Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru dan Angkatan 66 1966 – 1968

3.4.2.3. Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru dan Angkatan 66 1966 – 1968

Fase ini adalah fase kemenangan HMI atas PKI dan berakhirnya tantangan dari PKI dan antek – anteknya yang ingin membubarkan HMI. Suasana pengganyangan HMI berubah menjadi suasana kebebasan tanpa tekanan dan intimidasi. Kalau pada fase tantangan HMI yang dituntut PKI dan antek – anteknya untuk dibubarkan, tetapi tidak berhasil. Tetapi dengan pemberontakan PKI yang gagal, yang kemudian melahirkan Orde Baru, HMI berbalik menuntut agar PKI dan organisasi mantelnya dibubarkan dan dilarang, dan berhasil. Pada fase ini PB HMI di pimpin oleh Nurcholish Madjid dan HMI Cabang Medan di pimpin oleh Drs. M. Thaib Tahir Ir. Sri Resna. Fase ini diawali dengan gagalnya pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 untuk menggulingkan Pemerintah Republik Indonesia di bawah pimpinan Presiden Soekarno. Dengan gagalnya pemberontakan PKI tersebut membuktikan bahwa selama ini yang ingin menggulingkan pemerintah Indonesia bukanlah golongan Islam seperti fitnah yang telah mereka buat kepada golongan – golongan Islam selama ini melainkan PKI itu sendiri. Pada fase ini, HMI bersama – sama kekuatan mahasiswa yang anti PKI tampil mempelopori kebangkitan Angkatan 66. Wakil Ketua PB HMI pada waktu itu Mar’ie Muhammad mengambil inisiatif mendirikan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI tanggal 25 Oktober 1965. Dalam KAMI ini, HMI menunjukkan superioritasnya dengan massa terbesar setiap kali melakukan aksi demonstrasi. Dalam setiap demonstrasi yang dilakukannya, KAMI selalu menuntut untuk membubarkan PKI, rombak kabinet, Universitas Sumatera Utara serta turunkan harga. Demonstrasi yang dilakukan KAMI kerap mendapat tantangan dari Pemerintah RI pada waktu itu di karenakan sebagian besar menteri yang ada pada waktu itu disinyalir masih merupakan anggota PKI ataupun antek – antek PKI. Oleh sebab itu, perjuangan yang KAMI lakukan sampai mengambil korban yaitu tewasnya Arief Rahman Hakim ditembak oleh pasukan Cakrabirawa. 26 Gugurnya Arief Rahman Hakim ini membuat aksi massa cepat berkobar di mana – mana. Akhirnya Presiden Soekarno memberikan perintah dan wewenang penuh kepada Letjend Soeharto untuk memulihkan keamanan. Yang selanjutnya disusul dengan keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret 1966. Disusul dengan Kepres Nomor 131966, tanggal 12 Maret 1966, Partai Komunis Indonesia beserta seluruh organisasi mantelnya dibubarkan dan dinyatakan terlarang di seluruh wilayah kekuasaan RI. Pada HMI Cabang Medan, gerakan untuk menuntut pembubaran PKI sejalan dengan yang dilakukan oleh PB HMI. Terlebih lagi sejak gugurnya Arief Rahman Hakim akibat tembakan senjata pasukan Cakrabirawa. Gerakan menuntut pembubaran PKI khususnya di Kota Medan yang dikoordinir oleh HMI beserta elemen – elemen organisasi mahasiswa lainnya yang tergabung dalam KAMI semakin jelas dilakukannya. HMI Cabang Medan dalam hal ini sebagai perpanjangan tangan PB HMI terus melakukan koordinasi untuk mensinergiskan gerakan yang dilakukan oleh PB HMI dengan gerakan yang dilakukan di daerah terutama di Kota Medan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi suatu gerakan yang bertentangan dengan maksud dan tujuan yang telah digariskan dalam tuntutan KAMI yang lebih dikenal dengan TRITURA. Di samping itu juga, agar gerakan 26 Cristianto Wibisono, Aksi Tritura Kisah Sebuah Partnership. Jakarta: Departemen Hankam, 1970, hlm.50 Universitas Sumatera Utara yang dilakukan dapat memberikan tekanan yang sangat besar terhadap pemerintahan Indonesia yang saat itu masih dipimpin oleh Presiden Soekarno. Setelah kejatuhan Orde Lama di bawah pimpinan Presiden Soekarno, tekanan yang diterima oleh kader – kader HMI dan elemen mahasiswa yang tergabung dalam KAMI masih terus dirasakan. Hal ini dikarenakan HMI masih terus berjuang untuk membersihkan pemerintahan Indonesia dari sisa – sisa orde lama dan PKI yang masih ada. HMI – HMI Cabang juga mengalami intimidasi yang dilakukan oleh massa – massa yang masih mendukung Presiden Soekarno. Termasuk yang dialami oleh HMI Cabang Medan. Akan tetapi dengan keteguhan hati dari pengurus HMI Cabang Medan pada masa itu, segala intimidasi baik yang berbentuk fisik maupun psikologis dapat dihadapi oleh kader – kader HMI di Kota Medan dengan tabah. Intimidasi ini terus terjadi seiring dengan perjuangan para kader HMI di daerah – daerah dan secara nasional untuk membersihkan sisa – sisa orde lama yang masih bercokol di Indonesia hingga pada akhirnya mencapai puncak ketika digantinya Presiden Soekarno dan diangkatnya Jenderal Soeharto pada Sidang Umum V MPRS pada tanggal 21 sd 30 Maret 1968.

3.4.2.4. Fase Pembangunan Nasional 1969 – 1985