Gambaran Umum Kota Medan

BAB III Sejarah Berdirinya HMI di Medan

3.1. Gambaran Umum Kota Medan

Kota Medan terletak di propinsi Sumatera Utara yang berperan sebagai pusat kegiatan ekonomi. Kota Medan juga merupakan sebuah kota metropolitan yang luas wilayahnya berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah utara dan dikelilingi oleh kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan aspek pertumbuhan ekonomi utama bagi wilayah Sumatera bagian Utara, kota Medan yang mempunyai fungsi sebagai pusat perdagangan, pusat administrasi pemerintah, pusat pendidikan, pusat kebudayaan, pusat akomodasi pariwisata dan sebagai kota industri, terlihat memiliki potensi yang cukup besar. Hal ini tercermin dari jumlah dan kualitas penduduk serta luas areal dan letak geografisnya yang ditinjau dari hubungan antar daerah dan hubungan antar-Negara. Di samping itu juga didukung lengkapnya sarana dan prasarana sosial ekonomi. Sebagai sebuah kota yang berperan sebagai pusat administrasi, ekonomi dan pendidikan maka orang banyak melakukan urbanisasi ke kota ini. Layaknya sebuah kota berkembang Medan terus melakukan pembenahan yang memberikan suatu manfaat bagi penduduknya yaitu dalam pembenahan fasillitas-fasilitas seperti air bersih seiring berkembangnya pembangunan. Kota Medan merupakan Daerah Tingkat II Sumatera Utara yang terbanyak penduduknya. Posisi kota Medan berada diantara 98,5 sampai 99 Bujur Timur dan Universitas Sumatera Utara diantara 3,5 sampai 4 Lintang Utara. Hasil sensus penduduk pada tahun 2006 telah menunjukkan bahwa kota Medan dengan luas daerah sekitar 265,10 kilometer persegi, berpenduduk 2.067.288 jiwa. 16 Hal ini disebabkan pesatnya pertumbuhan industri dan fasilitas sehingga mengakibatkan perpindahan penduduk dari desa ke kota dengan tujuan mencari pekerjaan, pendidikan dan lain-lain. Faktor lainnya yang menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk kota Medan adalah tingginya angka kelahiran, rendahnya angka kematian, fasilitas pendidikan yang lebih baik serta faktor-faktor lain. Medan mencerminkan suatu kota yang masyarakatnya sangat heterogen, baik ditinjau dari segi latar belakang etnis penduduk maupun keragaman budaya yang berbeda-beda. Etnis Melayu merupakan penduduk asli kota Medan, namun kota Medan juga dihuni beragam etnis pendatang asal Sumatera Utara. Etnis-etnis tersebut diantaranya adalah Batak Toba, Mandailing, Karo Simalungun, Angkola, Pakpak Dairi dan Nias. Etnis pendatang lain yang turut meramaikan kota Medan seperti Jawa, Minangkabau, Aceh, Sunda, Cina, Tamil dan Arab. Bahkan, rata-rata pertumbuhan penduduk kota Medan pada tahun 1930 dan tahun 1980, menunjukkan kota Medan lebih mayoritas dihuni oleh etnis pendatang daripada etnis Melayu itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut: 16 Badan Pusat Statistik 2007. Universitas Sumatera Utara Tabel 1 Rata-rata Pertumbuhan Penduduk Kota Medan Tahun 1930 dan Tahun 1980 Menurut Suku Bangsa No Etnik Tahun 1930 Tahun 1980 Persentase PertumbuhanTahun 1930- 1980 1 Jawa 19.067 380.570 24,41 2 Minangkabau 5.408 141.507 10,93 3 Melayu 5.408 100.591 7,79 4 Mandailing 4.688 154.172 11,91 5 Sunda 1.209 24.752 1,90 6 Betawi 1.118 - - 7 Batak Toba 882 182.686 14,11 8 Batak Angkola 239 - - 9 Batak Karo 145 51.561 3,98 10 Batak lainnya 1.189 - - 11 Aceh - 28.390 - 12 Nias - 2.355 - 13 Batak Simalungun - 8.677 - 14 Batak Dairi - 3.150 - 15 Cina 27.287 166.159 12,83 16 Eropa 4.293 - - 17 Timur Asing 3.734 - - 18 Suku lainnya 1.789 39.322 - JUMLAH 76.548 1.294.032 100 Sumber: Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia,1994. Dari sumber di atas dapat dilihat bahwa kota Medan merupakan kota yang heterogen penduduknya. Bahasa pengantar sehari-hari di daerah ini adalah Bahasa Indonesia, namun bahasa-bahasa daerah tetap dipertahankan sehingga penduduk pada berbagai daerah rata-rata bisa berkomunikasi dengan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerahnya masing-masing. Universitas Sumatera Utara Terjadinya keanekaragaman etnis di kota Medan tidak terlepas dari sejarah perkembangan kota Medan, terutama saat dibuka