PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI SENDANGADI 1 MLATI.

(1)

i

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV

SD NEGERI SENDANGADI 1 MLATI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Zuli Utami NIM 11108241093

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii


(3)

iii


(4)

iv


(5)

v MOTTO

“Kita lebih banyak belajar dengan jawaban dari pertanyaan dan tidak menemukannya daripada yang kita lakukan saat mempelajari

jawabannya” (Lloyd Alexander)

“Beberapa orang tidak akan pernah belajar sesuatu pun, karena mereka terlalu cepat memahaminya”


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Teriring rasa syukur kehadirat Allah SWT dan hanya dengan rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini, karya ini dengan sepenuh hati dan keikhlasan kupersembahkan kepada:

1. Bapak dan Ibu tercinta yang setia memberikan do’a, kasih sayang, dukungan, pengorbanan, bimbingan, motivasi, dan dampingan selama ini.

2. Almamater Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Nusa dan Bangsa.


(7)

vii

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV

SD NEGERI SENDANGADI 1 MLATI

Oleh Zuli Utami NIM 11108241093

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran learning cycle 5E terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Sendangadi 1 Mlati.

Jenis penelitian ini adalah quasi eksperiment dengan desain Pretest Posttest Control Group Design. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Sendangadi 1 Mlati yang berjumlah 63 siswa, terdiri dari 31 siswa kelas IVA dan 32 siswa kelas IVB. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan dua kelompok yang terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen diberi perlakuan menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E, sedangkan kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional. Validasi instrumen dilakukan dengan validitas konstruk dan validitas isi dengan penghitungan menggunakan korelasi biserial. Dari 30 soal, 26 soal dinyatakan valid dan 4 soal dinyatakan gugur. Uji reliabilitas instrumen dihitung menggunakan rumus KR 21 dengan hasil r11= 0,739. Teknik analisis data menggunakan statistik deskriptif dan uji t.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar IPA siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E lebih baik daripada hasil belajar IPA siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional di kelas IV SD Negeri Sendangadi 1 Mlati. Hasil ini dibuktikan dengan nilai rata-rata posttest hasil belajar IPA kelompok eksperimen yaitu 81,14, lebih tinggi dari nilai rata-rata posttest hasil belajar IPA kelompok kontrol yaitu 69,23. Hal ini juga didukung dengan hasil uji t data posttest pada kedua kelompok. Dari hasil uji t diperoleh t hitung> t tabel yaitu 4,687>1,99962 dan nilai probabilitas signifikansi<0,05 yaitu 0,000.

Kata kunci : model pembelajaran learning cycle 5E, hasil belajar IPA, siswa kelas IV SD


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Sendangadi 1 Mlati” dengan lancar. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat terlaksana berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penulis untuk melakukan penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar yang telah memberikan izin dan kesempatan penulis untuk menuangkan gagasan dalam bentuk skripsi.

4. Septia Sugiarsih, M. Pd., Dosen Pembimbing Skripsi I yang selalu memberikan bimbingan, arahan, saran dan motivasi dalam menyelesaikan tugas skripsi ini dengan baik.

5. Ikhlasul Ardi Nugroho, M. Pd., Dosen Pembimbing Skripsi II yang juga selalu memberikan bimbingan, arahan, saran dan motivasi dalam menyelesaikan tugas skripsi ini dengan baik.

6. Nur Suharyanto, S. Pd., Kepala Sekolah SD Negeri Sendangadi 1 Mlati yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.


(9)

(10)

x

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN ii

HALAMAN PERNYATAAN iii

HALAMAN PENGESAHAN iv

MOTTO v

PERSEMBAHAN vi

ABSTRAK vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Masalah 5

C. Batasan Masalah 5

D. Rumusan Masalah 5

E. Tujuan Penelitian 6

F. Manfaat Penelitian 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritis 1. Kajian Ilmu Pengetahuan Alam SD a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 8

b. Tujuan Pembelajaran IPA di SD 10

c. Prinsip-Prinsip Pembelajaran IPA 11

d. Fungsi Pembelajaran IPA di SD 14


(11)

xi

f. Pembelajaran IPA di SD 17

2. Kajian Hasil Belajar a. Pengertian Belajar 19

b. Teori Belajar 20

c. Pengertian Hasil Belajar 22

d. Pengertian Hasil Belajar IPA 25

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar IPA 27

3. Kajian Model Pembelajaran Learning Cycle 5E a. Pengertian Model Pembelajaran Learning Cycle 5E 29

b. Tahap-Tahap Model Pembelajaran Learning Cycle 5E 30

4. Kajian Model Pembelajaran Konvensional 37

5. Karakteristik Siswa Kelas IV SD 39

B. Penelitian Yang Relevan 42

C. Kerangka Pikir 44

D. Hipotesis Penelitian 45

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian 46

B. Waktu dan Tempat Penelitian 47

C. Variabel Penelitian 47

D. Populasi Penelitian 48

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian 48

F. Metode Pengumpulan Data 50

G. Instrumen Penelitian 51

H. Validitas dan Reliabilitas Penelitian 53

I. Teknik Analisis Data 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data Hasil Pretest Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen 59

2. Deskripsi Data Hasil Posttest Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen 60


(12)

xii B. Analisis Data

1. Analisis Data Pretest 61

2. Analisis Data Posttest 65

C. Pembahasan Hasil Penelitian 71

D. Keterbatasan Penelitian 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 80

B. Saran 80

DAFTAR PUSTAKA 82


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Perbedaan Tahap Siklus Belajar SCIS dan BSCS 30

Tabel 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian 47

Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Soal Tes Hasil Belajar 52

Tabel 4. Hasil Pengujian Validitas 54

Tabel 5. Interpretasi Nilai r 55

Tabel 6. Deskripsi Data Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol 59

Tabel 7. Deskripsi Data Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol 60

Tabel 8. Hasil Uji Normalitas Data Pretest Hasil Belajar IPA 62

Tabel 9. Hasil Uji Homogenitas Data Pretest Hasil Belajar IPA 63

Tabel 10. Hasil Uji t Data Pretest Hasil Belajar IPA 64

Tabel 11. Hasil Uji Normalitas Data Posttest Hasil Belajar IPA 67

Tabel 12. Hasil Uji Homogenitas Data Posttest Hasil Belajar IPA 68


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Perbedaan Tahap –Tahap Model Pembelajaran Siklus Belajar


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Tabel Aktivitas Guru dan Siswa dalam Siklus Belajar BSCS

5E 85

Lampiran 2. Instrumen Soal Tes Hasil Belajar 87

Lampiran 3. Instrumen Soal Tes Hasil Belajar Setelah Uji Coba 91

Lampiran 4. Kunci Jawaban Soal 95

Lampiran 5. Daftar Nilai Hasil Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol 96

Lampiran 6. Daftar Nilai Hasil Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen 97

Lampiran 7. RPP Kelas Eksperimen. 98

Lampiran 8. RPP Kelas Kontrol 123

Lampiran 9. Lembar Kerja Siswa 136

Lampiran 10. Contoh Hasil Lembar Kerja Siswa 157

Lampiran 11. Contoh Hasil Jawaban Soal Pretest Siswa 176

Lampiran 12. Contoh Hasil Jawaban Soal Posttest Siswa 184

Lampiran 13. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian 192

Lampiran 14. Penghitungan Validitas Instrumen Penelitian 194

Lampiran 15. Penghitungan Reliabilitas Instrumen 196

Lampiran 16. Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran Kelas Eksperimen 197

Lampiran 17. Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran Kelas Kontrol 202

Lampiran 18. Surat Ijin Penelitian 205


(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

IPA merupakan pengetahuan rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya (Hendro Darmojo dan Deny Kaligis, 1991: 3). IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis dan didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan. Menurut Usman Samatowa, (2006: 3) mata pelajaran IPA dimasukkan ke dalam kurikulum suatu sekolah dikarenakan IPA bermanfaat bagi suatu bangsa. Kesejahteraan suatu bangsa bergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar dari tekhnologi yang sering disebut sebagai tulang punggung pembangunan. IPA juga dapat memberikan kesempatan berpikir kritis apabila diajarkan dengan tepat. Melalui pembelajaran IPA dapat membuka kesempatan bagi siswa untuk memupuk rasa ingin tahu siswa secara alamiah. Selain itu IPA juga diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk berlatih memecahkan suatu masalah yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari di masa yang akan datang.

IPA diperoleh melalui penelitian dengan menggunakan langkah-langkah yang disebut metode ilmiah. Dalam pembelajaran IPA di SD siswa tidak diajarkan membuat penelitian secara utuh, namun siswa diajarkan metode ilmiah secara bertahap dan berkesinambungan. Siswa diharapkan tidak hanya menerima pengetahuan dari guru, tetapi siswa juga diajarkan untuk mengalami sendiri proses penemuan pengetahuan tersebut. Siswa didorong untuk memiliki pengalaman sendiri dengan melakukan percobaan yang membuat siswa


(17)

2

menemukan prinsip dan konsep untuk mereka sendiri. Proses ini menunjang perkembangan anak didik secara utuh karena dapat melibatkan seluruh aspek psikologis anak yang meliputi kognitif, afektif, dan psikomotor. Melalui proses ini siswa juga diharapkan dapat menerapkan sikap-sikap ilmiah dalam dirinya.

