Kebijakan Konsumsi Domestik Analisis peramalan ekspor, konsumsi domestik dan produksi Crude Palm Oil (CPO)

84 ekspor sebesar 12,5 persen. Diperkirakan perlu penurunan ekspor sebesar 8,03 persen agar dapat memenuhi selisih antara permintaan dan penawaran CPO tahun 2011. Dengan demikian pajak ekspor yang dikenakan sebesar 40 persen, tetapi hal ini dapat merugikan eksportir dan menurunkan pangsa pasar CPO Indonesi di dunia serta memperbesar peluang Malaysia merebut pangsa pasar CPO Indonesia. Oleh karena itu kebijakan yang perlu diambil bukan saja difokuskan kepada peningkatan besaran pajak ekspor tetapi juga pada pengaturan konsumsi domestik melalui penganekaragaman produk substitusi CPO dan peningkatan produksi CPO Indonesia.

7.3. Kebijakan Konsumsi Domestik

Sebagian besar konsumsi domestik CPO Indonesia digunakan sebagai bahan baku utama minyak goreng, dan lebih dari 80 persen minyak goreng yang beredar di Indonesia menggunakan CPO sebagai bahan bakunya Semangun et all , 2005. Hal ini berarti konsumsi CPO Indonesia secara strategis penting untuk dipenuhi, mengingat minyak goreng adalah salah satu golongan sembilan bahan pokok Sembako. Peningkatan konsumsi domestik diperkirakan rata-rata sebesar 3,90 persen dalam lima tahun ke depan. Peningkatan ini sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia dan penerapan program biofuel dari CPO oleh pemerintah. Apabila Indonesia kekurangan pasokan CPO maka Indonesia mengimpor CPO dari Malaysia. Tercatat selama 30 tahun ini Indonesia masih impor CPO dan nilainya terus meningkat dari tahun ke tahun Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011. Impor CPO yang dilakukan Indonesia bukanlah strategi pemenuhan bahan baku berdasarkan harga namun benar-benar keputusan yang diambil dengan alasan mendesak. Menurut Badrun 2010, impor CPO yang dilakukan oleh Indonesia disebabkan ketika produksi CPO belum cukup untuk memenuhi konsumsi CPO dalam negeri terutama sebagai bahan baku minyak goreng dalam negeri. Impor yang dilakukan oleh Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan fluktuasi yang tajam. Dapat dilihat pada Gambar 18. 85 Gambar 18. Pola Impor CPO Indonesia dari Tahun 1981-2010 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan dan PPKS 2010 Merujuk pada Gambar 18, impor CPO yang dilakukan oleh Indonesia tidak memiliki pola yang khas, hal ini berarti keputusan Indonesia untuk impor CPO tidak ada hubungannya dengan harga negara sumber impor karena harga CPO di pasar Malaysia tidak memiliki fluktuasi setajam ini Lampiran 3. Begitupun dengan selisih harga CPO Medan-Malaysia yang tidak memiliki fluktuasi seperti ini. Menurut Askadarimi 2007, impor CPO dipengaruhi oleh produksi CPO dalam negeri. Diperkuat dengan analisis hubungan pada Tabel 22 yang menunjukkan bahwa impor dilakukan Indonesia tidak ada hubungannya dengan harga di CPO di pasar Malaysia maupun selisih harga Medan-Malaysia. 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 350.000 400.000 450.000 to n 86 Tabel 22. Korelasi Antara Harga CPO Malaysia dan Selisih Harga Medan- Malaysia Terhadap Impor CPO Indonesia Tahun 1998-2010 Correlations IMPOR HARG MALAY MEDAN- MALAY Spearmans rho IMPOR Correlation Coefficient 1,000 ,418 -,022 Sig. 2-tailed . ,156 ,943 N 13 13 13 HARG MALAY Correlation Coefficient ,418 1,000 ,593 Sig. 2-tailed ,156 . ,033 N 13 13 13 MEDAN- MALAY Correlation Coefficient -,022 ,593 1,000 Sig. 2-tailed ,943 ,033 . N 13 13 13 Keterangan : IMPOR : Impor CPO Indonesia dari tahun 1998-2010 HARG MALAY : Harga CPO Malaysia dari tahun 1998-2010 MEDAN-MALAY : Selisih harga antara harga CPO Medan-Malaysia 1998-2010 Berdasarkan Tabel 22, nilai koefisien korelasi antara impor dan harga CPO Malaysia yaitu sebesar 0,418. Nilai koefisien korelasi tersebut ternyata lebih kecil dari nilai kritis koefisien korelasi rank Spearman yaitu sebesar 0,475 pada taraf nyata 0,05. Karena r s hitung r s tabel maka tolak H 1 atau terima H . Artinya, tidak ada hubungan yang signifikan antara harga CPO Malaysia dengan impor CPO. Begitupun dengan nilai koefisien korelasi antara impor dan selisih harga CPO Medan-Malaysia yaitu sebesar -0,022, dan nilai mutlak koefisien korelasi tersebut lebih kecil daripada nilai mutlak kritis koefisien korelasi rank Spearman yaitu sebesar 0,475. Karena r s hitung r s tabel maka tolak H 1 atau terima H . Artinya, tidak ada hubungan antara selisih harga CPO Medan-Malaysia dengan impor CPO. Sebenarnya bahan baku minyak goreng bukan hanya berasal dari minyak sawit tetapi juga dari minyak kelapa. Oleh karena itu pengembangan industri minyak kelapa sebagai substitusi bahan baku minyak goreng dapat dilakukan untuk meningkatkan pasokan minyak kelapa, sehingga untuk menstabilkan konsumsi domestik agar peningkatanya tidak terlalu tinggi di tahun-tahun ke depannya. Sebagai contoh merk minyak goreng Sania mengeluarkan produk baru 87 yaitu Sania Royal yang menggabungkan keunggulan minyak goreng berbahan baku kelapa dengan minyak goreng berbahan baku sawit. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan produsen terhadap impor CPO dari Malaysia, selain itu minyak goreng jenis ini memiliki cita rasa yang lebih berkualitas jika dibandingkan dengan minyak goreng berbahan baku sawit saja. Pengembangan biofuel dari CPO juga merupakan alasan peningkatan konsumsi domestik setelah tahun 2007. Penggunaan CPO sebagai bahan baku biofuel sebenarnya dapat disubstitusi dengan penggunaan bahan lain sebagai contoh penggunaan ganggang dan biji nyamplung yang memiliki rendemen lebih tinggi daripada CPO. Dengan demikian konsumsi CPO dalam negeri dapat dikurangi dan pengembangan di sektor lain sebagai sumber bahan baku biofuel lainnya dapat lebih optimal.

7.4. Kebijakan Produksi