3.5.2 Analisis mikrostruktur 3.5.2.5 SEM
Sebanyak 2 mg sampel disimpan dalam cetakan logam. Granula pati kemudian terdistribusi pada permukaan cetakan tersebut dan terselimuti oleh
emas-palladium 60:40. Selanjutnya, sampel yang telah dilapisi tersebut difoto dengan menggunakan alat Scanning Electron Microscope JSM-5000 dengan
perbesaran 1000 kali.
3.5.2.6 Mikroskop polarisasi
Tepung dibuat suspensi encer dengan melarutkan 1 sudip sampel dalam ±20 mL air. Diambil beberapa tetes suspensi ke atas sebuah gelas objek. Gelas
penutup dipasang, lalu preparat diamati dengan menggunakan mikroskop polarisasi cahaya dengan perbesaran 400 kali dan gambar yang teramati dipotret
dengan kamera dan foto granula pati yang dihasilkan dicetak pada film.
3.5.3 Kadar oksalat Modifikasi Savage et al. 2000
Sebanyak 5 g sampel umbi yang telah dihaluskan atau 10 g sampel tepung pati ditimbang lalu dilarutkan dalam 50 mL HCl 2 M. Campuran tersebut
dimasukkan ke dalam water bath 80 °C selama 15 menit. Ekstrak yang diperoleh kemudian didinginkan lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan
volumenya ditepatkan dengan menggunakan HCl 2 M. Setiap sampel dilakukan tiga kali ekstraksi. Oksalat larut air diekstraksi dengan metode yang sama dengan
menggunakan 50 mL air deionisasi. Larutan kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000
rpm dan bagian filtratnya dikumpulkan kemudian disaring dengan menggunakan membran selulosa asetat 0.45
μm. Sebanyak 5 μL sampel kemudian diinjeksikan ke dalam sistem HPLC dengan detektor uvvis yang diset pada 210 nm.
Pemisahan dilakukan dengan metode RP-HPLC menggunakan isokratik elution pada 0.5 mLmenit dengan 0.0125 M asam sulfat sebagai fase geraknya.
Kandungan asam oksalat dalam setiap sampel dianalisis dengan menggunakan
kurva standar asam oksalat 0-500 ppm. Semua sampel diekstraksi dan dianalisis secara triplo.
3.5.4 Analisis total pati BSN 1992
Metode yang digunakan untuk analisis total pati adalah berdasarkan SNI 01-2892-1992 BSN 1992. Sebanyak 1 gram sampel ditambahkan dengan larutan
HCl 3 sebanyak 200 mL lalu dipanaskan dengan mengunakan pendingin tegak selama 2.5 jam. Setelah dingin, sampel dinetralkan pH nya dengan menggunakan
larutan NaOH 40 dan selanjutnya dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL dan ditera dengan menggunakan akuades. Sebanyak 10 mL dari larutan tersebut
dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah dan ditambahkan 25 mL pereaksi luff schrool lalu dipanaskan kembali menggunakan pendingin tegak selama 10 menit
dimulai dari gelembung pertama. Setelah mencapai suhu ruang, ke dalam larutan tersebut ditambahkan 25
mL asam sulfat 25 dan diikuti dengan 20 mL larutan KI 20. Selanjutnya, larutan harus langsung dititrasi dengan menggunakan larutan tiosulfat dengan
pereksi kanji 0.5 hingga warna berubah menjadi putih susu. Prosedur analisis yang sama dilakukan terhadap blanko. Perhitungan kadar pati sampel ditentukan
berdasarkan kadar glukosa yang terkuantifikasi pada titrasi sampel. Kadar glukosa dihitung berdasarkan volume dan normalitas larutan Na
2
S
2
O
3
yang digunakan, sebagai berikut:
Na
2
S
2
O
3
yang digunakan = Vb-Vsx N Na
2
S
2
O
3
x 10 Keterangan: Vb
= volume Na
2
S
2
O
3
yang digunakan untuk tirtasi blanko Vs
= volume Na
2
S
2
O
3
yang digunakan untuk titrasi sampel N
Na
2
S
2
O
3
= konsentrasi Na
2
S
2
O
3
yang digunakan untuk titrasi Jumlah mg gula yang terkandung untuk mL Na
2
S
2
O
3
yang digunakan ditentukan dengan daftar Luff Schrool Tabel 1. Dari tabel tersebut dapat
diketahui hubungan antara volume Na
2
S
2
O
3
0.1N yang digunakan dengan jumLah glukosa yang ada pada sampel yang dititrasi. Kadar glukosa dan kadar pati
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
100 w1
Fp w
G ×
× =
P = G x 0.90 Keterangan: G = Kadar glukosa sampel
W =Glukosa yang terkandung untuk mL Na
2
S
2
O
3
yang dipergunakan mg Tabel 1
w1 = Bobot sampel mg fp = Faktor pengenceran
P = Kadar pati Tabel 1 Penetapan Gula menurut Luff Schoorl
Na
2
S
2
O
3
0.1 N mL Glukosa, fruktosa dan
gula inversi mg Na
2
S
2
O
3
0.1 N mL Glukosa, fruktosa dan
gula inverse mg 1 2.4 13
33.0 2 4.8 14
35.7 3 7.2 15
38.5 4 9.7 16
41.3 5 12.2 17
44.2 6 14.7 18
47.1 7 17.2 19
50.0 8 19.8 20
53.0 9 22.4 21
56.0 10 25.0 22 59.1
11 27.6 23 62.2 12 30.3
3.5.5 Kandungan amilosa-amilopektin Apriyantono et al. 1989