Pembelajaran IPA sebaiknya dapat melibatkan siswa dalam proses penemuan pengetahuan yang sekaligus dapat memupuk sikap ilmiah dalam diri siswa. Siswa dapat melakukan percobaan dan pengamatan untuk memecahkan sebuah masalah, oleh karena itu perlu dilaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa diharapkan dapat meningkatkan keaktifan, kreativitas serta rasa keingintahuan siswa.

Teori belajar dapat dijadikan sebagai dasar untuk menentukan arah pelaksanaan pembelajaran. Teori belajar behavioristik memandang siswa sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sugihartono, dkk (2007: 127) yang berpendapat bahwa belajar menurut teori behavioristik merupakan tingkah laku akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Siswa tidak berperan aktif dalam pembelajaran karena siswa bersifat sebagai penerima stimulus yang diberikan oleh guru. Teori belajar behavioristik mementingkan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh.

Teori belajar konstruktivistik memiliki pandangan tersendiri terhadap belajar. Teori belajar kontruktivistik mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan


(18)

3

dinilai penting, namun proses siswa dalam memperoleh pemahaman dan pengetahuan dinilai lebih penting. Siswa membangun pengetahuannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan pendapat Sugihartono, dkk (2007: 127) yang mengatakan bahwa dalam teori belajar kontruktivistik belajar merupakan proses seseorang memperoleh pengetahuan dengan mengkontruksi sendiri pengetahuan yang ada dalam diri individu. Siswa beperan sebagai subjek yang aktif dalam pembelajaran karena pembelajaran bersifat student centre.

Sejalan dengan pendapat Patta Bundu, (2006: 18-19) yang menyatakan bahwa hasil belajar IPA mengutamakan hasil belajar sebagai penguasaan terhadap proses ilmiah, produk ilmiah, dan sikap ilmiah, maka penggunaan model pembelajaran yang berdasarkan teori kontruktivistik diduga efektif untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA. Model pembelajaran yang berdasarkan teori konstruktivistik dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar melalui pengalaman nyata dan mengkontruksi sendiri pengetahuannya, sehingga penguasaan proses ilmiah, produk ilmiah dan sikap ilmiah dapat diperoleh siswa dalam proses pembelajaran. Semakin bertambah peran dan keaktifan siswa dalam pembelajaran maka semakin banyak pengetahuan yang diperoleh. Berbeda dengan model pembelajaran yang berdasarkan teori behavioristik yang menjadikan siswa sebagai objek yang bersifat pasif dalam pembelajaran, karena pembelajaran bersifat teacher centre. Model pembelajaran yang berdasarkan teori behavioristik lebih mengutamakan


(19)

4

kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh, maka model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik diduga lebih efektif dari model pembelajaran dengan pendekatan behavioristik.

Model pembelajaran learning cycle 5E (pembelajaran siklus) merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan kontruktivistik. Aktivitas dalam pembelajaran learning cycle 5E lebih banyak ditentukan oleh siswa sehingga siswa menjadi lebih aktif. Dalam pembelajaran ini guru bukan satu-satunya sumber belajar, siswa lebih ditekankan untuk membangun sendiri pengetahuannya melalui keterlibatan secara aktif dalam proses pembelajaran (student centered). Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri.

Model pembelajaran learning cycle 5E diduga tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA yang mengutamakan hasil belajar sebagai pemguasaan terhadap produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Pembelajaran learning cycle 5E terdiri dari rangkaian berupa tahap-tahap kegiatan yang memungkinkan terlaksanakannya kegiatan-kegiatan nyata yang dapat membangun pengetahuan serta memberikan pengalaman yang nyata bagi siswa. Tahap-tahap learning cycle 5E tersebut meliputi (a) pembangkitan minat (engagement), (b) eksplorasi (eksploration), (c) penjelasan (eksplanation), (d) elaborasi (elaboration/attention), dan (e) evaluasi (evaluation) (Made Wena, 2009: 170-171).

Model pembelajaran learning cycle 5E diduga efektif diterapkan dalam pembelajaran IPA, namun belum diketahui bukti empiris yang


(20)

5

menyatakan bahwa model pembelajaran learning cycle 5E efektif diterapkan dalam pembelajaran IPA. Hal inilah yang menjadi dasar peneliti untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh penerapan model pembelajaran

learning cycle 5E terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Sendangadi 1 Mlati”.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat didentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :

1. Hasil belajar IPA yang mengutamakan pada segi produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah.

2. Model pembelajaran dengan teori kontruktivistik diduga lebih efektif dari model pembelajaran dengan teori behavioristik dalam pembelajaran IPA. 3. Belum diketahuinya bukti empiris model pembelajaran learrning cycle 5E

efektif digunakan dalam pembelajaran IPA. C.Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas dan berbagai permasalahan yang kompleks, dalam penelitian ini peneliti hanya membatasi permasalahan terkait belum diketahuinya bukti empiris model pembelajaran learning cycle 5E efektif digunakan dalam pembelajaran IPA.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi dan batasan masalah yang dipaparkan di atas, masalah dapat dirumuskan “Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar menggunakan model


(21)

6

pembelajaran Learning Cycle 5E dan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional di kelas IV SD Negeri Sendangadi 1 Mlati?”

E.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E dan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional di kelas IV SD Negeri Sendangadi 1 Mlati

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat 1. Manfaat teoritis

Secara umum penelitian ini memberikan sumbangan kepada dunia pendidikan dalam variasi penggunaan model pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar IPA siswa, khususnya model pembelajaran learning cycle 5E.

2. Manfaat Praktis. a. Bagi Siswa

1) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih berpartisipasi dalam proses pembelajaran IPA yang berlangsung di kelas.

2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri sehingga pengetahuan yang diperoleh akan lebih mendalam dan siswa dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.


(22)

7 b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada guru tentang variasi model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA, khususnya menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E.

c. Bagi Sekolah

Model pembelajaran learning cycle 5E dapat meningkatkan kualitas pembelajaran daan hasil belajar IPA, maka juga dapat meningkatkan mutu sekolah.

d. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman kepada peneliti dalam penggunaan model pembelajaran learning cycle 5E pada mata pelajaran IPA, yang nantinya dapat digunakan sebagai refleksi untuk terus mencari dan mengembangkan inovasi pembelajaran menuju hasil yang lebih baik.


(23)

8 BAB II KAJIAN TEORI A.Deskripsi Teoritis

1. Kajian Ilmu Pengetahuan Alam SD

a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Menurut Hendro Darmojo dan Deny Kaligis (1993: 3) istilah yang digunakan IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam berarti “Ilmu” tentang “Pengetahuan Alam”. “Ilmu” artinya suatu pengetahuan yang benar, Pengetahuan yang dibenarkan menurut tolak ukur kebenaran ilmu, yaitu rasional dan ojektif. Rasional artinya masuk akal atau logis, diterima oleh akal sehat; sedang objektif artinya sesuai dengan objeknya, sesuai dengan kenyataannya, atau sesuai dengan pengalaman pengamatan melalui panca indera. Pengetahuan Alam artinya segala sesuatu yang diketahui oleh manusia. Jadi secara singkat IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dan segala isinya.

Nash (Hendro Darmojo, 1993: 3) dalam bukunya The Nature of Natural Science, mengatakan bahwa IPA adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan bahwa cara IPA mengamati dunia itu bersifat analitis, lengkap, cermat, serta menghubungkan antara satu fenomena dengan fenomena yang lain sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya. Sedangkan Srini M. Iskandar (1997: 2) menjelaskan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) secara harfiah dapat


(24)

9

disebut sebagai ilmu tentang alam ini, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

Selain itu, menurut Conant (Maslichah Asy’ari, 2006: 7) sains diartikan sebagai bangunan atau deretan konsep yang saling berhubungan sebagai hasil dari eksperimen dan observasi. Abruscato (Maslichah Asy’ari, 2006: 7) mendefinisikan bahwa IPA adalah pengetahuan yang diperoleh lewat serangkaian proses yang sistematik guna mengungkap segala sesuatu yang berkaitan tentang alam semesta. Sedangkan menurut Carin & Sund (Maslichah Asy’ari, 2006: 7) IPA adalah suatu sistem untuk memahami alam semesta melalui observasi dan eksperimen yang terkontrol.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang alam yang bersifat rasional dan objektif yang diperoleh melalui rangkaian proses untuk mengungkap fakta dan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan alam semesta dan segala isinya. IPA merupakan hasil dari suatu eksperimen dan observasi.

IPA merupakan suatu ilmu teoritis, namun teori tersebut didasarkan pada pengamatan dan percobaan-percobaan terhadap gejala alam. Fakta-fakta tentang gejala alam diselidiki dan diuji secara berulang-ulang melalui percobaan-percobaan, berdasarkan hasil percobaan itulah dirumuskan keterangan ilmiahnya atau teorinya.


