menyampaikan permohonan kepada Sang Pencipta melalui perantaraan suara
Gondang Bangun dalam Panggabean 1996:92. Namun sikap hormat yang
diberikan masyarakat yang menganggap bahwa pargonsi sejajar dengan dewa hanyalah berkaitan dengan suatu upacara adat, diluar konteks acara yang melibatkan
Gondang Sabangunan kedudukan mereka sama seperti layaknya masyarakat biasa. Sementara dalam acara Gondang Naposo periode yang kedua status sosial
dari pargonsi pemusik tidak sama dengan status sosial pargonsi pada periode yang pertama, dimana anggapan bahwa pargonsi sejajar dengan dewa tidak lagi
diberlakukan bagi mereka. Hal ini juga dikarenakan untuk menjadi seorang pemain dalam ensambel Sulkibta tidaklah harus memenuhi syarat-syarat seperti apabila ingin
menjadi seorang pargonsi dalam konteks Gondang Sabangunan. Sebagai contoh pada acara Gondang Naposo di Desa Desagajah dimana pemain taganing dalam ensambel
Sulkibta adalah seorang anak berumur lima belas tahun. Perbedaan status sosial yang terjadi antara pargonsi pada acara Gondang
Naposo periode pertama dan kedua adalah merupakan salah satu bentuk perubahan dari acara Gondang Naposo pada kedua periode tersebut.
4.2.2. Repertoar
Perubahan yang terjadi akibat bergantinya musik pengiring dalam Gondang Naposo bukan hanya pada status sosial dari pemain musiknya, tetapi juga pada
Universitas Sumatera Utara
repertoar yang dimainkan untuk mengiringi tortor. Repertoar yang dimaksud dalam tulisan ini adalah komposisi lagu dalam mengiringi manortor. Secara umum
repertoar-repertoar untuk mengiringi tortor sesuai dengan urutan gondang dalam acara Gondang Naposo di Desa Desagajah pada periode yang pertama secara umum
dapat dibagi kedalam tiga bagian seperti pada penjelasan dibawah ini:
Gondang Mula-mula
1. Gondang Alu-alu, yaitu jenis lagu yang diminta bertujuan untuk mengadukan
segala keluhan kepada Sang Pencipta. 2.
Gondang Somba-somba, yaitu jenis lagu yang diminta bertujuan sebagai persembahan kepada Sang Pencipta.
Gondang Liat-liat
1. Gondang Siboru Sanggul Miling-iling
2. Gondang Sitapitola
Gondang Sappe-sappe
1. Gondang Pidong Patia Raja
2. Gondang Pinasa Sidung-dungon
Gondang Hasahatan
1. Gondang Sitio-tio, adalah jenis lagu yang menggambarkan kecerahan hidup
masa depan sebagai jawaban dari acara gondang yang telah dilaksanakan.
Universitas Sumatera Utara
2. Gondang Hasahatan, adalah jenis lagu yang menggambarkan penghargaan
yang pasti segala sesuatu yang diminta akan diperoleh dalam waktu yang tidak lama.
Apabila para peserta masih ingin manortor biasanya mereka meminta Gondang tambahan dengan lagu diantaranya Gondang Hata Sopisik atau lebih
dikenal dengan Gondang Marhusip, Gondang Si Bunga Jambu dan lain-lain. Sedangkan pada acara Gondang Naposo periode yang kedua dimana musik
pengiringnya telah berganti menjadi Sulkibta, repertoar atau lagu-lagu yang dimainkan tidak lagi sama seperti periode yang sebelumnya. Sebagai contoh pada
saat rombongan muda-mudi Sei Balai manortor dengan urutan Gondang seperti dibawah ini :
Gondang Mula-mula
Dalam Gondang Mula-mula yang dimainkan pada acara manortor tidak ada perubahan yaitu Gondang Alu-alu dan Gondang Somba-somba. Namun dengan
berubahnya musik pengiring dari Gondang Sabangunan menjadi Sulkibta dalam struktur musik disetiap repertoar dalam mengiringi manortor mengalami perubahan
yaitu instrumen pembawa melodi dalam ensambel Gondang Sabangunan adalah Sarune Bolon sedangkan dalam ensambel Sulkibta instrumen pembawa melodi
adalah Sulim.
Universitas Sumatera Utara
Gondang Liat-liat
Pada saat Gondang Liat-liat muda-mudi Sei Balai meminta diiringi dengan lagu “Tolu Sahundulan” yang merupakan lagu yang berasal dari daerah Simalungun yang
telah sering untuk mengiringi acara pesta masyarakat Batak Toba seperti halnya Gondang Naposo.
Gondang Sappe-sappe
Pada saat ingin menyampaikan Silua muda-mudi Sei Balai meminta diiringi dengan lagu yang berirama House Music dengan judul“EGP” atau “Emang Gue Pikirin”,
hal ini merupakan perbedaan yang terlihat jelas dari kedua periode Gondang Naposo tersebut.
Gondang Hasahatan
Pada bagian Gondang Hasahatan muda-mudi Sei Balai kembali meminta lagu yang berirama House Music yang populer mereka sebut dengan istilah Expose. Hal ini
sangat jauh berbeda dengan Gondang Hasahatan pada periode yang pertama. Perubahan repertoar ini juga berpengaruh terhadap cara manortor pada saat Gondang
Hasahatan, dimana para peserta menari secara bebas tidak seperti manortor pada Gondang Hasahatan pada periode yang pertama dan diakhir lagu tidak lagi
mengucapkan kata “horas” sebanyak tiga kali. Demikian halnya pada saat rombongan Natua-tua ni Huta mendapat giliran
untuk manortor dan ingin menyampaikan silua sumbangan mereka melalui
Universitas Sumatera Utara
Gondang Sappe-sappe, lagu yang diminta adalah lagu pop Batak yang masih tergolong ciptaan baru dengan judul “Anak Medan”. Kemudian pada saat orang tua
meminta lagu atau gondang tambahan, lagu yang diminta adalah lagu pop dengan judul “Gadis Melayu”.
Fenomena diatas merupakan salah satu perubahan yang cukup nyata dari kedua periode Gondang Naposo di Desa Desagajah dalam hal repertoar untuk
mengiringi manortor.
4.2.3. Faktor Penyebab Perubahan Perubahan-perubahan yang terjadi dalam Gondang Naposo terutama