dan porositas. Karakteristik ukuran granula di antaranya pipih, bulat, beraturan atau tidak, kecil, besar, homogen atau heterogennya granula bahan tersebut
Heldman dan Singh 1988.
4.3.2.2 Karakteristik sifat fungsional pati walur Kemampuan pengembangan dan kelarutan pati walur
Ketika pati dipanaskan dengan adanya air, maka struktur kristalin pati akan mengalami gangguan karena putusnya ikatan hidrogen dan molekul air
akan berikatan dengan ikatan hidrogen untuk mengekspos gugus hidroksil pada amilosa dan amilopektin. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan dari
kemampuan pengembangan dan kelarutan pati. Kemampuan pengembangan adalah rasio antara bobot basah sedimen gel terhadap bobot kering pati. Interaksi
ini dipengaruhi oleh rasio amilosaamilopektin dan juga oleh karakteristik dari amilosa dan amilopektinnya dalam hal bobot molekul, distribusi, derajat dan
panjang rantai serta konformasinya. Pati walur memiliki nilai kelarutan dan kemampuan pengembangan
sebesar 13.63 dan 20.36 gg Tabel 10. Nilai ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan tepung terigu dengan nilai sebesar 8.63 dan 12.75 gg. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena pati walur memiliki kandungan fosforus yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu. Seperti yang dinyatakan oleh
Noda et al. 2008, kandungan fosforus dalam sampel dapat menyebabkan adanya gaya tolak antara kelompok fosfat dengan rantai di sebelahnya sehingga
dapat meningkatkan hidrasi dengan cara melemahkan ikatan antara gugus kristalin. Semakin tinggi kandungan gugus fosfat dalam amilopektin pati
menyebabkan semakin besarnya gaya tolak yang mengakibatkan kelarutan dan kemampuan pengembangannya menjadi semakin besar.
Tabel 10 Perbandingan sifat fungsional pati walur dan tepung terigu
No. Parameter Pati
walur Terigu
1 Kemampuan pengembangan gg
20.36 12.75
a
2 kelarutan
13.63 8.63
a
a
Adeleke dan Adedeji 2010
Pati yang juga memiliki kandungan fosforus dalam jumlah yang tinggi adalah pati kentang. Sandhu et al. 2010 dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa pati kentang memiliki nilai kemampuan pengembangan dan kelarutan sebesar 43.6 gg dan 16.9. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa nilai
kemampuan pengembangan dan kelarutan pati walur lebih kecil dibandingkan dengan pati kentang. Apabila dilihat dari kadungan fosforus pada pati, maka
kandungan fosforus pati walur jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pati kentang. Hal ini kemungkinan disebabkan karena meskipun kandungan fosforus
pati walur lebih tinggi, namun kandungan fosfat monoester pati walur lebih kecil dibandingkan dengan pati kentang.
Selain dipengaruhi oleh kandungan fosforus, nilai kelarutan dan kemampuan pengembangan juga dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan ikatan
kompleks antara lipid dan amilosa. Adanya kompleks antara lipid dan amilosa pada sampel dapat mencegah terjadinya pengembangan granula pati dengan cara
menurunkan kemampuan hidrasi dari rantai amilosa Hoover et al. 2010. Sebelumnya diketahui bahwa kandungan lipid tepung terigu lebih tinggi bila
dibandingkan dengan pati walur Tabel 6, sehingga kemungkinan terbentuknya kompleks lipid-amilosa pada tepung terigu lebih besar dibandingkan pada pati
walur yang akan menyebabkan rendahnya nilai kelarutan dan kemampuan pengembangan.
Apabila dibandingkan dengan pati kentang yang memiliki kandungan lemak sebesar 0.18, maka kandungan lipid pati walur adalah lebih tinggi. Hal
ini kemungkinan juga yang menyebabkan pati walur memiliki nilai kemampuan pengembangan dan kelarutan yang lebih rendah dibandingkan dengan pati
kentang. Pati yang memiliki kemampuan pengembangan dan kelarutan yang tinggi akan memiliki viskositas yang tinggi.