(25)

10 b. Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Menurut Maslichah Asy’ari (2006: 23) pada prinsipnya pembelajaran sains di Sekolah Dasar membekali siswa kemampuan berbagai cara untuk “mengetahui” dan “cara mengerjakan” yang dapat membantu siswa dalam memahami alam sekitar. Selanjutnya Maslichah Asy’ari (2006: 23) menjelaskan secara rinci tujuan pembelajaran sains di Sekolah Dasar adalah:

1) Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, tekhnologi dan masyarakat.

2) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

3) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

4) Ikut serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

5) Menghargai alam sekitar dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

Sedangkan pakar-pakar pendidikan dari UNESCO (Hendro Darmojo, 1993: 6-7) menyimpulkan bahwa IPA bertujuan untuk:

1) Menolong siswa untuk dapat berpikir logis dan memecahkan masalah-masalah sederhana yang dihadapi sehari-hari.

2) Aplikasinya dalam tekhnologi, IPA dapat menolong dan meningkatkan kualitas hidup manusia.

3) Membekali siswa untuk kehidupan di masa mendatang yang berorientasi pada keilmuan dan tekhnologi.

4) Menghasilkan perkembangan pola berpikir yang baik.


(26)

11

6) Memberikan kesempatan kepada siswa mengenal lingkungannya secara logis dan sistemastis.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah untuk menanamkan rasa ingin tahu dan mengembangkan pengetahuan siswa tentang konsep-konsep IPA yang berhubungan dengan lingkungan, tekhnologi, dan masyarakat agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan pengetahuannya dapat menjadi bekal di kehidupan di masa mendatang yang berorientasi pada tekhnologi. Selain itu dengan demikian siswa akan mengembangkan kesadaran tentang peran dan pentingnya sains dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa lebih menghargai alam sekitar dengan cara ikut menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

c. Prinsip-Prinsip Pembelajaran IPA

Menurut Maslichah Asy’ari (2006: 24) sains merupakan bagian dari kehidupan manusia sehingga pembelajaran sains merupakan interaksi antara siswa dengan lingkungan kehidupannya. Oleh karena itu dalam pembelajaran sains ditekankan agar berorientasi pada siswa, sedangkan peran guru hanya sebagai fasilitator. Untuk itu Maslichah Asy’ari (2006: 24-29) menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran dalam sains yang meliputi:

1) Empat Pilar Pendidikan Global

Merupakan prinsip pembelajaran yang meliputi learning to know, learning to do, learning to be, dan learning together.


(27)

12 2) Inkuiri

Prinsip inkuiri atau penemuan perlu diterapkan dalam pembelajaran sains karena pada dasarnya anak memiliki rasa ingin tahu yang besar, alam sekitar penuh dengan fakta atau fenomena yang dapat merangsang siswa untuk ingin tahu lebih banyak.

3) Konstruktivistik

Dalam pembelajaran sains guru bukan satu-satunya sumber pengetahuan bagi siswanya, Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja, melainkan perlu dibangun sendiri oleh siswa dengan cara mengkaitkan dengan pengetahuan awal yang sudah mereka miliki dalam struktur kognitifnya.

4) Salingtemas (Sains- Lingkungan- Tekhnologi dan Masyarakat)

Sains dan teknologi merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Prinsip-prinsip sains dibutuhkan untuk pengembangan teknologi, sedang perkembangan teknologi akan memfasilitasi dan memacu penemuan prinsip-prinsip sains yang baru.

5) Pemecahan Masalah

Dalam pembelajaran sains siswa perlu dilatih untuk memecahkan suatu masalah agar dapat menjadi bekal untuk masalah dan kehidupannya di masa mendatang.

6) Pembelajaran Bermuatan Nilai

Penerapan pembelajaran sains perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan atau kontradiksi dengan


(28)

13

nilai-nilai yang diperjuangkan oleh masyarakat sekitar. Oleh karena itu sebaiknya prinsip pembelajaran bermuatan nilai mengambil nilai-nilai yang bersifat universal.

7) Pakem ( Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) Prinsip pakem pada dasarnya merupakan prinsip pembelajaran yang berorientasi pada siswa aktif melakukan kegiatan baik aktif berpikir maupun kegiatan yang bersifat motorik. Dengan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran diharapkan dapat memunculkan kreativitas siswa untuk dapat mengembangkan atau menerapkan pengetahuan yang diperoleh.

Menurut John S. Richardson (Hendro Darmojo dan Deny Kaligis, 1993: 11-12) ada tujuh prinsip yang dapat digunakam dalam proses belajar mengajar IPA agar dapat berhasil. Ketujuh prinsip itu adalah:

1) Prinsip keterlibatan siswa secara aktif 2) Prinsip belajar berkesinambungan 3) Prinsip motivasi

4) Prinsip multi saluran 5) Prinsip penemuan 6) Prinsip totalitas

7) Prinsip perbedaan individual

Pembelajaran IPA di sekolah dasar pada dasarnya mengutamakan proses penemuan dan keterlibatan siswa secara aktif


(29)

14

dalam dalam proses belajarnya. Guru sebaiknya merencanakan proses pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan untuk siswa membangun dan mengembangkan sendiri pengetahuannya. Ilmu yang diperoleh siswa bukan semata-mata bersumber dari guru, melainkan dari siswa sendiri dan merupakan hasil percobaan maupun pengamatan. d. Fungsi Pembelajaran IPA di SD

Berdasarkan hasil konferensi oleh pakar-pakar pendidikan IPA dari UNESCO (Hendro Darmojo dan Deny Kaligis, 1993: 6-7) IPA berfungsi untuk:

1) Menolong anak didik agar dapat berpikir logis terhadap kejadian sehari-hari dan memecahkan masalah-masalah sederhana yang dihadapinya.

2) Aplikasinya dalam teknologi, IPA dapat menolong dan meningkatkan kualitas hidup manusia karena dapat bermanfaat dalam kegiatan masyarakat.

3) Membekali anak didik yang akan menjadi penduduk di masa mendatang yang berorientasi pada keilmuan dan teknologi.

4) IPA yang diajarkan dengan baik dapat menghasilkan perkembangan pola berpikir yang baik pula.

5) Secara positif dapat membantu anak didik untuk dapat memahami mata pelajaran lain terutama bahasa dan matematika.

Sedangkan menurut garis-garis besar program pengajaran (GBPP) fungsi mata pelajaran IPA adalah untuk :


(30)

15

1) Memberikan pengetahuan tentang pelbagai jenis dan perangai lingkungan buatan dalam kaitannya dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.

2) Mengembangkan keterampilan proses.

3) Mengembangkan wawasan, sikap dan nilai yang berguna bagi siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari. 4) Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan

keterkaitan yang saling mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi dengan keadaan lingkungan dan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.

5) Mengembangkan kemampuan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta keterampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi pembelajaran IPA adalah untuk memberikan pengetahuan kepada siswa agar dapat berpikir logis dalam berbagai peristiwa sehari-hari. IPA juga berfungsi untuk mengajarkan keterampilan yang dapat bermanfaat untuk kehidupan masyarakat sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup manusia.

Bertolak dari pendapat di atas, pada dasarnya IPA berfungsi untuk memberikan bekal pengetahuan dasar baik untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. IPA juga dapat berfungsi untuk menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahannya sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan Pencipta-Nya.


(31)

16

e. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA SD

Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:

1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi cair, padat, dan gas.

3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.

4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Keempat ruang lingkup bahan kajian sains diatas sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Maslichah Asy’ari (2006: 24), namun dalam pendapatnya Maslichah Asy’ari menambahkan ruang lingkup materi sains di sekolah dasar dengan sains, lingkungan tekhnologi dan mayarakat (salingtemas) yang merupakan penerapan konsep sains dan saling keterkaitannya dengan lingkungan, tekhnologi dan masyarakat melalui pembuatan suatu karya tekhnologi sederhana.

Ruang lingkup berfungsi untuk membatasi arah pembelajaran. Dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi KTSP terdapat Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran IPA, berikut adalah Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran IPA kelas IV yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(32)

17

Standar Kompetensi : 6. Memahami beragam sifat dan perubahan wujud benda serta berbagai cara penggunaan benda berdasarkan sifatnya

Kompetensi Dasar:

6.1 Mengidentifikasi wujud benda padat, cair, dan gas memiliki sifat tertentu.

6.2 Mendeskripsikan terjadinya perubahan wujud. f. Pembelajaran IPA di SD

Berdasarkan teori perkembangan intelektual anak menurut Piaget, anak usia SD yang berusia sekitar 7-11 tahun berada dalam tahap operasional konkret. Kemampuan dalam berpikir abstrak harus disertai dengan pengalaman yang konkret. Penerapan pembelajaran IPA di sekolah dasar sesuai dengan teori Piaget (Hendro Darmojo dan Deny Kaligis, 1993: 22-23) adalah sebagai berikut :

1) Belajar Melalui Perbuatan

Hal ini disebabkan perkembangan intelektual anak dan emosionalnya dipengaruhi langsung oleh keterlibatannya secara fisik dan mental dengan lingkungannya, sehingga pembelajaran IPA diupayakan melalui aktivitas konkret.

