tekanan darah sistolik ≥140 mmHg mempunyai risiko 5,12 kali lebih besar terkena stroke iskemik dan individu dengan tekanan darah
diastolik ≥90 mmHg mempunyai risiko 3,10 kali lebih besar untuk terkena stroke iskemik Prasetya, 2002 dalam Darmanto, 2014.
Hipertensi yang berlangsung kronik dapat menyebabkan disfungsi endotel. Endotel yang sehat akan mengeluarkan Nitrit Oxide NO
yang nantinya berperan mengatur dilatasi dan konstriksi pembuluh darah secara seimbang. NO yang dihasilkan dari endotel yang
mengalami disfungsi kadarnya akan berkurang sehingga akan timbul efek proinflamasi, prokoagulan, dan protrombotik yang bisa mengubah
struktur pembuluh darah. Hipertensi juga akan meningkatkan stres oksidatif terhadap pembuluh darah. Kombinasi dari disfungsi endotel
dan stres oksidatif ini akan mempercepat proses aterosklerosis yang selanjutnya mempersempit pembuluh darah dan menyebabkan
pembentukan plak. Lumen pembuluh darah yang menyempit dapat menyebabkan gangguan perfusi di jaringan otak sehingga sel-sel
neuron intraserebral lebih rentan terhadap kejadian stroke dan adanya plak berisiko untuk terlepas sebagai embolus sehingga menyebabkan
stroke iskemik Aiygari Philip, 2011 dalam Darmanto, 2014.
4. Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Stroke Menurut
Karakteristik Individu di Sulawesi Selatan Tahun 2013
a Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian menujukkan bahwa terdapat
hubungan antara hipertensi dengan kejadian stroke menurut jenis
kelamin laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko stroke pada individu hipertensi berjenis kelamin laki-
laki 23,07 kali lebih besar terkena stroke dibandingkan dengan perempuan ditunjukkan dengan nilai 95 CI 16,44-32,39
menyimpulkan bahwa hasil temuan ini signifikan secara statistik karena batas bawah kepercayaan 16,44 berada jauh di atas 1,0.
Hasil penelitian ini didukung oleh Zhang 2008 yang menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai risiko 0,95 kali lebih
besar terkena stroke dibandingkan perempuan. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Puspita dan Putro 2008 yang mendapatkan bahwa pada jenis kelamin laki-laki mempunyai risiko sebesar 4,37 kali terkena
stroke. Jenis kelamin laki-laki cenderung lebih berisiko terkena stroke karena perempuan cenderung mengalami stroke pasca
menopause. Hasil studi kasus, laki-laki cenderung terkena stroke 3 kali berisiko dibanding dengan perempuan Mahendra dkk, 2004.
Teori yang mendukung laki-laki lebih cenderung berisiko stroke karena kejadian stroke pada perempuan meningkat pada usia
pasca menopause, karena sebelum menopause perempuan dilindungi oleh hormon esterogen yang berperan dalam
meningkatkan HDL, dimana HDL berperan penting dalam pencegahan proses aterosklerosis Price dan Wilson, 2006. Pola
hidup laki-laki lebih banyak memiliki kebiasaan merokok daripada perempuan dan kebiasaan merokok ini merupakan salah satu faktor
risiko yang dapat diperbaiki pada individu stroke. Insiden stroke pada perempuan diperkirakan lebih rendah dibandingkan laki-laki,
akibat dari adanya estrogen yang berfungsi memberikan proteksi pada proses aterosklerosis. Dilain pihak, pemakaian hormon
estrogen dengan dosis tinggi pada laki-laki dapat mengakibatkan peningkatkan kematian akibat kardiovaskuler Japardi, 2002.
b Usia Hubungan antara hipertensi dengan kejadian stroke
menurut usia menunjukkan bahwa usia ≥40 tahun berisiko 10,46 kali terkena stroke sedangkan, usia 40 tahun berisiko 24,05 kali
terkena stroke ditunjukkan dengan nilai 95 CI 8,05-71,79 menyimpulkan bahwa hasil temuan ini signifikan secara statistik
karena batas bawah kepercayaan 8,05 berada jauh di atas 1,0. Confidence Interval yang lebar dikarenakan jumlah penderita
stroke pada usia 40 tahun sedikit. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu hipertensi pada
usia 40 tahun mempunyai risiko lebih besar terkena stroke dibandingkan usia ≥40 tahun. Hal tersebut didukung oleh Woro
Riyadina dan Ekowati Rahajeng 2011 di Kelurahan Kebon Kalapa, Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor bahwa usia 35-44
tahun mempunyai risiko lebih besar terkena stroke dibandingkan dengan usia 55-65 tahun.
Telah terjadi pergeseran penyakit transisi epidemilogi. Penyakit stroke tidak hanya menyerang kelompok usia di atas 50
tahun, melainkan juga terjadi pada kelompok usia produktif di bawah 45 tahun yang menjadi tulang punggung keluarga. Bahkan
dalam sejumlah kasus, penderita stroke masih berusia di bawah 30 tahun Junaidi, 2011 dalam Adhim, 2013. Hal tersebut dapat
terjadi karena adanya perubahan gaya hidup terutama orang muda di perkotaan modern. Ketika era globalisasi menyebabkan
informasi semakin mudah diperoleh, negara berkembang dapat segera mungkin meniru kebiasaan negara barat yang dianggap
cermin pola
hidup modern.
Sejumlah perilaku
seperti mengkonsumsi makanan siap saji yang mengandung kadar lemak
tinggi, kebiasaan merokok, minuman
beralkohol, kurang berolahraga dan stress, telah menjadi gaya hidup seseorang
terutama di perkotaan padahal perilaku tersebut merupakan faktor- faktor risiko penyakit stroke Sitorus, 2008.
Adanya perubahan gaya hidup seperti mengkonsumsi makanan
tinggi lemak,
kurang berolahraga
dan stres
mengakibatkan pergeseran usia risiko terkena stroke yaitu usia muda 40 tahun
. Hipertensi yang timbul saat usia muda ≤ 40 tahun berisiko akan timbul komplikasi 5-10 tahun kemudian, salah
satunya stroke iskemik. Proses penuaan yang terjadi, dalam kasus stroke terutama berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada
pembuluh darah. Perubahan yang terjadi mulai dapat dilihat ketika seseorang memasuki umur 40 tahun Usrin, 2013.