Kasus Arumi ditinjau Dari Hukum Positif
zaman dulu hingga sekarang. Mulai dari Law is the will of God ekpressed in his commands revealed to man through his chosen insruments; obedience to God’s will is the superme
command,
75
sampai dengan Law is what the courtes devlare to be the law.
76
Tugas hukum tidak dapat dipisahkan dengan masa atau zaman karena setiap zaman memberi jawaban yang berbeda-beda pada pertanyaan apakah tugas hukum itu. Dari
zaman yang satu ke zaman yang lain dan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain berhubungan erat dengan cita-cita perbaikan masyarakat dan konstelasi negara dan
zaman pada masyarakat yang bersangkutan. Menurut ajaran Romawi, hukum mempunyai 3 tiga tugas yaitu: 1 Menyelenggarakan taraf hidup yang layak bagi para warga negara; 2
berusaha agar setiap orang menghormati jiwa raga orang lain; 3 berusaha agar setiap orang menghormati hak orang lain. Dengan berkembangnya masyarakat ke arah moderenisasi
berubah pula fungsi hukum.
77
Sekitar dua abad yang lalu, karena pengaruh-pengaruh ajaran filsuf hukum yang mendasarkan seluruh teorinya atas gagasan kebebasan, maka arti tugas hukum berubah
menjadi bagaimana dapat mengusahakan agar hak-hak individu dilindungi dan dipelihara. Hak-hak diartikan sebagai kebebasan untuk menikmati miliknya. Dalam abad ke-20 karena
pengaruh para filsuf sosial tentang hukum, berubah pula perubahan dari segi hak kepada segi kewajiban. Karena terpengaruh oleh filsuf-filsuf itu, ajaran tentang kebebasan individu
diganti dengan ajaran kepentingan sosial. Hak merupakan alat untuk memungkinkan warga masyarakat dengan bebas
mengembangkan bakatnya untuk penunaian tugasnya dengan baik. Kemudian kesempatan
75
Hukum adalah kemauan Tuhan yang dinyatakan dalam perintah-perintah-Nya yang diungkapkan kepada manusia melalui alat-alat pilihan-Nya; kepatuhan kepada kemauan Tuhan adalah pimpinan yang tertinggi.
76
Hukum adalah apa yang dinyatakan oleh pengadilan sebagai hukum.
77
Sri Widoyati Wiratmo Soekito, Anak dan Wanita Dalam Hukum, Jakarta, Grafitas, 1983 h.76
ini harus diselenggarakan oleh Negara dengan jalan membentuk kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan hukum. Kewajiban tersebut merupakan tugas paling penting bagi
Negara, karena kebebasan perlu dijamin demi kepentingan masyarakat itu sendiri. Disamping kesempatan tersebut, yang merupakan kewajiban Negara untuk
menyelenggarakannya dengan jalan membentuk kaidah-kaidah hukum, juga harus ada pengakuan dari masyarakat bahwa kaidah-kaidah itu diperlukan. Dengan kata lain, perlunya
kaidah-kaidah hukum tersebut tidak hanya dirasakan oleh pihak atas penguasa, tapi juga harus dirasakan oleh masyarakat itu sendiri. Karena itu agaknya tepat apa yang dikatakan
oleh Roscoe Pound tentang definisi hukum dalam bukunya An Int no ducation to the Philosophy of law.
78
Dari uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat, karena setiap zaman memberikan jawaban yang
berbeda terhadap tugas hukum itu sendiri. Berkaitan dengan kasus Arumi dengan orang tuanya yang berhubungan dengan peraturan-peraturan hukum, seperti peraturan Undang-
undang Nomor 23 tahun 2002 dalam hal ini pemerintah sebagai pembuat aturan hukum ini, apakah Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 ini telah sesuai dengan budaya masyarakat
Indonesia. Dalam Undang-undang ini berkaitan dengan pasal 74 UU No.23 tahun 2002 dimana Negara telah membentuk lembaga KPAI sebagai pengawal Undang-undang ini,
dimana kewenagan KPAI seolah-olah bisa melebihi kewenangan orang tua terhadap anaknya sendiri.
78
Hukum adalah Lembaga masyarakat untuk memuaskan keinginan masyarakat-klaim dan tuntutan yag terlibat dalam eksistensi masyarakat beradab dengan memberikan sebanyak mungkin dengan efek dengan sesedikit
mungkin pengorbanan, sepanjang keinginan itu dapat dipuaskan atau klaim serupa itu mendapat efek dengan menertibkan tingkah laku manusia melalui masyarakat yang terorganisasi secara politis.