2) Perlu variasi kegiatan dalam proses belajar mengajar

Adanya variasi kecepatan perkembangan intelektual maupun emosional menimbulkan perbedaan, sehingga pembelajaran akan lebih efektif jika dalam pembelajaran disajikan berbagai variasi kegiatan agar dapat diikuti dengan anak dari berbagai tahap perkembangan.


(33)

18

3) Guru perlu mengenal tingkat perkembangan siswanya

Dengan mengenal status perkembangan masing-masing anak, guru akan dapat memberikan kegiatan belajar yang tepat sehingga diharapkan pelajaran akan lebih efektif.

4) Perlu latihan yang berulang untuk pengembangan berpikir operasional Yang dimaksud berpikir operasional menurut Piaget ialah meliputi: menambah, mengurangi, mengalikan, membagi, mengurutkan, menggolongkan, mensubstitusikan dan sebagainya. Maka kegiatan pembelajaran disajikan untuk mengembangkan semua ketrampilan tersebut.

5) Khusus siswa kelas VI, diberi kesempatan untuk mengembangkan pola berpikir operasi formal.

Dalam berinteraksi dengan siswa yang sudah menginjak pada tahap operasional formal hendaknya anak dibimbing kearah pengembangan kemampuan berpikir formal, misalnya dengan cara membuat hipotesis dan berpikir reflektif-evaluatif. Aktivitas belajar dapat dilakukan dengan pemberian tugas proyek, eksperimen dan diskusi.

Berdasarkan pendapat di atas, teori-teori Piaget tersebut harus dipertimbangkan dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran, sehingga pembelajaran IPA dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar. Pelaksanaan pembelajaran IPA diupayakan agar siswa terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang konkret.


(34)

19 2. Kajian Hasil Belajar

a. Pengertian Belajar

Sugihartono (2007: 74) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam buku yang sama Santrock dan Yussen mengemukakan bahwa belajar sebagai perubahan yang relatif permanen karena adanya pengalaman. Slameto (2003: 2) mengemukakan belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Gagne (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 10) mengemukakan belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Patta Bundu (2006: 17) mengemukakan bahwa belajar adalah aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi anak dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan nilai.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah usaha yang dilakukan secara sadar dengan serangkaian aktivitas dan interaksi dengan lingkungan yang menyebabkan adanya perubahan tingkah laku, pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan nilai. Belajar dilakukan untuk mengumpulkan sejumlah pengetahuan dan untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang positif.


(35)

20

Perubahan dalam belajar terjadi setelah melalui latihan dan pengalaman. Perubahan dalam belajar juga dapat berbentuk kecakapan, kebiasaan, penguasaan pengetahuan atau ketrampilan berdasarkan latihan dan pengalamannya dalam mencari informasi dan mengumpulkan pengetahuan-pengetahuan melalui pemahaman, penguasaan, ingatan, dan pengungkapan kembali di masa mendatang. b. Teori Belajar

Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika kegiatan belajar berlangsung. Sugihartono, dkk (2007: 89) menjelaskan bahwa, teori belajar merupakan seperangkat pernyataan umum yang digunakan untuk menjelaskan kenyataan mengenai belajar. Bertolak dari perubahan yang ditimbulkan oleh perbuatan belajar, para ahli teori belajar berusaha merumuskan pengertian belajar. Berikut adalah teori belajar yang dirumuskan oleh para ahli dikutip dari Sugihartono, dkk (2007: 127).

1) Teori Belajar Behavioristik

Belajar menurut teori belajar behavioristik merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons. Adapun akibat adanya interaksi stimulus dengan respons, siswa memiliki pengalaman baru yang menyebabkan mereka mengadakan tingkah laku dengan cara yang baru. Teori belajar behavioristik mementingkan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh.


(36)

21 2) Teori Belajar Kontruktivistik

Teori belajar kontruktivistik menyatakan bahwa belajar merupakan proses seseorang memperoleh pengetahuan dengan merekonstruksi sendiri pengetahuan yang ada dalam diri individu. Teori ini sangat percaya bahwa siswa mampu mencari sendiri masalah, menyusun sendiri pengetahuannya melalui kemampuan berfikir dan tantangan yang dihadapinya, menyelesaikan dan membuat konsep mengenai keseluruhan pengalaman realistik dan teori dalam satu bangunan utuh. Teori belajar kontruktivistik mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, namun proses siswa dalam memperoleh pemahaman dan pengetahuan dinilai lebih penting.

Perbedaan yang mendasar antara teori belajar behavioristik dan konstruktivistik terlihat pada teori belajar behavioristik yang lebih mengutamakan hasil, sedangkan teori belajar konstruktivistik lebih mengutamakan proses. Peran. Dalam teori belajar behavioristik peran siswa dalam pembelajaran dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar diri siswa. Siswa dipandang sebagai makhluk reaktif yang memberikan respon terhadap lingkungan, sedangkan dalam teori belajar konstruktivistik siswa memperoleh kesempatan yang luas untuk dapat mengembangkan dan membangun sendiri pengetahuannya.


(37)

22 c. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Nana Sudjana (2009: 3) hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang telah terjadi setelah siswa melalui proses pembelajaran. Oemar Hamlik (2001: 30) menjelaskan bahwa bukti seseorang telah belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi tidak mengerti. Patta Bundu (2006: 17) berpendapat bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar-mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Dimyati dan Mudjiono (2002, 250-251) mendefinisikan hasil belajar sebagai hasil dari proses pembelajaran yang dapat dipandang dari dua sisi, yatu dari sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dibandingkan pada saat pra belajar, sedangkan dari sisi guru hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Selanjutnya Gagne (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 11-12) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan kapabilitas siswa yang berupa:

1) Informasi verbal, yaitu kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun terrtulis.


(38)

23

2) Keterampilan intelektual, yaitu kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang.

3) Strategi kognitif, yaitu kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitif sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

4) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi , sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani

5) Sikap, yaitu kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Horward Kingsley (Nana Sudjana, 2009: 22) membagi hasil belajar menjadi tiga macam, yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita-cita. Sedangkan secara garis besar Benyamin Bloom (Nana Sudjana, 2009: 22-23) membagi hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu:

1) Ranah Kognitif, yaitu hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

2) Ranah Afektif, yaitu berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Nana Sudjana (2009: 30) menyatakan bahwa ada lima kategori ranah afektif sebagai hasil belajar, yaitu :


(39)

24

a) Receiving/attending, yaitu semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain.

b) Responding atau jawaban, yaitu reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar.

c) Valuing atau penilaian, berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus.

d) Organisasi yaitu pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai yang lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

3) Ranah Psikomotorik, yaitu berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Dengan demikian hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi dalam diri siswa setelah melalui proses pembelajaran yang merupakan interaksi dengan lingkungan baik perubahan dalam ranah kognitif, ranah afektif maupun ranah psikomotorik. Selanjutnya Slameto (2003:3) menjelaskan ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam


(40)

25

pengertian belajar adalah: 1) perubahan terjadi secara sadar, 2) perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, 3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, 4) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, 5) perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah, 6) perubahan mencakup aspek tingkah laku.

Individu yang belajar akan memperoleh hasil dari apa yang telah dipelajari selama proses belajar, sehingga hasil belajar merupakan perubahan kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengalami pengalaman belajar. Perubahan kemampuan tersebut meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku baik dalam sikap, kebiasaan, ketrampilan, pemahaman dan pengetahuan.

d. Hasil Belajar IPA

Patta Bundu (2006: 18-19) menyatakan bahwa hasil belajar Sains di SD mencakup hal-hal sebagai berikut :

1) Penguasaan produk ilmiah atau produk Sains yang mengacu pada seberapa besar siswa mengalami perubahan dalam pengetahuan dan pemahamannya tentang Sains baik berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, maupun teori.

2) Penguasaan proses ilmiah atau proses Sains mengacu pada sejauh mana siswa mengalami perubahan dalam kemampuan proses keilmuan yang terdiri atas ketrampilan proses sains dasar dan keterampilan proses sains terintegrasi.


(41)

26

3) Penguasaan sikap ilmiah atau sikap Sains merujuk pada sejauh mana siswa mengalami perubahan dalam sikap dan system nilai dalam proses keilmuan.

4) Hasil belajar Sains SD adalah segenap perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa dalam bidang Sains sebagai hasil mengikuti proses pembelajaran Sains.

Patta Bundu (2006: 18) juga menambahkan hasil belajar IPA berorientasi pada pencapaian dari segi produk, proses dan sikap keilmuan. Dari segi produk, siswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep Sains dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari; dari segi proses siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan dan menerapkan konsep yang diperolehnya untuk menjelaskan dan memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari; dan dari segi sikap dan nilai siswa diharapkan mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda di lingkungannya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis, mawas diri, bertanggung jawab dapat bekerja sama dan mandiri, serta mengenal dan memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar sehingga menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa.