perkebunan tembakau di Medan pada tahun 1869. Tenaga buruh orang Jawa yang jumlahnya tidak sedikit didatangkan dari pulau Jawa untuk bekerja di perkebunan-perkebunan sebagai kuli kontrak. Besarnya arus masuk etnis Jawa sebagai kuli kontrak mengakibatkan kota Medan sampai saat ini banyak dihuni etnis Jawa terutama dari generasi keturunan buruh perkebunan tersebut. Berbagai macam kelompok etnik seperti Mandailing, Minangkabau, Karo, Aceh dan lain- lain juga datang ke kota Medan untuk bekerja di perusahaan-perusahaan yang ada atau melakukan perdagangan. Kota Medan berangsur-angsur menjadi kota yang ramai. Pertumbuhan jumlah penduduk di kota Medan cukup pesat. Jumlah penduduk sebanyak 45.248 orang pada tahun 1905 semakin meningkat menjadi 74.976 orang pada tahun 1930. Peningkatan jumlah penduduk di kota Medan juga didorong oleh pembentukan Propinsi Sumatera Utara dengan Medan sebagai ibukota. Pada tahun 1961, penduduk kota Medan berjumlah 479.098 orang dan pada tahun 1973 bertambah jumlahnya menjadi 1.107.509 orang. Angka 1.577.218 menunjukkan jumlah penduduk kota Medan pada tahun 1985 dan semakin bertambah jumlahnya pada tahun 1986 menjadi 1.624.534 orang yang terdiri dari bermacam-macam etnis. 17 Menurut Mochtar Naim, merantau mengandung enam elemen utama, yaitu: 1 Meninggalkan Kampung Halaman 2 Biasanya dengan sukarela atau kemauan sendiri 3 Pergi untuk jangka waktu yang cukup lama 4 Dengan tujuan mencari nafkah, menuntut ilmu dan mencari pengalaman 17 Sihar Pandapotan, Proses Adaptasi Etnis Jawa Asal Solo di Kota Medan, Universitas Sumatera Utara 5 Biasanya dengan niat untuk kembali ke kampung halaman 6 Secara kultural, merantau adalah pola dari setiap masyarakat yang berkelompok. 18 setelah kemerdekaan terdapat arus masuk berbagai kelompok etnik, terutama Batak Toba dari Tapanuli Utara. Dalam 1930 hanya ada 882 etnis Batak Toba di Kota Medan, akan tetapi pada 1981 terdapat 182.686 etnis Batak Toba. Secara kuantitatif populasi etnis Batak Toba meningkat 222 kali lipat, sementara etnis Mandailing meningkat 25 kali, etnis Minangkabau 26 kali, etnis Jawa 20 kali dan etnis Cina 6 kali lebih. Di samping kelompok etnik tersebut, terdapat etnis lainnya seperti Simalungun, Dairi, Aceh dan Nias yang bermigrasi ke Kota Medan setelah kemerdekaan. Dari pernyataan di atas terlihat bahwa Kota Medan merupakan kota yang heterogen penduduknya. Bila dilihat dari tipe penggolongan kota di Indonesia, Medan merupakan kota yang dihuni oleh jumlah suku bangsa yang didominasi bukan dari dalam kota itu sendiri melainkan suku-suku lain yang berasal dari luar kota itu sendiri. Kota Medan sebagai salah satu kota warisan kolonial di Indonesia menurut Usman Pelly memperlihatkan wajah ganda, yaitu bagian pusat kota terdiri dari dua pola pemukiman. Pola pertama yaitu pemukiman elit, bekas tempat kediaman dan perkantoran pemerintah kolonial Belanda European Wijk yang ditandai dengan pengaturan ruang dan bentuk rumah gaya barat. Pola pemukiman seperti ini terdapat di sekitar jalan Kesawan, jalan Diponegoro dan jalan Palang Merah. Pola kedua yaitu pemukiman pedagang timur asing yang didominasi oleh kelompok etnis Cina dengan pola pemukiman yang khas yang menjadikan tempat tinggal dan aktivitas dagang dalam satu atap dengan model bertingkat Medan: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, 2006, hlm. 29. 18 Mochtar Naim, Merantau, Pola Migrasi Suku Minangkabau, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1979, hlm. 3. Universitas Sumatera Utara yang berjajar di sepanjang jalan. Setelah tahun 1960 pola pemukiman seperti ini misalnya Pajak Hongkong, Mercu Buana, dan Pajak Sambas. Pertumbuhan penduduk Kota Medan sebagian besar disebabkan oleh arus migrasi kelompok etnik dari berbagai wilayah di sekitar Indonesia. Di zaman kolonial orang Cina dan Jawa didatangkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga buruh di perkebunan, sedangkan orang Minangkabau, Mandailing dan Aceh sebagian besar perantau yang bebas bergerak di sektor perdagangan dan sebagian lagi yang berpendidikan barat bekerja di perkantoran.

3.2. Kondisi Sosial Ekonomi