69
Gambar 15. Plot Data Konsumsi Domestik CPO Differencing Kedua
Sumber : Output Minitab13.2
Berdasarkan pengamatan pola lag ACF dan PACF differencing kedua dapat memperoleh model tentatif yang baru. Pola lag ACF differencing kedua
menunjukkan pola dying down, nilai mutlak t
hit
turun mulai dari lag pertama yaitu sebesar 4,08 dan masih signifikan, lalu pada lag kedua sebesar 1,25; pada lag
ketiga 0,40 dan seterusnya. Begitupun juga pola lag PACF differencing kedua menunjukkan pola dying down, nilai mutlak t
hit
turun mulai dari 4,08; 2,96; 2,41; 1,51; 0,22 dan seterusnya.
Berdasarkan pengamatan pola lag ACF dan PACF differencing kedua tersebut, maka diperoleh model tentatif. Karena pola ACF dan pola PACF sama-
sama dying down maka model ini memiliki ordo AR dan ordo MA. Untuk menyederhanakan model maka dipilih ordo AR = 1 dan ordo MA = 1 yang
dibentuk melalui dua kali differencing. Jadi model tentatif konsumsi domestik CPO dalam bentuk ARIMA p,d,q adalah ARIMA 1,2,1.
6.2.2. Evaluasi Kelayakan Model ARIMA 1,2,1
Setelah dilakukan pengolahan melalui software Minitab13.2, model ARIMA 1,2,1 model berhasil dibentuk dengan 15 kali interasi dan telah
menampilkan kalimat “relative change in each estimate less than 0,0010”. Nilai parameter AR yang dimiliki bernilai -0,6565 yang nilainya lebih kecil dari satu
1, sehingga kriteria stasioneritas terpenuhi untuk autoregresive. Namun untuk parameter MA kriteria invertibilitas tidak terpenuhi karena nilai MA yang sebesar
-4000000 -3000000
-2000000 -1000000
1000000 2000000
3000000
1980198219841986198819901992199419961998200020022004200620082010
70
1,0921 lebih besar dari satu 1. Sedangkan pemeriksaan p-value parameter AR dan MA ternyata lebih kecil dari
= 0,05. Nilai Ljung Box-Statistic LJBQ dalam bentuk p-value yang diamati pada lag ke-12 dan lag ke-24 adalah 0,474 dan
0,925, ternyata p-value kedua lag tersebut lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti error
pada model ini telah menunjukkan pola yang acak Lampiran 7. Selanjutnya untuk melihat apakah model tentatif ARIMA 1,2,1 memiliki
rata-rata penyimpangan kuadrat MSE terkecil dan memenuhi prinsip parsimoni atau kesederhanaan model maka model tentatif perlu dibandingkan dengan model-
model alternatifnya. Selain itu untuk melihat apakah model tentatif merupakan model yang paling baik dalam memenuhi kriteria kelayakan, mengingat bahwa
kriteria invertibilitas tidak mampu dipenuhi model tentatif ARIMA 1,2,1. Beberapa model alternatif yang dapat dibuat dengan cara menaik-turunkan ordo
AR dan ordo MA antara lain : ARIMA 1,2,0, ARIMA 2,2,0, ARIMA 1,2,2, ARIMA 0,2,2, ARIMA 0,2,1 dan ARIMA 2,2,2. Berikut adalah Tabel 13
yang menyajikan perbandingan model tentatif dengan enam model alternatifnya :
Tabel 13. Perbandingan Model Tentatif ARIMA 1,2,1 dengan Enam Model
Alternatifnya
Kriteria Kelayakan
Model ARIMA
Tentatif Model ARIMA Alternatif
ARIMA 1,2,1
ARIMA 1,2,0
ARIMA 2,2,0
ARIMA 1,2,2
ARIMA 0,2,2
ARIMA 0,2,1
ARIMA 2,2,2
Convergen √
√ √
X X
√ X
Stasionerity √
√ X
√ -
- √
Inversibility X
√ -
X X
X √
MSE 2,1608x
10
11
5,25692x 10
11
3,59332x 10
12
2,26975x 10
11
2,43174x 10
11
3,77030x 10
11
2,25639x 10
11
p-value √
√ √
X √
√ X
Parsimoni Oke
Oke LJBQ
√ √
√ √
√ X
√
Terbaik
Dapat dilihat pada Tabel 13 perbandingan model tentatif dengan enam model alternatifnya, menunjukkan bahwa model ARIMA 1,2,1 bukanlah model
yang terbaik. Berdasarkan analisis kelayakan kriteria model, didapatkan model
71
ARIMA p,d,q yang paling memenuhi semua kriteria kelayakan adalah model ARIMA 1,2,0. Setelah dilakukan pengolahan melalui software Minitab13.2,
model ARIMA 1,2,0 telah berhasil dibentuk setelah mengalami 8 kali interasi ebih singkat daripada ARIMA 1,2,1 dan telah menampilkan kalimat “relative
change in each estimate less than 0,0010 ”. Nilai parameter AR yang dimiliki
model ini bernilai -0,7626 yang nilainya lebih kecil dari satu 1, sehingga kriteria stasioneritas terpenuhi untuk autoregresive. Namun untuk parameter MA
modelini tidak memilikinya sehingga tidak perlu ada pengujian untuk kriteria invertibilitasnya. Pada pemeriksaan p-value parameter AR ternyata memiliki nilai
yang lebih kecil dari = 0,05, yaitu sebesar 0,000. Pada nilai Ljung Box-Statistic
LJBQ dalam bentuk p-value yang diamati pada lag ke-12 dan lag ke-24 model ini memiliki nilai secara berurut adalah 0,102 dan 0,455 dan ternyata semuanya
lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti error pada model ini telah menunjukkan pola yang acak Lampiran 7.