Hasil belajar yang diukur dalam penelitian ini yaitu hasil dari penguasaan produk ilmiah atau produk sains yang mengacu pada perubahan siswa dalam pengetahuan dan pemahamannya yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, maupun teori yang diperoleh siswa


(42)

27

setelah mengalami pembelajaran. Penguasaan produk sains tersebut diperoleh dengan menggunakan tes tertulis yang dapat mengukur pengetahuan dan pemahaman tentang fakta, konsep dan teori yang mencakup materi IPA selama penelitian berlangsung.

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar IPA

Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri maupun luar diri siswa. Muhibbinsyah (Sugihartono 2007: 77) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menjadi 3 macam yaitu: 1) faktor internal, yang meliputi keadaan jasmani dan rohani siswa, 2) faktor eksternal, yang meliputi kondisi lingkungan di sekitar siswa, dan 3) faktor pendekatan belajar yang merupakan jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.

Pendapat yang berbeda tentang faktor-faktor yang mempengaruhi belajar juga dikemukakan oleh Dimyati dan Mudjiono (1994: 239-254) sebagai berikut :

1) Faktor intern yang dialami dan dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada proses belajar yaitu: a) sikap terhadap belajar, b) motivasi belajar, c) konsentrasi belajar, d) mengolah bahan belajar, e) menyimpan perolehan hasil belajar, f) menggali hasil belajar yang tersimpan, g) kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, h) rasa


(43)

28

percaya diri siswa, i) intelegensi dan keberhasilan belajar, j) kebiasaan belajar, dan k) cita-cita siswa.

2) Faktor ekstern yang mempengaruhi belajar meliputi: a) guru sebagai pembina siswa belajar, b) prasarana dan sarana pembelajaran, c) kebijakan penilaian, d) lingkungan sosial siswa di sekolah, dan e) kurikulum sekolah.

Setiap kegiatan belajar akan berakhir dengan hasil belajar. Faktor- faktor yang mempengaruhi belajar yang telah diuraikan diatas harus dipertimbangkan dalam perencanan maupun pelaksanaan pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar yang maksimal.

Dalam belajar IPA, guru sebagai pembina siswa belajar harus dapat memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar IPA. Berkaitan dengan hasil belajar IPA yang mencakup penguasaan pada produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah, maka salah satu hal yang bisa dilakukan guru adalah dengan merencanakan dan memilih pendekatan belajar yang sesuai dengan pembelajaran IPA yang mengutamakan pada segi produk, proses, dan sikap ilmiah. Penggunaan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran IPA dapat memaksimalkan penguasaan produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah tersebut.


(44)

29

3. Kajian Model Pembelajaran Learning Cycle 5E

a. Pengertian Model Pembelajaran Learning Cycle 5E

Model pembelajaran siklus (learning cycle) pertama kali diperkenalkan oleh Robert Karplus dalam Science Curriculum Improvement Study/SCIS (Made Wena, 2009: 170). Pembelajaran siklus merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan kontruktivis. Model pembelajaran learning cycle pada awalnya terdiri atas tiga tahap yaitu: eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept introduction), dan penerapan konsep (concept application). Robert Karplus dan Herbert Their (Bybee Rodger W , 2006:7) juga menyebutkan tiga tahap siklus belajar SCIS adalah exploration, invention, dan discovery. Menurut Lawson (Rodger W. Bybee , 2006:7) istilah yang digunakan dalam siklus belajar sudah dimodifikasi. Istilah yang dimodifikasi menjadi exploration, term introduction, dan concept application. Meskipun terdapat perubahan, namun pada dasarnya konseptual siklus belajar masih tetap sama.

Menurut Bybee Rodger W (2006:8) pada pertengahan tahun 1980-an BSCS menghasilkan sebuah inovasi yaitu BSCS 5E yang dikenal sebagai model pembelajaran learning cycle 5E. Model BSCS terdiri dari lima tahap yaitu engagement, exploration, explanation, elaboration, dan evaluation. Dari kelima tahapan tersebut terdapat tiga tahap yang setara dengan tahapan siklus belajar SCIS. Berikut ini adalah


(45)

30

perbedaan tahap siklus belajar SCIS dan siklus belajar BSCS (Bybee Rodger W, 2006: 8).

Tabel 1. Perbedaan tahap siklus belajar SCIS dan siklus belajar BSCS SCIS Model BSCS 5E Instructional Model

Engagement (New Phase)

Exploration Exploration (Adapted from SCIS) Invention (Term Introduction) Explanation (Adapted from SCIS) Discovery (Concept Application) Elaboration (Adapted from SCIS)

Evaluation (New Phase)

Dalam penelitian ini siklus belajar yang digunakan adalah siklus belajar BSCS 5E yang merupakan penyempurnaan dari tahap siklus belajar SCIS. Tahap engagement dan tahap evaluation ditambahkan ke dalam siklus belajar BSCS 5E untuk menyempurnakan siklus belajar SCIS.

b. Tahap-Tahap Model Pembelajaran Learning Cycle 5E 1) Pembangkitan Minat (Engagement)

Tahap pembangkitan minat (engagement) merupakan tahap awal dari siklus belajar. Pada tahap ini, guru berusaha membangkitkan dan mengembangkan minat dan keingintahuan siswa tentang topik yang akan diajarkan. Dengan demikian, siswa akan memberikan respons/jawaban, kemudian jawaban siswa tersebut dapat dijadikan pijakan oleh guru untuk mengetahui pengetahuan awal siswa tentang pokok bahasan (Made Wena, 2009: 171).

Bybee Rodger W (2006: 8) menambahkan bahwa kegiatan pada tahap ini melibatkan siswa dengan mengaitkan materi terhadap pengalaman siswa. Siswa difokuskan pada sebuah objek, masalah,


(46)

31

situasi, atau peristiwa. Guru dapat mengajukan sebuah pertanyaan, mendefinisikan sebuah masalah ataupun menunjukkan sebuah peristiwa kepada siswa. Hal penting yang harus dicapai dalam tahap ini adalah timbulnya rasa ingin tahu siswa tentang tema atau topik yang akan dipelajari.

Guru dapat memulai tahap engagement dengan memberikan apersepsi dan penyampaian tujuan pembelajaran kepada siswa. Apersepsi dapat dilakukan dengan menunjukkan contoh peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan topik bahasan yang dipelajari. Guru juga melakukan tanya jawab untuk menarik minat dan rasa keingintahuan siswa pada topik bahasan. Siswa dapat mengungkapkan apa yang sudah diketahui tentang topik bahasan dan dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang hal yang ingin diketahuinya. Penyampaian tujuan pembelajaran juga dilakukan pada tahap ini untuk menarik minat dan rasa keingintahuan siswa.

2) Eksplorasi (Exploration)

Pada tahap eksplorasi dibentuk kelompok-kelompok kecil antara 2-4 siswa. Dalam tahap ini siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok kecil tanpa pembelajaran langsung dari guru. Dalam kelompok ini siswa didorong untuk menguji hipotesis dan atau membuat hipotesis baru, mencoba alternatif pemecahannya dengan teman sekelompok, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide atau pendapat yang berkembang dalam diskusi. Pada tahap ini


(47)

32

guru berperan sebagai fasilitator dan motivator (Made Wena, 2009: 171). Guru siap dengan berbagai pertanyaan guna membantu siswa baik secara individual maupun kelompok.

Bybee Rodger W (2006:9) menyatakan the aim of exploration activities is to establish experiences that teachers and students can use later to formally introduce and discuss concepts, processes, or skills. Tujuan dari kegiatan eksplorasi adalah untuk membangun pengalaman yang selanjutnya dapat digunakan oleh guru dan siswa untuk mengenal dan mendiskusikan konsep, proses, atau ketrampilan. Selama kegiatan eksplorasi berlangsung, siswa mempunyai kesempatan untuk mengeksplorasi objek, peristiwa atau situasi. Siswa juga diberi kesempatan untuk menyelidiki benda, bahan dan situasi berdasarkan ide masing-masing siswa. Sebagai hasil dari keterlibatan mental dan fisik tersebut, para siswa dapat membentuk hubungan, mengamati pola, mengidentifikasi variabel,dan pertanyaan. Selanjutnya menurut Made Wena (2009: 171) pada tahap eksplorasi ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator.

Pada tahap ini siswa dapat berdiskusi dan dapat berpikir secara bebas dengan kelompoknya. Siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan melakukan percobaan. Beberapa keterampilan proses dapat diterapkan oleh siswa pada tahap ini yaitu, observasi, menafsirkan pengamatan, mengklasifikasi, memprediksi, dan berhipotesis.


(48)

33 3) Penjelasan (Explanation)

Dalam tahap penjelasan, guru dituntut mendorong siswa untuk menjelaskan suatu konsep dengan kalimat/pemikiran sendiri, meminta bukti dan klarifikasi atas penjelasan siswa, dan saling mendengar secara kritis penjelasan antarsiswa atau guru (Made Wena, 2009: 172). Dengan adanya diskusi ini guru kemudian memberikan penjelasan tentang konsep yang dibahas dengan menggunakan penjelasan siswa sebagai dasarnya.

