Relevansi Hukum Islam Terhadap Undang-undang Perlindungan Anak
Padahal, pelarangan menikah pada usia anak seperti didefinisikan UUPA, sejatinya justru mengebiri hak anak itu sendiri. Sebab, itu berarti tertutup peluang bagi mereka
yang berusia kurang dari 18 tahun untuk menikah, walau anak sudah matang dan siap secara ekonomi, biologis dan pola pikir. Dalam hal ini telah terjadi pelanggaran atas
hak seksual anak. Dalam agama Islam definisi anak sangat jelas batasannya. Yakni manusia yang
belum mencapai akil baligh dewasa. Laki-laki disebut dewasa ditandai dengan mimpi basah, sedangkan perempuan dengan menstruasi. Jika tanda-tanda puber
tersebut sudah tampak, berapapun usianya maka ia tidak bisa lagi dikategorikan “anak- anak” yang bebas dari pembebanan kewajiban. Justru sejak itulah anak-anak memulai
kehidupannya sebagai pribadi yang memilkul tanggung jawab. Termasuk ketika ia telah matang dan memilih untuk menyalurkan kebutuhan bilogisnya dengan
pernikahan, maka tidak boleh dilarang. 2. Pasal 3 dan 4 UU N0 23 tahun 2002 mengatur tentang hak-hak memerlukan penjelasan
lanjut mengenai batasan definisi kekerasan. Dikhawatirkan orangtua anak yang melakukan upaya edukasi melalui suatu tindakan fisik mencubit, menjewer, memukul
ringan ke tubuh sang anak dan anggapan ancaman psikologi akan terjerat hukum. Padahal kita memahami bahwa seorang anak sebelum baligh umumnya tak bisa
membedakan suatu kebaikan dan keburukan. Misalnya, dalam ajaran Islam seorang anak pada usia 10 tahun tak mau melakukan shalat lima waktu, maka orangtuanya
diperbolehkan memukul untuk mendidik dan mendisiplinkan diri. Titik Temu Islam dengan Regulasi Perlindungan Anak
Dijumpai 3 prinsip dasar, yaitu: non-discrimination non diskriminasi; right of survival, develop and participation hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
perkembangan, dan recognition for free expression penghargaan terhadap pendapat anak.
99
1. Non-Discrimination
Non-diskriminasi adalah penyelenggaraan perlindungan anak yang bebas dari bentuk apapun tanpa memandang etnis, agama, keyakinan politik, dan pendapat-pendapat lain,
kebangsaan, jenis kelamin, ekonomi kekayaan, ketidak mampuan, keluarga, bahasa dan kelahiran serta kedudukan dari anak dalam status keluarga. Dalam pasal 13 dan 77
UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ditegaskan bahwa perlindungan anak dari diskriminasi adalah hak yang dilindungi hukum dan bagi yang melanggar hak
tersebut dipidana, khususnya dalam bidang pengasuhan anak. Apa yang telah dirumuskan di atas tentang non-diskriminasi ditemukan pula dalam ajaran Islam. Dalam
Al-Qur’an terdapat larangan tindakan diskriminatif pada anak. Seperti digambarkan dalam surat Yusuf QS.Yusuf 12: 8.
Artinya: yaitu ketika mereka berkata: Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya Bunyamin lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita sendiri,
padahal kita ini adalah satu golongan yang kuat. Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.
Dalam penjelasan ayat ini Nabi Ya’kub lebih mencintai Yusuf daripada anaknya yang lain, Bunyamin. Akibatnya Bunyamin dan saudara-saudara yang lainnya makar pada
Yusuf, dengan melakukan tindakan kekerasan kepadanya, yaitu memasukkan Yusuf ke
99
www.Islam Agama Ramah Anak.com Artikel Diakses pada hari Rabu 2 November 2011
dalam sumur. Ayat ini mengajarkan kepada kita agar tidak diskriminatif dalam memperlakukan anak, lebih-lebih pada anak yatim.
2. Survival and Development of Child
Survival and depelopment of child adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah masyarakat, keluarga, dan orang tua pasal 2
UU Nomor 23 Tahun 2002. Dalam ajaran Islam anak adalah bukan saja anugerah Allah, tetapi juga adalah amanah. Islam memandang bahwa Anak memiliki hak tumbuh
kembang dan hak hidup yang mendasar sebagai mana yang telah di jelaskan dalam surat QS. Al-Baqarah: 233
3. Recognition for free expression
Prinsip ketiga dari prinsip dasar perlindungan anak adalah penghargaan terhadap pendapat anak. yang dimaksud dengan prinsip ini adalah penghormatan atas hak-hak
anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya dan mainan yang
dikehendaki. Dalam pandangan Islam, anak tidak saja memiliki kebebasan pandapat, tetapi juga didorong untuk mampuh menyampaikan pendapatnya dan mengekpresikan
kesenangannya secara leluasa. Kehadiran Islam sesungguhnya untuk menyelesaikan problem kemanusiaan.
Bagaimana mereka harus bersikap, bersosialisasi, menyelesaikan masalah, senantiasa meniscayakan adanya panduan dari ajaran yang dibawa, meski tidak secara formal. Namun
demikian, tidak seluruh ajaran Islam terperinci secara detail, sebagian unsur ajaran masih global dan belum bisa difungsikan secara praktis. Ini bukan mencitrakan adanya problem
pada ajaran agama, justru mengandaikan adanya ruang bagi manusia untuk membaca kalam
Tuhan, dan memahami sesuai dengan kemampuan, kebutuhan untuk menyelesaikan problem kemanusiaan termasuk masalah anak.