35
Pelaksanaan sanksi dari norma adat ini berasal dari masyarakat sekitar, misalnya berupa pengucilan dari masyarakat adat, atau bahkan diusir dari
masyarakat tersebut. Berat ringannya sanksi adat ini sangat tergantung pada jenis pelanggaran yang dilakukan oleh warga masyarakat yang bersangkutan.
Selanjutnya adalah norma hukum. Menurut Soerjono Soekanto 1980, norma hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan hidup
antarmanusia. Kedamaian tersebut akan tercapai dengan menciptakan suatu keserasian antara ketertiban yang bersifat lahiriah dengan ketenteraman yang
bersifat batiniah. Kedamaian melalui keserasian antara ketertiban dan ketenteraman ini merupakan salah satu ciri yang membedakan hukum dengan
kaidah-kaidah sosial lainnya. Salah satu ciri terpenting lainnya dari kaidah hukum terletak pada kekuatan sanksinya. Berlakunya kaidah hukum didukung oleh
kekuatan sanksinya yang dapat dipaksakan melalui organ-organ penegak hukum.
2. Peraturan-Peraturan Daerah
Kedudukan Peraturan Daerah Perda pada era otonomi luas dewasa ini sangat penting dan menjadi lebih kuat. Ini dapat dilihat dari dua hal Mahfud,
2006:239: 1. Produk Perda tidak lagi memerlukan pengawasan preventif. Yang ada hanya
pengawasan represif yang itu pun dengan batas waktu tertentu yang terbatas sehingga tak ada Perda yang akan terkatung-katung.
2. Materinya sudah bisa memuat ketentuan hukuman pidana, sesuatu yang sebelumnya tidak diperbolehkan. UU No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, dalam
pasal 14
menyebutkan bahwa hanya UU dan Perda yang boleh memuat ketentuan pidana. Ketentuan pidana yang dimuat di dalam Perda menurut pasal 143
UU No. 32 tahun 2004, dibatasi pada biaya paksaan penegakan hukum, pidana kurungan paling lama 6 bulan, atau denda sebanyak-banyaknya Rp.
50.000.000,- Dalam pembuatannya, Perda harus berpijak pada prinsip-prinsip tertentu
antara lain sebagai berikut:
36
1. Ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan DPRD pasal 136 UU 322004
2. Dibentuk dalam
rangka penyelenggaraan
otonomi daerah,
tugas pembantuan dan merupakan penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-
undanagn yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.
3. Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
4. Perda dibentuk berdasarkan asas pembentkan peraturan perundang- undangan seperti diatur dalam pasal 5 UU No. 10 Tahun 2004 dan pasal 137
UU No. 32 Tahun 2004. Selain asas-asas dalam pembentukannya, ada juga asas-asas materi muatannya, sebagaimana diatur dalam pasal 138 UU No.
32 Tahun 2004. 5. Masyarakat berhak memberi masukan secara lisan atau tertulis dalam
rangka penyiapan atau pembahasan Raperda pasal 139 UU No. 32 Tahun 2004
Perda menempati kedudukan yang kuat dalam otonomi luas, tapi terhadapnya berlaku juga pengawasan, dengan maksud agar jangan sampai ada
Perda yang melampaui batas proporsional kewenangan atau merugikan kepentingan umum.
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, Perda yang sudah disahkan di tingkat daerah dapt dibatalkan atau dinyatakan batal demi hukum. Dibatalkan berarti
ketidakabsahannya berlaku sejak tanggal ada pembatalan; sedangkan batal demi hukum berarti ketidakabsahannya berlaku sejak perturan itu ditetapkan yang berarti
membatalkan pula akibat-akibat hukum yang timbul sebelum ada pebatalan. Dalam hubungan ini, pengawasan terdiri atas dua jalur, yakni pengawasan melalui jalur
eksekutif Pemerintah Pusat dan pengawasan melalui jalur yudikatif Mahkamah Agung. Pengawasan jalur eksekutif berdasarkan jenjang hierarkis diatur dalam
pasal 145 UU No. 32 Tahun 2004 yang berisi: 1. Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 hari setelah
ditetapkan.
37
2. Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh pemerintah.
3. Pembatalan dituangkan dalam Perpres dalam waktu paling lama 60 hari sejak diterimanya oleh Pemerintah.
4. Paling lama 7 hari setelah ada Perpres pembatalan maka kepala daerah menghentikan pelaksanaan Perda tersebut untuk selanjutnya DPRD
bersama kepda mencabutnya. 5. Kepda dapat mengajukan keberatan kepada MA atas Perpres yang
membatalkan Perda jika ada alasan yang bisa dibenarkan. 6. Jika MA mengabulkan permohonan itu maka Perpres menjadi batal dan tak
punya kekuatan hukum. 7. Jika pemerintah tidak mengeluarkan Perpres pembatalan dalam 60 hari
maka Perda dinyatakan berlaku. Di sini berlaku otomatis tanpa pengesahan seperti layaknya pengawasan preventif.
Pengawasan jalur yudikatif atas Perda dilakukan melalui uji materi judicial review ke Mahkamah Agung yang bisa diajukan oleh masyarakat atau pihak-pihak
lain yang berkepentingan. Uji materi mengacu pada kesesuaian suatu peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi sesuai dengan hierarkinya. Menurut pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004, hierarki peraturan perundang-undangan adalah: 1 UUD Negara RI tahun
1945; 2 UUPerppu; 3 Peraturan Pemerintah; 4 Peraturan Presiden; 5 Peraturan
Daerah: Perda
Provinsi, Perda
KabupatenKota, Peraturan
DesaPeraturan yang setingkat. Menurut Bagir Manan, kedudukan Perda begitu kuat sehingga tidak semua
Perda yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi bisa dibatalkan dengan judicial review, kecuali bertentangan dengan UUD atau UUPerppu. Jika Perda
bertentangan dengan PP atau Perpres bersangkutan, yakni dalam hal PP atau Perpres itu mengatur masalah yang oleh UU telah diserahkan sebagai urusan
daerah, seperti otonomi atau tugas pembantuan. Ini bisa dipahami dengan alasan bahwa PP atau Perpres itu mengandung ultra vires mengatur hal yang di luar
kewenangannya Mahfud, 2006:242.
38
3. Sistem Hukum dan Peradilan Nasional a. Pengertian Sistem Hukum Nasional