Sebaran, bentuk dan ukuran granula setiap jenis pati adalah berbeda-beda tergantung dari molekul penyusunnya, yaitu amilosa dan amilopektin.
Penampakan mikroskopik dari granula pati seperti bentuk, ukuran, keseragaman dan letak hilium berbeda-beda untuk setiap jenis tanaman penghasil pati. Dengan
demikian sifat fisik tersebut dapat digunakan sebagai variabel dalam identifikasi pati.
4.1.3 Kadar Amilosa dan Kekuatan Gel
Tiap jenis pati memiliki sifat yang tidak sama tergantung dari panjang rantai karbon dan perbandingan antara molekul yang lurus amilosa serta yang
bercabang amilopektin. Kandungan amilosa pati walur adalah sebesar 22.42 Tabel 3. Hasil ini menunjukkan bahwa pati walur termasuk ke dalam jenis pati
normal. Menurut Hoover et al. 2010, jenis pati normal adalah jenis pati yang memiliki kandungan amilosa sebesar 15-30.
Tabel 3 Perbandingan data karakteristik umbi walur dan tepung terigu
No. Komposisi kimia
Walur Tepung terigu
1. Kadar amilosa bk
22.42 28.00
a
2. Kekuatan gel Nm
2
1543.48 493.06
a
Fennema 1996
Kandungan amilosa pati walur ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan kandungan amilosa pada terigu yaitu sebesar 28 Fennema 1996.
Namun, bila dibandingkan dengan umbi suweg, kandungan amilosa pada pati walur ini relatif lebih tinggi. Menurut Richana dan Titi 2004, pati suweg
memiliki kandungan amilosa sebesar 18.3. Meskipun walur dan suweg merupakan dua jenis umbi yang berasal dari spesies yang sama, namun memiliki
kandungan amilosa yang berbeda. Perbedaan kandungan amilosa pada berbagai jenis pati dapat dipengaruhi oleh perbedaan sumber botani, kondisi iklim, jenis
tanah selama pertumbuhan dan waktu pemanenan Noda et al. 2008. Molekul amilosa pada pati mempengaruhi sifat fungsionalnya, yaitu pada
saat pembentukan gel pati. Pati setelah dipanaskan lalu didinginkan akan membentuk gel yang kuat. Gel pati merupakan sistem padat–cair yang memiliki
jaringan yang saling berhubungan dimana fase cair terjebak di dalam fase
padatan. Molekul amilosa bebas dapat membentuk ikatan hidrogen tidak hanya dengan molekul amilosa lainnya tetapi juga dengan rantai cabang amilopektin dari
granula yang mengembang sehingga menjadi bagian jaringan padat yang saling berhubungan. Keberadaan amilosa dalam fase ini menyebabkan gel menjadi kuat
Collado dan Corke 1999. Kekuatan gel dari pati walur dan tepung terigu dalam penelitian ini
dinyatakan dalam bentuk modulus elastis. Modulus elastis merupakan kecenderungan suatu benda untuk berubah bentuk ketika diberikan suatu gaya dan
dinyatakan sebagai perbandingan antara gaya yang diberikan terhadap perubahan bentuk bidang semula. Dalam hal ini, modulus elastis menyatakan gaya yang
dibutuhkan oleh suatu jenis gel untuk berubah bentuk sebesar 2 mm dari bidang semula. Semakin kuat gel yang dihasilkan maka gaya yang dibutuhkan untuk
menekan gel sebesar 2 mm menjadi semakin besar yang ditunjukkan dengan nilai modulus elastis yang semakin besar.
Pati walur memiliki nilai modulus elastis yang lebih besar bila dibandingkan dengan tepung terigu, yaitu berturut-turut sebesar 1543.48 dan
493.06 Nm
2
Tabel 3. Hasil ini mengindikasikan bahwa pati walur memiliki kekuatan gel yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu. Karena pati
walur memiliki nilai kekuatan gel yang cukup tinggi, maka pati walur juga dapat dimanfaatkan sebagai gelling agent bagi produk pangan.
Tingginya nilai kekuatan gel pada suatu jenis pati dipengaruhi oleh kandungan amilosa pada pati. Semakin tinggi kandungan amilosa, maka kekuatan
gelnya akan semakin tinggi. Sebelumnya telah diketahui bahwa kandungan amilosa pada tepung terigu lebih besar dibandingkan dengan pati walur. Oleh
sebab itu, seharusnya tepung terigu memiliki kekuatan gel yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati walur. Namun hasil analisis menunjukkan hasil yang
sebaliknya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena selain dipengaruhi oleh kandungan amilosa dalam sampel, kekuatan gel juga dipengaruhi oleh komponen
ester monofosfat pada pati. Pati walur memiliki kandungan fosforus yang cukup tinggi, yaitu sebesar
1.08 Tabel 7. Fosforus dalam pati dapat membentuk ester monofosfat yang berikatan dengan amilopektin. Proses pembentukan ester monofosfat dilakukan
dengan bantuan enzin α-Glukan Dekinase GWD dan merupakan bagian dari
jalur biosintesis pati. Fosforus hanya akan menempel pada molekul amilopektin yang memiliki rantai samping yang panjang. Amilopektin rantai panjang yang
mengandung gugus ester monofosfat ini, akan memiliki sifat seperti amilosa yang akan mempengaruhi kemampuan pembentukan gel suatu jenis pati Blennow
2004. Jenis pati lain yang juga memiliki kandungan fosforus yang tinggi adalah
pati kentang. Hasil penelitian Noda et al. 2006 menunjukkan bahwa pati dari delapan jenis kultivar kentang memiliki nilai modulus elastis berkisar antara
8000-15000 Nm
2
dengan nilai terendah dimiliki oleh jenis pati kentang yang memiliki kandungan fosfat monoester yang paling rendah. Hasil ini
mengindikasikan bahwa kandungan fosforus pada pati dapat meningkatkan kekuatan gel. Semakin tinggi kandungan fosfat monoester pada pati maka nilai
modulus elastisnya menjadi semakin tinggi. Nilai modulus elastis pati walur lebih rendah bila dibandingkan dengan pati kentang. Hasil ini menunjukkan bahwa
kandungan fosfat monoester pati walur lebih kecil dibandingkan dengan pati kentang, meskipun diketahui bahwa pati walur memiliki kandungan fosforus yang
lebih tinggi.
4.2 Pengaruh Proses Perendaman Terhadap Kandungan Total Oksalat