Bybee Rodger W (2006: 9) juga menambahkan bahwa dalam tahap ini guru mengarahkan siswa untuk memberikan penjelasan dari hasil eksplorasi mereka. Siswa harus mampu menjelaskan hasil dari kegiatan eksplorasi dengan kalimat sendiri. Kemudian guru memberikan penjelasan secara langsung, eksplisit, dan formal. Penjelasan dari siswa dijadikan dasar oleh guru untuk melakukan penjelasan dan mengembangkan penjelasan siswa. Hal ini dilakukan sekaligus untuk memberikan penguatan konsep bagi siswa. Kunci dari tahap ini adalah untuk menyajikan konsep, proses, ketrampilan singkat, sederhana, jelas, dan langsung bergerak ke tahap berikutnya.

Ketrampilan proses yang dapat diterapkan oleh siswa pada tahap ini yaitu mengkomunikasikan dan mengajukan pertanyaan. Siswa mengkomunikasikan hasil dari exploration dengan menggunakan hasil pengamatannya. Siswa mengajukan pertanyaan, baik pertanyaan untuk yang terkait dengan penjelasan siswa lain


(49)

34

maupun pertanyaan untuk guru. Penjelasan dari guru dalam tahap ini bersifat menyempurnakan, melengkapi, dan mengembangkan konsep yang sudah diperoleh siswa. Pada kegiatan yang berhubungan dengan percobaan, guru dapat memperdalam hubungan antar variabel dan kesimpulan yang diperoleh siswa. Hal ini diperlukan agar siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep yang baru diperolehnya.

4) Elaborasi (Elaboration/Extention)

Pada tahap elaborasi siswa menerapkan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dalam situasi baru atau konteks yang berbeda. Siswa akan dapat belajar secara bermakna karena telah dapat menerapkan/mengaplikasikan konsep yang sudah dipelajarinya ke dalam situasi yang baru (Made Wena, 2009: 172). Jika tahap ini dirancang dengan baik oleh guru maka motivasi belajar siswa akan meningkat yang dapat mendorong peningkatan hasil belajar siswa.

Pendapat ini diperkuat oleh Bybee Rodger W (2006: 10) yang menyatakan tahap ini merupakan kesempatan untuk melibatkan siswa dalam situasi baru dan dalam masalah yang membutuhkan penjelasan yang identik atau mirip dengan konsep yang telah dipelajari. Generalisasi konsep, proses, dan keterampilan adalah tujuan utama dari tahap ini. Dalam tahap ini guru dapat memulai dengan mengajukan masalah baru yang memerlukan pengujian lewat eksplorasi dengan melakukan percobaan, pengamatan, pengumpulan data, analisis data sampai membuat kesimpulan.


(50)

35

Penerapan konsep yang sudah dipelajari siswa ke dalam situasi yang baru termasuk dalam salah satu ketrampilan proses sains yaitu menerapkan konsep atau prinsip. Siswa dapat menerapkan konsep yang sudah dipelajarinya dengan menjawab pertanyaan-pertanyan yang berkaitan dengan konsep yang sudah dipelajarinya namun dalam konteks atau situasi yang berbeda.

5) Evaluasi (Evaluation)

Pada tahap evaluasi, siswa dapat melakukan evaluasi diri dengan mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan observasi, bukti, dan penjelasan yang diperoleh sebelumnya. Guru dapat mengetahui pengetahuan atau pemahaman siswa dalam menerapkan konsep baru. Hasil evaluasi ini dapat dijadikan guru sebagai bahan evaluasi tentang proses penerapan siklus belajar, dan melalui evaluasi diri siswa akan dapat mengetahui kekurangan atau kemajuan dalam proses pembelajaran yang sudah dilakukan (Made Wena, 2009: 172).

Pendapat tersebut juga sesuai dengan pendapat Bybee Rodger W (2006: 10) yang menyatakan bahwa this is the important opportunity for students to use the skills they have acquired and evaluate their understanding. Hal ini berarti bahwa pada fase ini merupakan kesempatan penting bagi siswa untuk menggunakan keterampilan yang mereka peroleh dan mengevaluasi pemahaman


(51)

36

mereka. Dalam tahap ini guru memberikan penilaian terhadap tingkat pemahaman masing-masing siswa.

Guru dapat melakukan tanya jawab tentang apa yang sudah diketahui siswa setelah pembelajaran selesai. Guru menanyakan kesulitan-kesulitan yang dialami siswa pada waktu melakukan percobaan dan menemukan konsep. Guru juga dapat memberikan evaluasi berupa soal tertulis yang mencakup materi yang sudah diajarkan.

Perbedaan mendasar antara model pembelajaran learning cycle 5E dengan pembelajaran konvensional adalah guru lebih banyak bertanya daripada memberi tahu. Selain itu sesuai dengan pendapat Bybee Rodger W (2006: 10) prinsip dari model pembelajaran learning cycle 5E adalah teori psikologis yang menekankan pada urutan fase. Kelima tahapan siklus belajar 5E dapat digambarkan seperti dibawah ini :

Gambar 1. Skema tahap-tahap model pembelajaran learning cycle 5E Bybee Rodger W (2006: 10) menjelaskan aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa pada setiap fase siklus belajar BSCS 5E secara lebih rinci yang dapat dilihat lampiran 1 halaman 86.


(52)

37

Berdasarkan tahapan dalam model pembelajaran learning cycle 5E seperti yang telah dipaparkan, dalam pembelajaran siswa tidak hanya mendengar keterangan dan penjelasan guru tetapi dapat berperan aktif untuk menggali, menganalisis, mengevaluasi pemahamannya terhadap konsep yang dipelajari. Siswa dapat menerapkan ketrerampilan-keterampilan proses sains dalam setiap tahap model pembelajaran learning cycle 5E. Keterampilan proses yang dapat diterapkan tersebut adalah melakukan pengamatan (observasi), menafsirkan pengamatan (interpretasi), mengelompokkan (klasifikasi), meramalkan (prediksi), mengkomunikasikan, berhipotesis, menerapkan konsep atau prinsip, dan mengajukan pertanyaan.

4. Kajian Model Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang berlandaskan teori belajar behavioristik. Teori belajar behavioristik mendefinisikan pengertian belajar sebagai proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons. Pembelajaran dilakukan dengan memberikan stimulus-stimulus kepada siswa secara berulang-ulang agar siswa memberikan respons sesuai yang diinginkan. Pembelajaran tersebut dalam penelitian ini dilaksanakan dengan metode ceramah.

Tjipto Utomo dan Ruijter (Moedjiono dan Moh. Dimyati, 1992: 29) berpendapat bahwa metode ceramah adalah suatu bentuk pengajaran di


(53)

38

mana dosen mengalihkan informasi kepada sekelompok besar mahasiswa dengan cara yang bersifat verbal/lisan. Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Gilstrap dan Martin (Moedjiono dan Moh. Dimyati, 1992: 29) yang mendefinisikan metode ceramah sebagai suatu metode mengajar di mana guru memberi penyajian fakta-fakta dan prinsip-prinsip secara lisan.

Berdasarkan pendapat tersebut (Moedjiono dan Moh. Dimyati, 1992: 29) menyimpulkan metode ceramah sebagai bentuk interaksi belajar-mengajar yang dilakukan melalui penjelasan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap sekelompok peserta didik. Berdasarkan definisi metode ceramah tersebut maka hal-hal yang harus dilakukan guru adalah sebagai berikut:

a. Guru harus memiliki keterampilan menjelaskan (explaining skills), dan b. Guru harus memiliki kemampuan memilih dan menggunakan alat bantu

instruksional yang tepat dan potensial untuk meningkatkan ceramah. Sebagaimana metode-metode belajar yang lain, metode ceramah juga memiliki keunggulan dan kekurangan tersendiri. Adapun keunggulan dan kekurangan pada metode ceramah menurut (Moedjiono dan Moh. Dimyati, 1992: 30-31) adalah sebagai berikut:

a. Keunggulan Metode Ceramah 1) Murah

2) Mudah disesuaikan (adaptabel)

3) Mengembangkan kemampuan mendengar pada diri siswa 4) Penguatan bagi guru dan siswa


(54)

39

5) Pengaitan isi pelajaran dan kehidupan b. Kekurangan Metode Ceramah

1) Cenderung terjadi proses satu arah

2) Cenderung ke arah pembelajaran berdasarkan guru 3) Menurunnya perhatian siswa

4) Ingatan jangka pendek

5) Merugikan kelompok siswa tertentu

Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan metode ceramah merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru berperan lebih aktif dari siswa dengan memberikan penuturan dan penjelasan kepada siswa. Guru juga harus dapat membangkitkan semangat dan dapat merangsang imajinasi siswa dalam penyampaian penjelasannya. Siswa berperan sebagai penerima stimulus yang diberikan oleh guru dengan mendengarkan penjelasan dan penuturan yang disampaikan oleh guru.

5. Karakteristik Siswa Kelas IV SD

Menurut Piaget (Rita Eka Izzaty,dkk, 2008: 105) perkembangan kognitif masa kanak-kanak akhir berada dalam tahap operasional konkret dalam berfikir (usia 7-12), dimana konsep yang pada awal masa kanak-kanak merupakan konsep yang samar-samar dan tidak jelas sekarang menjadi konkret. Untuk memecahkan masalah yang bersifat konkret anak sudah mampu menggunakan kemampuan mentalnya. Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 107) menjelaskan bahwa kemampuan berpikir anak pada usia ini


(55)

40

ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas mental seperti mengingat, memahami dan memecahkan masalah. Anak sudah mampu berpikir, belajar, mengingat, dan berkomunikasi karena proses kognitifnya tidak lagi egosentrisme, dan lebih logis.