Setelah menyimak kasus Arumi yang telah diuraikan di atas, bagaimana terjadinya saling bantah antara kedua belah pihak yakni dari pihak KPAI sebagai lembaga yang
mengclaim memberikan perlindungan terhadap Arumi dan dari pihak orang tua Arumi yang diwakilkan oleh kuasa hukumnya, Minola Sebayang. Pihak KPAI menyatakan dengan tegas
bahwa telah terjadi perjodohan paksa dan kekerasan terhadap Arumi yang dilakukan oleh orang tuanya sehingga mengakibatkan kaburnya Arumi dari rumah. Namun, pihak keluarga
menganggap permasalahan ini adalah sebuah rekayasa-rekayasa dari pihak KPAI. dan pihak keluarga yang diwakili kuasa hukumnya menjelaskan bahwa sebenarnya tidak ada
permasalahan yag terjadai antara Arumi dengan orang tuanya. Dalam permasalahan perjodohan paksa, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
pasal 26 Ayat 1 menjelaskan: “Orang tua berkewajiban mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak. orang
tua berkewajiban untuk menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuannya dan orang tua bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-
anak.”
Pasal ini secara jelas mengamanatkan kepada orang tua berkewajiban untuk memelihara dan melindungi anak-anaknya serta bertanggung jawab untuk mencegah
terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Karena anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang, sesuai dengan bakat dan minatnya.
Manusia memang diciptakan untuk berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi suami istri, tetapi banyak orang tua atau wali yang merusaknya
dengan memaksakan kehendak kepada anaknya dengan memberikan jodoh yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan sang anak. Perjodohan memang maksudnya baik, akan tetapi
harus melihat situasi dan kondisi juga. Jika anak kita bisa mencari jodoh sendiri dengan baik, sebaiknya orangtua memberi dukungan dan arahan saja, tetapi apabila anak kita belum
mendapatkan jodoh, ada baiknya orangtua atau wali membantu mengenalkan dengan lawan jenis yang mungkin akan disukai oleh anak. Jika anak tidak mau maka jangan dipaksa
karena hanya akan berdampak buruk pada kedua pasangan tersebut. Secara faktor budaya dalam masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi jika
mendengar istilah “zaman siti nurbaya” istilah ini identik dengan perjodohan. Sebenarnya, lebih tepatnya anak perempuan yang dipaksa untuk menikah dengan orang tuanya.
79
Perkawinan anak usia dini merupakan permasalahan yang penting untuk diselsaikan. Anak perempuan di banyak daerah di Indonesia masih banyak dikawinkan secara paksa. Hak
mereka hilang oleh perkawinan berbasis budaya. Faktor ekonomi memang menjadi penyebab praktek perkawinan anak. Namun, faktor budaya menjadi penyebab utamanya.
Budaya perjodohan anak perempuan di usia SD sampai SMP, masih kuat tertanam di masyarakat. Seorang perempuan lebih baik menjadi janda dari pada perawan kasep perawan
tua. Perempuan dinilai sebagai perawan tua, ketika anak perempuan masuk di usia 16 enam belas tahun, anak perempuan yang dinikahkan dibawah umur 18 delapan belas
tahun mengalami tekanan mental. Karena mereka tidak mau dinikahkan, tapi merasa bersalah kepada orang tua jika menolak.
80
Oleh karena itu, Negara merupakan pemegang kewajiban utama atas terpenuhinya hak-hak anak. Sedangkan orang tua merupakan pemegang hak dan tanggung jawab utama
dalam pengasuhan anak. Negara dapat menggugurkan hak dan tanggung jawab orang tua serta mengambil tindakan hukum, administratif, sosial dan pendidikan apabila pengasuhan
orang tua justru merusak kehidupan anak dan bertentangan dengan prinsip universal
79
http:sosbud.kompasiana.com20110518bukan-zaman-siti-nurbaya. Artikel diakses Pada Kamis 10 November 2011
80
http:www.jurnalperempuan.comindex.phpjpocommentsanak_perempuan masih_banyak
yang_dipaksa_kawin. Artikel diakses Pada Sabtu 12 November 2011
perlindungan hak anak. Orang tua sebaiknya jangan menjodohkan anak-anaknya dengan cara memaksa, karena dampaknya tidak baik bagi anak yang dijodohkan baik yang satu
maupun keduanya. Biarlah Tuhan yang menentukan jodoh masing-masing orang di mana kita hanya sebagai perantara saja.
Dalam permasalahan kekerasan, kekerasan didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan satu individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik
ataupun mental. Dalam kamus bahasa Indonesia kekerasan dimaknai sebagai sifat keras dan paksaan.