Profil gelatinisasi pati walur
Pada proses gelatinisasi, air yang ada dalam suspensi pati akan masuk ke daerah amorphous yang terdiri atas molekul amilosa. Proses masuknya air dalam
granula pati ini menyebabkan granula menjadi membengkak sehingga diameter granula pati bertambah besar. Pemanasan yang terus berlangsung akan
menyebabkan granula pati pecah sehingga air yang terdapat dalam granula pati dan molekul pati yang larut air dengan mudah keluar dan masuk ke dalam sistem
larutan. Molekul pati yang larut dalam air panas amilosa akan ikut keluar bersama air tersebut sehingga terjadi pelarutan amilosa. Besarnya jumlah
komponen amilosa yang keluar ini akan mempengaruhi viskositas pati. Gambar 16 menunjukkan kurva gelatinisasi dari pati walur dan tepung
terigu. Pati walur memiliki viskositas puncak yang tinggi dan cepat mengalami pengenceran selama pemanasan Gambar 16. Ini diketahui dengan tingginya
perbedaan nilai viskositas antara puncak viskositas dan viskositas minimum selama pemanasan. Selain itu, pati walur juga diketahui memiliki nilai
kemampuan pengembangan dan kelarutan yang cukup tinggi Tabel 9. Dari karakteristik tersebut, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pengelompokan tipe
profil gelatinisasi Scoch dan Maywald 1968, pati walur memiliki profil gelatinisasi tipe A. Tepung terigu yang memiliki puncak viskositas yang tidak
terlalu tinggi dan relatif tahan terhadap pemanasan termasuk ke dalam kurva gelatinisasi tipe B.
Gambar 16 Perbandingan kurva gelatinisasi pati walur a; tepung terigu b yang dianalisis dengan menggunakan alat RVA.
Suhu awal gelatinisasi ialah suhu pada saat pertama kali suspensi pati meningkat, viskositasnya atau saat granula pati mulai mengembang Kusnandar
b a
2011. Pati walur memiliki suhu awal gelatinisasi 82 °C Tabel 11. Suhu gelatinisasi pati walur ini lebih rendah bila dibandingkan dengan suhu gelatinisasi
tepung terigu dan lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu gelatinisasi pati suweg yang memiliki suhu awal gelatinisasi berturut-turut sebesar 84.85 Tabel
11 dan 79.5 °C Richana dan Titi 2004. Suhu gelatinisasi merupakan suatu fenomena sifat fisik pati yang kompleks yang dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain ukuran granula pati, ukuran molekul amilosa dan amilopektin serta keadaan media pemanasan.
Tabel 11 Perbandingan data profil gelatinisasi pati walur dan tepung terigu
No. Parameter Viskositas RVA
Pati walur Tepung terigu
1. Viskositas puncak
4304.00 1890.00
2. Trough
1 2063.00
1100.00 3.
Breakdown BD 2241.00
790.00 4.
Viskositas akhir 3449.00
2194.00 5.
Setback SB 1386.00
1094.00 6.
Suhu awal gelatinisasi °C 82.55
84.85 7.
Waktu gelatinisasi menit 7.60
8.87 Sebelumnya telah diketahui bahwa granula pati walur memiliki ukuran
yang lebih besar dibandingkan dengan pati suweg yaitu berturut-turut sebesar 22 dan 5
μm sedangkan ukuran granula pati tepung terigu adalah sebesar 35 μm. Berdasarkan data tersebut, seharusnya pati walur memiliki suhu awal gelatinisasi
yang lebih rendah dibandingkan pati suweg dan lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu. Namun hasil analisis menunjukkan hasil yang sebaliknya. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena suhu gelatinisasi tidak hanya dipengaruhi oleh ukuran granula pati, tapi juga dipengaruhi oleh kadar lemak dan protein pada
sampel. Kadar lemak atau protein yang tinggi mampu membentuk kompleks
dengan amilosa sehingga membentuk endapan yang tidak larut dan menghambat pengeluaran amilosa dari granula. Gugus
α-1,4 D glukosa berlokasi pada permukaan luar dari granula pati. Bagian tengah dari granula tersebut menjadi
pusat hidrofobik yang sejajar dengan gugus metilen dan oksigen glikosidik serta dapat membentuk kompleks dengan berbagai senyawa organik dan ligan
anorganik, seperti dimetil sulfoksida, kalium hidroksida, ion poliiodida, lipid dan alkohol linier. Kompleks ini membentuk heliks tunggal yang secara umum tidak
