87
yaitu Sania Royal yang menggabungkan keunggulan minyak goreng berbahan baku kelapa dengan minyak goreng berbahan baku sawit. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi ketergantungan produsen terhadap impor CPO dari Malaysia, selain itu minyak goreng jenis ini memiliki cita rasa yang lebih berkualitas jika
dibandingkan dengan minyak goreng berbahan baku sawit saja. Pengembangan biofuel dari CPO juga merupakan alasan peningkatan
konsumsi domestik setelah tahun 2007. Penggunaan CPO sebagai bahan baku biofuel
sebenarnya dapat disubstitusi dengan penggunaan bahan lain sebagai contoh penggunaan ganggang dan biji nyamplung yang memiliki rendemen lebih
tinggi daripada CPO. Dengan demikian konsumsi CPO dalam negeri dapat dikurangi dan pengembangan di sektor lain sebagai sumber bahan baku biofuel
lainnya dapat lebih optimal.
7.4. Kebijakan Produksi
Selain peningkatan pajak ekspor dan penganekaragaman substitusi CPO sebagai bahan baku minyak goreng dan biofuel, peningkatan produksi dapat
dilakukan agar pasokan CPO Indonesia mampu memenuhi permintaan ekspor dan dalam negeri. Menurut Suryana 2007, ada beberapa hal yang bisa dilakukan
untuk meningkatkan produksi CPO Indonesia antara lain : 1 Perluasan lahan; 2 Peningkatan produktivitas; dan 3 Penguatan kelembagaan dalam bentuk PIR-Bun
dan koperasi petani plasma. Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Pertanian, Indonesia memiliki 46 juta lahan yang berpotensi dan sesuai dengan
tanaman perkebunan terutama kelapa sawit. Semua lahan tersebut tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Saat ini penyebaran areal perkebunan kelapa sawit baru
tersebar di 19 provinsi. Persentase terbesar dimiliki oleh Sumatera, yaitu mencapai 74,8 persen diikuti Kalimantan sebesar 21,4 persen dan Sulawesi
sebesar 2,6 persen serta sisanya ada di Jawa Susila, 2004.
7.4.1. Perluasan Lahan Perluasan lahan kelapa sawit adalah salah satu upaya meningkatkan
produksi CPO. Berdasarkan data dari Departemen Pertanian bahwa ada 46 juta lahan yang berpotensi untuk diolah menjadi perkebunan kelapa sawit, perluasan
lahan bukanlah sesuatu yang sulit. Dari hasil ramalan diperoleh selisih antara
88
permintaan CPO dan penawaran CPO terus meningkat dari waktu ke waktu. Oleh karena itu perluasan lahan adalah salah satu cara yang bisa dilakukan untuk
mengantisipasi kekurangan CPO di dalam negeri dan mengurangi impor yang mungkin dilakukan. Berikut adalah prediksi perluasan lahan yang diperlukan
untuk mengatasi kekurangan CPO dalam negeri:
Tabel 23. Prediksi Perluasan Lahan yang Diperlukan Untuk Mengatasi
Kelangkaan dan Impor CPO
Tahun Selisih Permintaan dan Penawaran
CPO ton Luasan yang Diperlukan
ha
2011 1.568.313
560.111,8 2012
1.990.702 710.965
2013 1.448.060
517.164,3 2014
2.433.177 868.991,8
2015 2.837.794
1.013.498 Rata-rata
2.055.609 734.146,1
Keterangan : Berdasarkan hasil ramalan pada tabel 19.
Asumsi produktivitas 2,8 tonhatahun dan tidak ada perubahan
Dapat dilihat pada Tabel 23, untuk mengantisipasi selisih yang terjadi antara permintaan CPO konsumsi dan ekspor dan penawaran CPO produksi,
Indonesia diperkirakan perlu melakukan perluasan lahan pada tahun 2015 seluas 1.013.498 ha asumsi produktivitas 2,8 tonhatahun. Hal ini sangat mungkin
untuk dilakukan karena potensi perluasan lahan kelapa sawit tersebar di beberapa provinsi di Indonesia. Menurut Taher dalam Susila 2004, ada 2.960.000 ha yang
dapat dijadikan areal perluasan lahan kebun kelapa sawit dan tersebar di enam provinsi. Di provinsi Jambi ada 50.000 ha yang bisa dimanfaatkan untuk
perluasan lahan, di provinsi Kalimantan Selatan seluas 310.000 ha, di Kalimantan Timur 370.000 ha, di Sulawesi Selatan ada 130.000 ha, di Sulawesi Tengah ada
200.000 ha dan di Papua Barat ada 2.000.000 ha. Namun apabila hanya melalui perluasan lahan dikhawatirkan akan merusak lingkungan, sehingga penerapannya
harus diimbangi dengan peningkatan produktivitas dan pelaksanaannya harus dijalankan sesuai dengan konsep Indonesia Sustainable Palm Oil ISPO.
89
7.4.2. Peningkatan Produktivitas