81
Kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat merasa kuat kepada seseorang atau sejumlah orang yang
berposisi lemah dipandang lemahdilemahkan, yang dengan sarana kekuatannya, baik secara fisik ataupun non fisik dengan sengaja dilakukan untuk menimbulkan penderitaan
kepada objek kekerasan. Kekerasan terhadap anak dapat diambil pengertian suatu tindakan wajar yang dilakukan oleh orang yang lebih kuat atau berkuasa kepada anak dengan tujuan
tertentu, baik dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja. Secara umum faktor budaya banyak disinyalir menjadi pangkal dari praktik
kekerasan terhadap anak. Misalnya, semacam pandangan tradisional yang menyatakan bahwa “anak milik orang tua”, yang dengan kata lain anak tak ubahnya harta kepunyaan.
Karena, merasa memiliki lantas para orang tua tentu saja oknum dalam hal ini merasa bisa melakukan tindakan apapun terhadap miliknya tersebut, sebagaimana dia juga orang tua
bisa bersikap ataupun bertindak apa saja sekehendaknya terhadap benda-benda miliknya pada umumnya: menelantarkan, merusak, atau malah melenyapkannya sama sekali. Banyak
81
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Kebudayaan, Jakarta, Balai Pustaka, 1990 hlm. 745.
anak-anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga mengalami stress, shock berat, trauma, cacat permanen, atau bahkan meregang nyawa.
Selain pandangan tradisional, budaya kekerasan violence yang berkembang pada masyarakat juga berpengaruh besar. Praktik, teladan atau prilaku kekerasan yag
dipertontonkan oleh media cetak atau elektronik berita-berita kriminal, cerita atau film yang menonjolkan kekerasan, jelas ikut berkontribusi dalam “mengarahkan” tindakan para orang
tua untuk melakukan hal yang sama kekerasan. Kekerasan menjadi sesuatu yang terus “menggejala”, maka walhasil menjadi semacam kultur sehingga secara bawah-sadar sedikit
demi sedikit, lama kelamaan, masyarakat menganggapnya sebagai kelumrahan atau kewajaran yang tak perlu dipermasalahkan. Kekerasan yang terjadi atas nama apapun dan
demi alasan apapun, kekerasan terhadap anak tidak seiogyanya terjadi, dan atas nama hukum pelakunya harus diberi sanksi sesuai aturan hukum yang berlaku.
Dalam kaitannya kekerasan terhadap kasus Arumi, menurut sumber dari pihak KPAI telah terjadi kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap Arumi, dimana telah ada
laporan dari Arumi kepada pihak kepolisian, bahwa Arumi telah mengalami kekerasan dalam keluarga yang dilakukan oleh orang tuanya. Kemudian pihak kepolisian melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap laporan Arumi tersebut. Pihak dari keluarga menduga bahwa ada realita lain dibalik laporan Arumi
tersebut. Kemudian pihak dari orang tua Arumi lewat kuasa hukumnya merespon laporan tersebut dengan melaporkan balik pihak ketua KPAI kepada pihak kepolisian dengan
tuduhan pelarian anak dibawah umur dan tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik. Untuk selanjutnya pihak kepolisian melakukakan penyelidikan dan penyidikan terhadap laporan
tersebut.
Setelah pihak kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus ini, memeriksa bukti-bukti yang ada, saksi-saksi yang ada termasuk pihak yang terlibat
didalam permasalahan ini. Dalam perkembangan kasus antara Arumi dan orang tuanya tidak ditemukan unsur kekerasan yang dilakukan oleh orang tua Arumi terhadap Arumi, seperti
yang dituduhkan oleh pihak KPAI dan itu dibuktikan oleh pihak Kepolisian dalam hal ini Polda Metro Jaya. Dengan dikeluarkannya Surat Penghentian Penyidikan Perkara pada 20
Mei 2011 karena tidak cukup bukti.
82
Permasalahan lain yang terjadi dalam kasus Arumi dengan orangtuanya adalah “perang dingin” yang terjadi antara pihak KPAI dengan pihak orangtua Arumi. Dimana
KPAI sebagai lembaga perlindungan anak Indonesia merasa berhak untuk terlibat dalam kasus ini, karena menyangkut permasalahan anak-anak. Sebaliknya pihak dari orang tua
Arumi, menuduh KPAI telah melakukan rekayasa-rekayasa terhadap Arumi dan tidak ada itikad baik untuk mengembalikan Arumi kepada pihak orang tuanya.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia dibentuk berdasarkan amanat Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang tersebut
disahkan oleh sidang paripurna DPR pada tanggal 22 September 2002 dan ditanda tangani oleh Presiden Megawati Soekarno Putri pada tanggal 20 Oktober 2002. Setahun kemudian
sesuai dengan ketentuan Pasal 75 dari Undang-Undang tersebut, Presiden menerbitkan KEPPRES Nomor 77 tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Diperlukan
waktu sekitar 8 delapan bulan untuk memilih dan mengangkat anggota KPAI seperti yang diatur dalam peraturan Perundang-undangan tersebut.