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh C.Asri Budiningsih (2003: 38-39) yang menjelaskan bahwa pada tahap operasional konkret ini anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkrit. Anak usia 7-12 tahun masih memiliki masalah dalam berpikir abstrak.

Selanjutnya Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 116) membagi masa kanak-kanak akhir menjadi dua fase yaitu:

a. Masa kelas-kelas rendah Sekolah Dasar yang berlangsung antara usia 6/7 tahun – 9/10 tahun, biasanya duduk di kelas 1,2, dan 3 Sekolah Dasar. b. Masa kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar, yang berlangsung antara usia

9/10 tahun – 12/13 tahun, biasanya duduk di kelas 4, 5, dan 6 Sekolah Dasar.

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Usman Samatowa (2006: 7) yang membagi masa keserasian bersekolah dibagi dua fase yaitu : a. Masa kelas rendah sekolah dasar, usia sekitar 6-8 tahun. Dalam tingkatan

kelas di sekolah dasar pada usia tersebut termasuk dalam kelas 1- 3. b. Masa kelas tinggi sekolah dasar, usia sekitar 9-12 tahun. Dalam tingkatan


(56)

41

Berdasarkan pendapat tersebut maka siswa kelas 4 termasuk dalam masa kelas tinggi sekolah dasar. Selanjutnya Usman Samatowa (2006: 8) menjelaskan ciri-ciri sifat anak pada masa kelas tinggi menurut adalah sebagai berikut :

a. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret.

b. Realistik, ingin tahu dan ingin belajar.

c. Menjelang akhir masa ini ada minat terhadap hal-hal atau mata pelajaran khusus.

d. Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya, berikutnya setelah umur 11 tahun pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri.

e. Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah.

f. Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya. g. Peran manusia idola sangat penting, pada umumnya orang tua dan

kakak-kakaknya dianggap sebagai manusia idola yang sempurna, oleh karena itu guru acap kali dianggap sebagai manusia yang serba tahu.

Adapun ciri-ciri anak masa kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar menurut Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 116) adalah :

a. Perhatiannya tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari. b. Ingin tahu, ingin belajar dan realistis.

c. Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus.

d. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah.

e. Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain bersama, mereka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.

Sedangkan menurut Maslichah Asy’ari (2006: 42) siswa yang berada di kelas atas memiliki ciri-ciri antara lain :

a. Dapat berpikir reversibel atau bolak balik.


(57)

42

c. Telah mampu melakukan operasi logis tetapi pengalaman yang dipunyai masih terbatas.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa siswa kelas IV termasuk dalam kelas tinggi di sekolah dasar, dimana siswa bersifat ingin tahu, ingin belajar, realistis, mempunyai minat terhadap peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang konkret, mampu berpikir logis, serta suka membentuk kelompok teman sebaya. Penerapan model pembelajaran learning cycle 5E dapat menyajikan pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswa kelas IV tersebut. Rasa ingin tahu siswa dapat dikembangkan pada tahap awal model pembelajaran learning cycle 5E yaitu tahap engamement. Sesuai dengan karakteristik siswa yang suka membentuk kelompok dengan teman sebaya, model pembelajaran ini dilakukan dengan membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Dalam diskusi kelompok yaitu tahap exploration siswa diberi kesempatan untuk belajar langsung dengan benda-benda yang konkret sesuai dengan karakteristik siswa yang bersifat realistis.

B.Penelitian yang Relevan

Berikut ini disajikan beberapa hasil penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh model pembelajaran learning cycle 5E terhadap hasil belajar IPA siswa.

Penelitian oleh Margaretha Madha Melissa (2013) dengan judul “Pengaruh Learning Cycle 5E Model terhadap Prestasi Belajar Matematika dan Keaktifan Siswa Kelas VIII SMPN 1 Wates”. Hasil penelitian menunjukkan


(58)

43

bahwa peningkatan nilai prestasi belajar siswa kelompok eksperimen dari pre test ke post test lebih tinggi dari kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen mengalami peningkatan sebesar 53,31 sedangkan kelompok control mengalami peningkatan sebesar 31, 44. Berdasarkan uji hipotesis menggunakan taraf signifikansi 5% dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran learning cycle 5E berpengaruh positif terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Wates pada materi lingkaran. Selanjutnya berdasarkan hasil lembar observasi keaktifan siswa pada kelompok eksperimen diperoleh rata-rata 81,05%, yaitu dalam kategori sangat tinggi. Sedangkan keaktifan siswa kelompok control masuk dalam kategori sedang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran learning cycle 5E berpengaruh positif terhadap keaktifan siswa kelas VIII SMP N 1 Wates pada materi lingkaran.

Penelitian oleh Ahmad Nur Fauzi (2012) dengan judul “Upaya Meningkatkan Partisipasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas IX SMK Muhammadiyah Prambanan dengan Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase pada Mata Pelajaran Listrik Otomotif”. Hasil penelitian menunjukkan penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5 Fase dapat meningkatkan partisipasi dan hasil belajar siswa. Peningkatan partisipasi sebesar 16, 94 %. Dilihat dari capaian rata-rata partisipasi pada siklus 1 sebesar 43,70% dan pada siklus II sebesar 60,64%. Selanjutnya pada siklus I rata-rata kelas yamg diperoleh sebesar 74,90 sedangkan pada siklus II rata-rata kelas sebesar 79,79. Dengan demikian peningkatan hasil belajar sebesar 6,52%.


(59)

44

Kedua contoh penelitian di atas subjek penelitiannya adalah siswa kelas menengah, oleh karena itu peneliti terdorong untuk mencoba melakukan penelitian tentang model pembelajaran learning cycle 5E di sekolah dasar. Selain itu dari contoh penelitian yang disebutkan di atas tidak dilaksanakan dalam pembelajaran IPA, sehingga peneliti terdorong untuk melakukan penelitian ini dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar.

C.Kerangka Pikir

Model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik lebih menekankan pada proses daripada hasil, sedangkan model pembelajaran dengan pendekatan behavioristik lebih mementingkan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh. Sesuai dengan hasil belajar IPA yang mengutamakan penguasaan terhadap produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah maka model pembelajaran dengan pendekatan kontruktivistik lebih efektif dari pembelajaran dengan pendekatan behavioristik.

Model pembelajaran dengan pendekatan kontruktivistik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model pembelajaran learning cycle 5E, sedangkan model pembelajaran dengan pendekatan behavioristik adalah model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran yang berdasarkan teori konstruktivistik dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar melalui pengalaman nyata dan mengkontruksi sendiri pengetahuannya, sehingga hasil belajar IPA yang berupa penguasaan proses ilmiah, produk ilmiah dan sikap ilmiah dapat diperoleh siswa dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran learning cycle 5E dapat menciptakan pembelajaran yang


(60)

45

berpusat kepada siswa. Siswa lebih dapat berperan aktif dalam pembelajaran melalui tahap-tahap yang ada dalam model pembelajaran learning cycle 5E. Semakin bertambah peran dan keaktifan siswa dalam pembelajaran maka semakin banyak pengetahuan yang diperoleh yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapai. Hal ini berbeda dengan model pembelajaran konvensional yang tidak melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Siswa berperan pasif sebagai penerima stimulus yang diberikan oleh guru. Maka hasil belajar IPA siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E lebih baik daripada hasil belajar IPA siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional.

D.Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2009: 96). Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis awal yang diajukan adalah sebagai berikut:

Hasil belajar IPA siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E lebih baik daripada hasil belajar IPA siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional di kelas IV SD Negeri Sendangadi 1, Mlati.


(61)

46 BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperiment. Sugiyono (2012: 114) menjelaskan bahwa desain quasi eksperiment mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Desain quasi eksperiment yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest-Posttest Control Group Design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Posttest diberikan untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata kedua kelompok setelah adanya perlakuan. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran IPA dengan model pembelajaran learning cycle 5E, sedangkan kelompok kontrol dengan model pembelajaran konvensional. Apabila digambarkan, desain penelitian Pretest-Posttest Control Group Desain menurut Sugiyono (2012: 112) adalah sebagai berikut.

Keterangan :

R : kelompok eksperimen dan kelompok kontrol O1 : hasil pretest kelompok eksperimen

O2 : hasil posttest kelompok eksperimen O3 : hasil pretest kelompok kontrol

R O1 X O2 R O3 O4


(62)

47 O4 : hasil posttest kelompok kontrol X : treatment/perlakuan

B.Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober - November tahun pelajaran 2015/2016 dengan jadwal yang disajikan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Pertemuan Eksperimen Kontrol

Pretest Selasa, 27 0ktober 2015 Rabu, 28 Oktober 2015 Pertemuan 1 Senin, 02 November

2015

Rabu, 04 November 2015

Pertemuan 2 Selasa, 03 November 2015

Jum’at, 06 November 2015

Pertemuan 3 Senin, 09 November 2015

Rabu, 11 November 2015

Pertemuan 4 Selasa, 10 November 2015

Jum’at, 13 November 2015

Postest Selasa, 10 November 2015

Jum’at, 13 November 2015

2. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Sendangadi 1, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan di kelas IV pada semester ganjil Tahun Ajaran 2015/2016.

