Era Reformasi Materi 1. Norma Yang Berlaku Dalam Masyarakat

41 banyak diserahkan pada pandangan dan kemauan presiden. Seumpama ada kriterianya pun, campur tangan pemerintah atas lembaga peradilan dengan alasan apa pun tetap tidak dapat dibenarkan di dalam negara konstitusional.

2. Pembenahan Masa Orde Baru

Setelah Orde Baru lahir, dengan tema menegakkan kehidupan yang konstitusional atau melaksanakan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, maka upaya memberikan kemerdekaan pada kekuasaan kehakiman mulai diteriakkan. Orde Baru memang lahir dengan semangat konstitusionalisme. Krisis politik dan ekonomi yang melilit negara di masa Demokrasi Terpimpin dinilai sebagai akibat dari terlalu otoriter dan inkonstitusionalnya Bung Karno sebagai Presiden. Untuk mengatasi krisis tersebut, maka ajakan hidup bernegara secara konstitusional diteriakkan di mana-mana. Komitmen untuk menegakkan Pancasila dan UUD 1945 diperkokoh dan demokratisasi ditawarkan sebagai babakan baru dalam kehidupan bernegara. Sejauh menyangkut independensi kekuasaan kehakiman, gugatan-gugatan atas eksistensi UU No. 19 Tahun 1964 dan UU No. 13 Tahun 1965 diteriakkan secara gencar. Keluarnya Tap MPRS No. XIX Tahun 1966 dapat dianggap sebagai pernyataan tentang inkonstitusionalnya kedua UU produk Orde Lama itu, terutama sejauh menyangkut campur tangan presiden dalam suatu perkara. Pada awal Orde Baru, Ikatan Hakim Indonesia IKAHI Jawa Tengah menyampaikan pendapat agar badan-badan peradilan baik secara organisatoris maupun secara administratif finansial diletakkan di bawah Mahkamah Agung sebagai alat kelengkapan negara yang berdiri sendiri. Namun, langkah awal tersebut ternyata harus surut ketika pada tahun 1970 diundangkan UU No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok kekuasaan kehakiman yang ternyata masih menganut sistem pembinaan administratif dan finansial hakim oleh eksekutif. Hal ini tetap dapat menjadi persoalan jika ia dikaitkan dengan keinginan untuk mengimplementasikan prinsip kekuasaan kehakiman yang bebas merdeka.

3. Era Reformasi

Setelah pemerintahan Orde Baru jatuh melalui reformasi pada bulan Mei tahun 1998, semua produk hukum era Orde baru yang berwatak konservatif segera 42 diubah. Ini sesuai dengan dalil bahwa sebagai produk politik maka hukum-hukum akan berubah sejalan dengan perubahan politik. Hukum-hukum yang diubah ketika itu adalah hukum-hukum di bidang politik yang terkait dengan hubungan kekuasaan yang perubahannya diarahkan dari watak sentralistik dan otoriter menjadi partisipatif dan demokratis. Hukum di bidang kekuasaan kehakiman yang selama Orde Baru terlalu membuka peluang bagi campur tangan pihak eksekutif kemudian diubah dan diganti. UU No. 14 Tahun 1970 diganti dengan UU No. 35 Tahun 1999 yang salah satu politik hukumnya adalah menyatuatapkan kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung. Dengan penyatuatapan ini, maka pembinaan hakim yang semula dipencar ke eksekutif dalam hal kepegawaian, administratif dan finansial dan ke yudikatif atau MA dalam hal teknis yudisial berdasarkan UU tersebut disatukan semua di bawah Mahkamah Agung. Perkembangan yang lebih maju dalam politik hukum kekuasaan kehakiman ini kemudian dituangkan juga dalam amandemen UUD 1945. Pada amandemen ketiga tahun 2001, pasal 24 ayat 2 UUD 1945 menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi dengan kompetensi yang berbeda. Mahkamah Konstitusi dimunculkan sebagai lembaga negara dengan hak melakukan uji materi judicial review atau secara lebih spesifik melakukan constitutional review UU terhadap UUD. Mahkamah Konstitusi juga mempunyai tugas khusus lain yaitu memutus pendapat DPR bahwa PresidenWakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat; memutus pendapat DPR bahwa Presiden telah melanggar hal-hal tertentu yang disebutkan di dalam UUD sehingga mereka dapat diproses untuk diberhentikan; memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD; memutus pembubaran parpol dan memutus sengketa hasil pemilu. Sementara itu, Mahkamah Agung mengadili perkara-perkara konvensional lainnya ditambah dengan hak uji materi peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap peraturan perundangan yang lebih tinggi. Selain mengatur pembentukan Mahkamah Konstitusi perubahan ketiga UUD 1945 juga memperkenalkan lembaga negara baru dalam rumpun kekuasaan 43 kehakiman sebagai lembaga pembantu auxiliary institution yaitu Komisi Yudisial KY. UU tentang Komisi Yudisial dibentuk pada tahun 2004 melalui UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, sedangkan Komisi Yudisial sendiri baru dibentuk pada pertengahan tahun 2005.

4. Hukum dan Peradilan Internasional