83
KPAI adalah lembaga Negara yang dibentuk dalam rangka untuk meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak
82
Kepolisian Polda Metro Jaya, Surat Penghentian Penyidikan Perkara, 20 Mei 2011
83
KPAI Lembaga Negara Independen Untuk Perlindungan Anak. Jakarta 2006 hlm.1
di Indonesia. Lembaga ini bersifat Independen, tidak boleh dipengaruhi oleh siapa dan darimana serta kepentingan apapun, kecuali satu yaitu “Demi kepentingan terbaik bagi
anak”. Dalam kacamata hukum, pihak KPAI yang memberikan perlindungan terhadap
Arumi memang dibenarkan. Karena, ada laporan dari Arumi kepada pihak kepolisian, bahwa Arumi perlu mendapatkan perlindungan karena telah terjadi kekerasan yang di alami oleh
Arumi. Karena tugas dari lembaga ini adalah memberikan perlindungan terhadap anak sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002. Namun, apakah ini yang
menjadai “payung hukum” pihak KPAI untuk memberikan perlindungan yang berlebihan
84
terhadap Arumi karena begitu sulitnya pihak dari orang tua untuk bertemu dengan Arumi selama Arumi berada dalam perlindungan KPAI.
KPAI melakukan suatu tindakan yang dianggap tepat untuk melindungi psikologi jiwa dan fisik anak bahkan tanpa seizin
orangtuanya. Seolah-olah indepedensi dan kinerja KPAI sebagai pengawal dan pengawas UU No. 23 tahun 2002 melampaui kewenangan dan hak orangtua terhadap anak.
Pihak KPAI mengclaim bahwa sebagai seorang yang masih anak-anak, Arumi harus dilindungi karena telah terjadi tindakan ekploitasi seksual dan kekerasan yang
dilakukan oleh orang tuanya, sehingga atas dasar itulah pihak KPAI merasa untuk ikut terlibat dalam permasalahan ini. Dalam keterangan pihak KPAI, pihaknya telah memberikan
perlindungan terhadap Arumi dengan menempatkan Arumi di rumah aman milik KPAI dengan menghadirkan para tenaga ahli seperti, psikolog dan kerohanian untuk memberikan
arahan-arahan dan nasehat-nasehat kepada Arumi selama Arumi berada dalam perlindungan KPAI, akan tetapi menjadi sangat mengherankan apabila para ahli yang telah dihadirkan
84
Selama 7 tujuh bulan Arumi berada dalam perlindungan KPAI, dan selama itu pula pihak orang tua Arumi tidak bisa bertemu dengan Arumi. Lihat hasil wawncara penulis dengan kuasa hukum orang tua Arumi. hlm.2
oleh pihak KPAI tersebut, justru tidak bisa memberikan dampak positif terhadap perkembangan kasus ini, bukankah seharusnya kehadiran para ahli tersebut dapat membuka
cara pikir Arumi untuk segera bertemu dengan orang tuanya. Kemudian yang terjadi justru pihak KPAI seolah-olah “memiliki” Arumi dengan menahan pihak orang tua Arumi untuk
bertemu dengan Arumi, padahal yang ingin bertemu disini adalah orang tua kandung dari Arumi sendiri.
Dalam hal ini peran pihak KPAI telah melampaui kewenangan orang tua Arumi. Dalam kitab Undang-undang hukum perdata Burgerlijk Wetboek pasal 298 telah jelas
dijelaskan kekuasaan orang tua terhadap anaknya mulai berlaku sejak lahirnya anak dan berakhir pada waktu anak itu menjadi dewasa atau kawin.
85
Karena, pada umumnya seorang anak yang masih dibawah umur tidak cakap untuk bertindak sendiri. Berhubung dengan itu,
ia harus diwakili oleh orang tua. Oleh karena itu, kewenangan KPAI yang seolah-olah menjadi “wali yang sah” terhadap Arumi, dengan dalil-dalil untuk melindungi Arumi dari
kekerasan orang tuanya, sangat bertentangan dengan kekuasaan orang tua terhadap anak. Pihak KPAI seharusnya menyadari bahwa hubungan seorang ibu dengan anak sudah terjadi
semenjak anak berada dalam kandungan ibunya dan solusi dari masalah Arumi adalah dengan jalan mengembalikan fungsi keluarga terutama ibu dalam posisinya.
