16
e. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA SD
Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SDMI meliputi aspek-
aspek berikut: 1 Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2 Bendamateri, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi cair, padat, dan gas.
3 Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.
4 Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
Keempat ruang lingkup bahan kajian sains diatas sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Maslichah Asy’ari 2006: 24, namun dalam pendapatnya
Maslichah Asy’ari menambahkan ruang lingkup materi sains di sekolah dasar dengan sains, lingkungan tekhnologi dan
mayarakat salingtemas yang merupakan penerapan konsep sains dan saling keterkaitannya dengan lingkungan, tekhnologi dan masyarakat
melalui pembuatan suatu karya tekhnologi sederhana. Ruang lingkup berfungsi untuk membatasi arah pembelajaran.
Dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi KTSP terdapat Standar Kompetensi SK, Kompetensi Dasar KD mata
pelajaran IPA, berikut adalah Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD mata pelajaran IPA kelas IV yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
17 Standar Kompetensi : 6. Memahami beragam sifat dan perubahan wujud
benda serta berbagai cara penggunaan benda berdasarkan sifatnya Kompetensi Dasar:
6.1 Mengidentifikasi wujud benda padat, cair, dan gas memiliki sifat tertentu.
6.2 Mendeskripsikan terjadinya perubahan wujud.
f. Pembelajaran IPA di SD
Berdasarkan teori perkembangan intelektual anak menurut Piaget, anak usia SD yang berusia sekitar 7-11 tahun berada dalam tahap
operasional konkret. Kemampuan dalam berpikir abstrak harus disertai dengan pengalaman yang konkret. Penerapan pembelajaran IPA di
sekolah dasar sesuai dengan teori Piaget Hendro Darmojo dan Deny Kaligis, 1993: 22-23 adalah sebagai berikut :
1 Belajar Melalui Perbuatan Hal ini disebabkan perkembangan intelektual anak dan
emosionalnya dipengaruhi langsung oleh keterlibatannya secara fisik dan mental dengan lingkungannya, sehingga pembelajaran IPA
diupayakan melalui aktivitas konkret. 2 Perlu variasi kegiatan dalam proses belajar mengajar
Adanya variasi kecepatan perkembangan intelektual maupun emosional menimbulkan perbedaan, sehingga pembelajaran akan lebih
efektif jika dalam pembelajaran disajikan berbagai variasi kegiatan agar dapat diikuti dengan anak dari berbagai tahap perkembangan.
18 3 Guru perlu mengenal tingkat perkembangan siswanya
Dengan mengenal status perkembangan masing-masing anak, guru akan dapat memberikan kegiatan belajar yang tepat sehingga
diharapkan pelajaran akan lebih efektif. 4 Perlu latihan yang berulang untuk pengembangan berpikir operasional
Yang dimaksud berpikir operasional menurut Piaget ialah meliputi:
menambah, mengurangi,
mengalikan, membagi,
mengurutkan, menggolongkan, mensubstitusikan dan sebagainya. Maka kegiatan pembelajaran disajikan untuk mengembangkan semua
ketrampilan tersebut. 5 Khusus siswa kelas VI, diberi kesempatan untuk mengembangkan
pola berpikir operasi formal. Dalam berinteraksi dengan siswa yang sudah menginjak pada
tahap operasional
formal hendaknya
anak dibimbing
kearah pengembangan kemampuan berpikir formal, misalnya dengan cara
membuat hipotesis dan berpikir reflektif-evaluatif. Aktivitas belajar dapat dilakukan dengan pemberian tugas proyek, eksperimen dan diskusi.
Berdasarkan pendapat di atas, teori-teori Piaget tersebut harus dipertimbangkan dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran,
sehingga pembelajaran IPA dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar. Pelaksanaan
pembelajaran IPA diupayakan agar siswa terlibat dalam aktivitas- aktivitas yang konkret.
19
2. Kajian Hasil Belajar a. Pengertian Belajar
Sugihartono 2007: 74 mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam buku yang sama Santrock dan Yussen mengemukakan bahwa belajar sebagai
perubahan yang relatif permanen karena adanya pengalaman. Slameto 2003: 2 mengemukakan belajar merupakan proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Gagne Dimyati dan Mudjiono, 2002: 10 mengemukakan belajar adalah seperangkat proses kognitif yang
mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Patta Bundu 2006: 17 mengemukakan
bahwa belajar adalah aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi anak dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan
dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan nilai. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah usaha yang dilakukan secara sadar dengan serangkaian aktivitas dan interaksi dengan lingkungan yang menyebabkan adanya perubahan
tingkah laku, pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan nilai. Belajar dilakukan untuk mengumpulkan sejumlah pengetahuan dan
untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang positif.
20 Perubahan dalam belajar terjadi setelah melalui latihan dan
pengalaman. Perubahan dalam belajar juga dapat berbentuk kecakapan, kebiasaan, penguasaan pengetahuan atau ketrampilan
berdasarkan latihan dan pengalamannya dalam mencari informasi dan mengumpulkan
pengetahuan-pengetahuan melalui
pemahaman, penguasaan, ingatan, dan pengungkapan kembali di masa mendatang.
b. Teori Belajar
Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika kegiatan belajar berlangsung. Sugihartono, dkk 2007: 89
menjelaskan bahwa, teori belajar merupakan seperangkat pernyataan umum yang digunakan untuk menjelaskan kenyataan mengenai belajar.
Bertolak dari perubahan yang ditimbulkan oleh perbuatan belajar, para ahli teori belajar berusaha merumuskan pengertian belajar. Berikut
adalah teori belajar yang dirumuskan oleh para ahli dikutip dari Sugihartono, dkk 2007: 127.
1 Teori Belajar Behavioristik Belajar menurut teori belajar behavioristik merupakan proses
perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons. Adapun akibat adanya interaksi stimulus
dengan respons, siswa memiliki pengalaman baru yang menyebabkan mereka mengadakan tingkah laku dengan cara yang baru.
Teori belajar behavioristik mementingkan kemampuan dan hasil belajar
yang diperoleh.
21 2 Teori Belajar Kontruktivistik
Teori belajar kontruktivistik menyatakan bahwa belajar merupakan proses seseorang memperoleh pengetahuan dengan
merekonstruksi sendiri pengetahuan yang ada dalam diri individu. Teori ini sangat percaya bahwa siswa mampu mencari sendiri
masalah, menyusun sendiri pengetahuannya melalui kemampuan berfikir dan tantangan yang dihadapinya, menyelesaikan dan membuat
konsep mengenai keseluruhan pengalaman realistik dan teori dalam satu bangunan utuh.
Teori belajar kontruktivistik mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses
daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, namun proses siswa dalam memperoleh pemahaman dan pengetahuan dinilai
lebih penting. Perbedaan yang mendasar antara teori belajar behavioristik
dan konstruktivistik terlihat pada teori belajar behavioristik yang lebih mengutamakan hasil, sedangkan teori belajar konstruktivistik lebih
mengutamakan proses. Peran. Dalam teori belajar behavioristik peran siswa dalam pembelajaran dikendalikan oleh stimulus yang berasal
dari luar diri siswa. Siswa dipandang sebagai makhluk reaktif yang memberikan respon terhadap lingkungan, sedangkan dalam teori
belajar konstruktivistik siswa memperoleh kesempatan yang luas untuk
dapat mengembangkan
dan membangun
sendiri pengetahuannya.
22
c. Pengertian Hasil Belajar