C.Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2012: 61) variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Di dalam penelitian ini terdapat dua variabel eksperimen yaitu


(63)

48

variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Variabel bebas adalah variabel penyebab yang mempengaruhi terjadinya perubahan. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.

Maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat dua variabel yaitu:

1. Variabel bebas (independent) adalah model pembelajaran Learning Cycle 5E.

2. Variabel terikat (dependent) adalah hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Sendangadi 1 Mlati.

D.Populasi Penelitian

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012: 117).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD Negeri Sendangadi 1 Mlati sebanyak 63 siswa yang terbagi dalam dua kelas. Kelas IV A berjumlah 31 siswa dan kelas IV B berjumlah 32.

E.Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E

Model pembelajaran learning Cycle 5E merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan kontruktivistik. Model pembelajaran learning cycle 5E memberikan kesempatan kepada siswa


(64)

49

untuk membangun dan mengembangkan pengetahuannya sendiri. Model pembelajaran ini menyajikan rangkaian kegiatan yang dapat memberikan pengalaman yang nyata bagi siswa melalui beberapa tahapan. Tahap yang pertama adalah tahap engagement, hal yang harus dicapai pada tahap ini adalah minat dan rasa keingintahuan siswa terhadap topik yang dipelajari. Pada tahap kedua yaitu exploration, siswa diberi kesempatan untuk berdiskusi dalam kelompok, melakukan percobaan, mencatat pengamatan, dan menarik sebuah konsep. Pada tahap ini guru bersifat sebagai konsultan bagi siswa. Selanjutnya tahap yang ketiga yaitu explanation, dimana pada tahap ini siswa mengkomunikasikan konsep yang ditemukannya pada tahap exploration dengan menggunakan kalimatnya sendiri, Tahap keempat yaitu elaboration, pada tahap ini siswa menerapkan konsep yang sudah diperoleh ke dalam situasi yang baru. Tahap yang terakhir yaitu dan evaluation, pada tahap ini siswa mengevaluasi kemajuan pengetahuan masing-masing dan guru menilai perkembangan pengetahuan dan ketrampilan siswa.

2. Hasil Belajar IPA

Hasil belajar IPA merupakan tingkat penguasaan yang dicapai siswa setelah mengikuti pembelajaran IPA yang mencakup pada penguasaan produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Hasil belajar dari segi produk ilmiah siswa dapat memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, dari segi proses ilmiah siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan gagasan dan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan dari segi sikap ilmiah siswa dapat


(65)

50

menerapkan sikap-sikap ilmiah yang berupa ingin tahu, kritis, mawas diri, bertanggung jawab, mandiri, dan menumbuhkan rasa cinta terhadap alam sekitar dan pencipta-Nya.

Hasil belajar yang dikur dalam penelitian ini yaitu hasil belajar IPA dalam segi produk ilmiah, yaitu mencakup pemahaman dan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip, dan teori yang didapatkan selama penelitian berlangsung yang mencakup materi perubahan wujud benda. F. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Tes adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapatkan jawaban dari siswa, baik dalam bentuk lisan, tulisan, maupun perbuatan (Nana Sudjana, 2013: 35). Tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa, baik sebelum maupun sesudah pelaksanaan pembelajaran. Tes hasil belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar ranah kognitif yang mencakup hasil belajar IPA pada penguasaan produk ilmiah. Penguasaan produk ilmiah atau produk sains mengacu pada perubahan siswa dalam pengetahuan dan pemahamannya yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, maupun teori yang diperoleh siswa setelah mengalami pembelajaran. Penguasaan produk sains tersebut diperoleh dengan menggunakan tes tertulis berbentuk pilihan ganda yang dapat mengukur pengetahuan dan pemahaman tentang fakta, konsep dan teori yang mencakup materi IPA selama penelitian berlangsung yaitu materi sifat dan perubahan wujud benda.


(66)

51 G.Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti untuk mengumpulkan data (Suharsimi Arikunto, 2005: 134). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrumen tes untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan. Tes dilakukan untuk mendapatkan data hasil belajar IPA sebelum diberikan tindakan dan setelah diberikan tindakan. Tes berupa soal individu yang berbentuk pilihan ganda. Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 209) langkah-langkah dalam menyusun instrumen penelitian adalah sebagai berikut: a. Perencanaan, untuk tes hasil belajar meliputi penetapan Kompetensi Dasar,

Standar Kompetensi, dan Indikator yang digunakan untuk menyusun instrumen.

b. Penulisan butir soal.

c. Penyuntingan, yaitu melengkapi instrumen dengan kunci jawaban.

d. Uji coba, yaitu menguji cobakan instrumen baik dalam skala kecil maupun besar.

e. Penganalisaan hasil, analisis item. Dilakukan dengan menguji validitas dan reliabilitas instrumen.

f. Mengadakan revisi terhadap item-item yang dirasa kurang baik, berdasar pada data yang diperoleh sewaktu ujicoba.

Berdasarkan pendapat di atas, sebelum menyusun soal tes terlebih dahulu menyusun kisi-kisi soal yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), dan indikator. Beberapa indikator tersebut


(67)

52

kemudian dikembangkan menjadi butir-butir soal yang akan diberikan sebelum dan sesudah penelitian.

Tabel 3. Kisi-kisi instrumen soal tes hasil belajar Standar

Kompetens i

Kompetensi Dasar

Indikator Butir

Soal Jumlah Soal 6. Memahami beragam sifat dan perubahan wujud benda serta berbagai cara penggunaan benda berdasarkan sifatnya 6.1 Mengidentifi kasi wujud benda padat, cair, dan gas memiliki sifat tertentu

6.1.1 Menggolongkan benda-benda yang berwujud padat, cair, dan gas

1, 2, 3, 3

6.1.2 Mengidentifikasi sifat-sifat benda padat, cair dan gas

4, 5, 8 3

6.1.3 Mengidentifikasi sifat-sifat air

7, 10, 11, 15

4 6.1.5 Menjelaskan

bentuk permukaan air yang dituangkan ke dalam berbagai bentuk bejana yang tenang

6, 14 2

6.1.6 Menyebukan arah aliran air

12, 13, 16

3 6.1.7 Membuktikan

bahwa udara memiliki berat

9, 27 2

6.2

Mendeskripsi kan

terjadinya perubahan wujud cair → padat → cair, cair → gas → cair, padat→ gas

6.2.1 Menjelaskan bukti perubahan wujud dari cair ke padat (membeku)

19, 25 2

6.2.2 Menjelaskan bukti perubahan wujud dari padat ke cair (mencair)

17, 23 2

6.2.3 Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

perubahan wujud benda

24, 28 2

6.2.4 Menyebutkan macam-macam

perubahan wujud benda

18, 20, 21, 22, 26, 29,30

7


(68)

53 H.Validitas dan Reliabilitas Penelitian

1. Uji Validitas Instrumen

Validitas instrumen menunjukkan bahwa hasil dari suatu pengukuran menggambarkan segi atau aspek yang diukur (Nana Syaodih Sukmadinata, 2010: 228). Sugiyono (2012: 176) menyatakan bahwa validitas internal instrumen yang berupa test harus memenuhi validitas konstruk (construct validity) dan validitas isi (content validity). Untuk mendapatkan validitas konstruk (construct validity) maka instrumen dikonsultasikan kepada para ahli (expert judgements). Sugiyono (2012: 177) berpendapat bahwa setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan para ahli. Dalam penelitian ini ahli yang dimaksud yaitu dosen ahli IPA jurusan PSD Universitas Negeri Yogyakarta yaitu Ikhlasul Ardi Nugroho, M.Pd, sehingga instrumen yang akan dipakai dapat terbukti valid. Setelah dikonsultasikan dengan ahli, maka selanjutnya instrumen diujicobakan untuk mendapatkan validitas isi (validitas content), uji coba instrumen dilaksanakan di SD Negeri Sinduadi 1. Dari 30 soal pilihan ganda yang diujikan, 26 soal dinyatakan valid dan 4 soal dinyatakan gugur. Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan rumus:

q p St

Mt Mp


(1)

203

Lampiran 17b. Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 1

Guru menjelaskan materi Siswa mendengarkan ceramah

dengan ceramah dari guru

Lampiran 17c. Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 2

Guru menjelaskan materi Siswa mendengarkan ceramah


(2)

204

Lampiran 17d. Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 3

Guru menjelaskan materi Siswa mendengarkan ceramah

dengan ceramah dari guru

Lampiran 17e. Kegiatan Pembelajaran Kelas Kontrol Pertemuan 4

Guru menjelaskan materi Siswa mendengarkan ceramah


(3)

205 Lampiran 18. Surat Izin Penelitian


(4)

206


(5)

207


(6)

208