Dalam pernyataan pihak KPAI mengatakan pihak KPAI selalu menawarkan upaya mediasi
86
untuk pihak dari orang tua Arumi, untuk mempertemukan pihak orang tua dengan
85
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta, Intermasa, 2003 hlm. 50
86
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai nasihat. Pengertian mediasi yang diberikan kamus besar
bahasa Indonesia mengadung tiga unsur penting. Pertama, mediasi merupakan proses penyelsaian perselisihan atas sengketa yang terjadi antara dua pihak atau lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam penyelsaian sengketa adalah
pihak-pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa, Ketiga, pihak yang terlibat dalam penyelsaian sengketa tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan keputusan. Tim
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta,
Arumi. Akan tetapi, upaya mediasi tersebut selalu menemui jalan buntu karena ada poin- poin kesepakatan yang tidak dipenuhi oleh pihak orang tua Arumi. Namun, pernyataan pihak
KPAI tersebut dibantah oleh kuasa hukum dari pihak orang tua Arumi. Menurut Minola, pihak keluarga sudah melakukan jalan negosiasi
87
dengan pihak KPAI untuk menemukan jalan terbaik tentang permaslahan Arumi. Akan tetapi, menurut pihaknya, pihak KPAI tidak
pernah mempertemukan Arumi dengan orangtua. Karena menurut pihak dari keluarga tidak ada permasalahan yang terjadi antara orang tua dan Arumi.
Dari analisa penulis yang telah diuraikan di atas, terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang salah dalam permasalahan ini. Apabila dalam suatu perkara yang berkaitan
dengan hukum, maka bukti dan fakta-fakta mengenai permasalahan itu jelas harus dibuktikan. Untuk selanjutnya dilakukan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh
pihak kepolisian. dan setelah membaca dan menelaah bukti-bukti dari permaslahan yang terjadi antara Arumi dan orang tuanya yang melibatkan KPAI. Maka penulis telah berada
pada suatu titik kesimpulan tentang permasalahan ini, tanpa mengurangi rasa hormat penulis terhadap pihak KPAI selaku pihak yang mengclaim telah memberikan perlindungan
terhadap Arumi. Bahwasanya menurut penulis yang benar dalam permasalahan ini adalah dari pihak orang tua arumi lewat bukti tertulis dikeluarkannya SP3K Surat Penghentian
Penyidikan Perkara dari pihak Kepolisisn dalam hal ini Polda Metro Jaya pada tanggal 20 Mei 2011 dan Testimony Arumi
88
pada tanggal 16 Juni 2011 bahwa tidak pernah ada perjodohan dan kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap Arumi.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 hlm.569. lihat juga, Syahrizal Abbas, Mediasi, Jakarta, Kencana, 2011 h. 1
87
Negosiasi adalah, salah satu strategi penyelsaian sengketa, dimana para pihak setuju untuk menyelsaikan persoalan mereka melalui proses musyawarah atau perundingan. Proses ini tidak melibatkan pihak ketiga, karena
para pihak atau para wakilnya berinisiatif sendiri menyelsaikan sengketa mereka. “Ibid” h. 9
88
Karena testimony Arumi tidak untuk dipublikasikan kepada umum. Maka testimony tersebut tidak penulis lampirkan dalam penelitian skripsi ini.
Dalam hal menangani permasalahan anak-anak di Indonesia sependapat dengan apa yang dikatakan Minola Sebayang, bahwa tokoh-tokoh anak harus lebih bijak menyikapi
permaslahan anak. Jangan sampai permasalahan anak hanya menitik beratkan kepada perlindungan dan hak-hak anak semata, tetapi tidak pernah berbicara kewajiban anak
terhadap orang tua. Jadi, dengan kondisi seperti itu, anak-anak akan menjadi rawan, apabila ada anak-anak yang berbeda pendapat dengan orang tuanya, ia akan melakukan
pemberontakan terhadap orang tuanya, dan ini tugas dari KPAI sebagai lembaga Negara yang menangani permasalahan anak di Indonesia dan juga menjadi tugas kita bersama
sebagai masyarakat, keluarga, orang tua untuk lebih mensosialisasikan tentang kewajiban anak terhadap orang tua agar terjadi keseimbangan dan terciptanya keharmonisan hubungan
antara orang tua dan anak.