larut air dan memiliki karakteristik kristalin Copeland et al. 2009. Kompleks ini sangat sulit untuk dipecahkan sehingga membutuhkan energi yang lebih besar
untuk melepas amilosa. Hal ini menyebabkan suhu awal gelatinisasi yang dicapai akan menjadi lebih tinggi. Kandungan lemak dan protein tepung terigu jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan pati walur Tabel 6, maka kemungkinan terbentuknya kompleks ini semakin besar yang akan menyebabkan tingginya suhu
awal gelatinisasi. Viskositas maksimum merupakan titik maksimum viskositas pasta yang
dihasilkan selama proses pemanasan. Suhu dimana viskositas maksimum tercapai disebut suhu akhir gelatinisasi. Pada suhu ini granula pati telah kehilangan sifat
birefringence -nya dan granula sudah tidak mempunyai kristal lagi. Komponen
yang menyebabkan sifat kristal dan birefringence adalah amilopektin Dowd et al. 1999. Berdasarkan data pada Tabel 11, diketahui bahwa pati walur memiliki
viskositas puncak sebesar 4304 RVU. Nilai viskositas ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan tepung terigu yang memiliki nilai viskositas puncak sebesar
1890 RVU. Beynum dan Roels 1985 menyatakan bahwa tingginya nilai viskositas maksimum disebabkan karena tingginya kadar fosfat yang berikatan
dengan molekul amilopektin dalam sampel yang akan menghasilkan rantai polielektrolit. Kondisi ionik inilah yang membiarkan pati terdispersi dan
menghasilkan viskositas yang tinggi. Jane et al. 1999 menunjukkan bahwa kadar amilosa, protein dan lemak
berkorelasi negatif terhadap viskositas. Hal tersebut selaras dengan penelitian ini dimana viskositas tepung terigu lebih rendah bila dibandingkan dengan pati
walur. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3, kandungan amilosa, protein dan lemak tepung terigu lebih tinggi bila dibandingkan dengan pati walur.
Viskositas breakdown menunjukkan perbedaan antara viskositas puncak dan viskositas minimum selama proses pemanasan. Viskositas breakdown yang
tinggi menunjukkan tidak adanya ketahanan granula pati terhadap pemanasan dan pengadukan. Tabel 11 menunjukkan nilai viskositas breakdown pati walur lebih
tinggi dibandingkan dengan tepung terigu dengan nilai berturut-turut sebesar 2241
dan 790 RVU. Tingginya nilai breakdown ini disebabkan karena besarnya nilai kemampuan pengembangan dari pati walur. Menurut Zaidul et al. 2007b,
tingginya kemampuan pengembangan suatu jenis pati menyebabkan lemahnya ikatan intermolekular dan menyebabkannya sangat senisitif terhadap pengadukan
pada saat terjadi peningkatan suhu. Pati walur memiliki kemampuan pengembangan yang cukup tinggi Tabel 10. Hal inilah mungkin yang
menyebabkan tingginya nilai viskositas breakdown pada pati walur dibandingkan dengan tepung terigu.
Viskositas setback menunjukkan perbedaan antara viskositas akhir dan viskositas minimum selama proses pendinginan. Nilai viskositas setback
mengindikasikan derajat retrogradasi dari pati, terutama amilosa. Retrogradasi pati terjadi ketika molekul pati yang telah mengalami gelatinisasi membentuk
struktur kristal kembali melalui interaksi hidrogen antar sesamanya. Akibatnya molekul air yang semula terperangkap di dalam matriks gel pati akan keluar.
Pengeluaran molekul air ini dinamakan dengan sineresis. Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa viskositas setback pati walur lebih tinggi dibandingkan dengan
tepung terigu. Hal ini menunjukkan bahwa pati walur lebih mudah mengalami retrogradasi dibandingkan dengan tepung terigu.
Tepung terigu memiliki kandungan amilosa sebesar 27.2 Zaidul et al. 2007a sedangkan pati walur sebesar 22.42. Berdasarkan data tersebut,
seharusnya tepung terigu lebih mudah mengalami retrogradasi dibanding pati walur. Namun hasil analisis menunjukkan hasil yang sebaliknya. Hal ini karena
selain dipengaruhi oleh kandungan amilosa, nilai viskositas setback juga dipengaruhi oleh kandungan fosforus di dalam sampel, dimana semakin tinggi
kandungan fosforus, maka nilai viskositas setback juga semakin tinggi Zaidul et al.
2007b.
4.4 Aplikasi Pati Walur dalam Produk Pangan