara lain nikotin, karbon monoksida, nitrogen oksida, dan hidrogen sianida. Nikotin menyebabkan
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah serta menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Dengan demikian, merokok
akan menaikkan fibrinogen darah, menambah agregasi trombosit, menurunkan HDL kolestrol
yang percepat aterosklerosis Mahendra dkk, 2004.