Model ARIMA 1,2,0 juga memenuhi kriteria parsimoni atau kesederhanaan model. Namun jika dilihat dari nilai MSE, model ini bukanlah
model yang memiliki nilai MSE terkecil. Hal itu tidak menjadi masalah karena model-model alternatif lainnya dan bahkan model tentatif tidak dapat memenuhi
semua kriteria kelayakan model, sehingga model ARIMA 1,2,0 adalah model terbaik yang diambil oleh peneliti untuk melakukan tahapan selanjutnya yaitu
tahap peramalan. Selanjutnya model ARIMA 1,2,0 akan dibandingkan dengan model-
model peramalan lainnya, khususnya perbandingan nilai rata-rata persentase penyimpangan absolut terkecil MAPE. Dibawah ini Tabel 14 yang menampilkan
perbandingan nilai MAPE antara model ARIMA 1,2,0 dengan sembilan model peramalan lainnya :
72
Tabel 14. Perbandingan Nilai MAPE Antara Model ARIMA 1,2,0 dengan
Sembilan Model Peramalan
No. Metode
MAPE Model
Urutan MAPE
1 Trend
Linier 16
Y
t
= -15842,9 + 164789t 3
2 Trend
Kuadratik 14,85
Y
t
= 43631,3 + 153975t + 337,922t
2
2 3
Exponential Growth 21,94
Y
t
= 546931108603
t
4 S-Curve
16,335 Y
t
= 10
8
20,3496 + 205,4570,848525
t-1
4 5
Moving Average 19
- 6
6 Single Exponential Smoothing
SES α = 1,413 19
- 6
7 Double
Exponential Smoothing
Model Holt α = 0,086; = 8,941
19 -
6
8 Winters Multiplikatif
α = 0,2; = 0,2; = 0,2 17
- 5
9 Winters Aditif
α = 0,2; = 0,2; = 0,2 17
- 5
10 ARIMA 1,2,0
8,38 Backshift Operation
1
Dapat dilihat pada Tabel 14, bahwa nilai rata-rata persentase penyimpangan absolut terkecil dari aktual atau MAPE dimiliki oleh model
ARIMA 1,2,0. Nilai MAPE model ARIMA 1,2,0 sebesar 8,38 persen berarti model ini memiliki rata-rata penyimpangan absolut terkecil terhadap konsumsi
domestik aktualnya sebesar 8,28 persen. Oleh karena itu model ARIMA 1,2,0 adalah model terbaik yang peneliti pilih untuk peramalan proyeksi konsumsi
domestik CPO Indonesia tahun tahun-tahun berikutnya.
6.2.3. Persamaan Matematik Model ARIMA 1,2,0 Penulisan model ARIMA 1,2,0 dilakukan dengan menggunakan kaidah
backshift operation . Kaidah backshift operation digunakan untuk mempersingkat
penulisan dari model ARIMA 1,2,0, penurunan matematis backshift operation dapat dilihat pada Lampiran 6. Berikut adalah backshift operation dari model
ARIMA 1,2,0 :
73
Y
t
= φ + 2-
φ
1
BY
t
- 1+2 φ
1
B
2
Y
t
- φ
1
B
3
Y
t
+ ε
t
Sedangkan persamaan matematik model ARIMA 1,2,0 adalah sebagai berikut :
̂ = 1,2374KONSUMSI
t-1
+ 0,5252KONSUMSI
t-2
- 0,7626KONSUMSI
t-3
Persamaan matematik dari konsumsi domestik CPO Indonesia dipengaruhi oleh konsumsi domestik CPO pada tahun sebelumnya KONSUMSI
t-1
bahkan juga dipengaruhi oleh konsumsi domestik CPO yang dilakukan Indonesia dua dan
tiga tahun sebelumnya KONSUMSI
t-2
dan KONSUMSI
t-3
. Misalnya, untuk mendapatkan angka ramalan konsumsi domestik CPO tahun 2011 maka angka
ramalan konsumsi domestik CPO tersebut dipengaruhi oleh konsumsi domestik setahun dan dua tahun sebelumnya. Yaitu konsumsi domestik CPO pada tahun
2010, tahun 2009 dan 2008. Perhitungan ini tentunya bukanlah hasil baku atau mutlak benar, karena ada nilai penyimpangan absolut rata-rata absolut sebesar
8,38 persen secara statistik.
6.2.4. Ramalan Konsumsi Domestik