Konsep Perkebunan yang Berkelanjutan

20 Pengembangan pola PIR menurut Badrun 2010, telah banyak memberikan perubahan positif pada pola pengusahaan kelapa sawit. Berikut adalah perubahan positif yang dimaksud : 1. Perubahan bentuk usaha, yang semula hanya dilakukan perusahaan besar sekarang dengan PIR perkebunan rakyat dapat dikembangkan. 2. Perubahan yang mendorong terciptanya kemitraan sehingga ada penggabungan kekuatan dan tidak bekerja sendiri-sendiri. 3. Perubahan arah pengembangan yang dahulu berupa intensifikasi pada lahan yang tetap sekarang mengarah ke perluasan lahan. 4. Tumbuh budaya petani Indonesia yang sadar disiplin, kualitas produk dan paham pasar global.

2.4. Konsep Perkebunan yang Berkelanjutan

Perkembangan kelapa sawit yang memiliki keunggulan kompetitif terhadap minyak nabati lain dan memiliki manfaat ekonomi, bukan berarti menjadikan Indonesia sebagai produsen CPO nomor satu di dunia melakukan pengusahaan kebun yang tidak layak secara lingkungan. Tudingan bahwa pengembangan perkebunan kelapa sawit berdampak merusak sumber daya alam, lingkungan hidup, perubahan iklim dan pemanasan global, menjadi tantangan global yang dapat mengganggu perkembangan kelapa sawit di Indonesia Badrun, 2010. Oleh karena itu saat ini dikembangkan suatu langkah sistematis tentang pembangunan kelapa sawit yang berkelanjutan yaitu Indonesia Sustainable Palm Oil ISPO. Melalui sistem ini diharapkan masalah-masalah lingkungan hidup serta sosial seperti pengangguran dan kemiskinan daerah sekitar perkebunan mampu diatasi. Inti dari perundangan ini mencakup keterkaitan antara berbagai seri perundang-undangan. Adapun perundang-undangan yang menjadi bagian perumusan ISPO antara lain : 1 UUD „45, 2 UU No. 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup, 3 UU No. 19 tahun 1992 tentang budidaya tanaman, 4 UU No. 18 tahun 2004 tentang perkebunan, serta 4 Tata cara dan langkah dari UU perkebunan dan budidaya tanaman, seperti Permentan No. 26 tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, Permentan No.14 tahun 2009 tentang 21 pemanfaatan lahan gambut untuk kelapa sawit dan masih banyak peraturan- peraturan lainnya. Permintaan CPO yang lestari menuntut Indonesia harus menerapkan ISPO secara tegas. Oleh karena itu kepatuhan penerapannya bersifat Mandatory artinya wajib sehingga akan dilakukan penindakan bagi yang melanggar Badrun, 2010. Sebenarnya ada konsep global tentang perkebunan kelapa sawit yang lestari yaitu Roundtable Sustainable Palm Oil RSPO yang bersifat sukarela untuk mematuhinya. Namun bagi beberapa pihak seperti PPKS dan eksportir CPO, RSPO dianggap terlalu mendukung pembeli dari Uni Eropa yang membatasi volume ekspor CPO ke sana, dengan alasan lingkungan 1 . Sehingga penerapan ISPO cukup strategis dalam memberikan kejelasan hukum yang dianut dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit Indonesia. 2.5. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang peramalan kuantitatif komoditi kelapa sawit sudah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Penelitian peramalan tentang harga produk turunannya CPO yaitu olein di pasar Jakarta dan Rotterdam telah dilakukan oleh Ibrahim 2009 dengan metode Winters-Brown Multiplikatif karena memiliki persentase penyimpangan error MAPE terkecil dibandingkan dengan metode peramalan lainnya. Ibrahim 2009 menyatakan harga olein dipengaruhi oleh harga CPO karena olein merupakan produk turunan dari CPO. Hasibuan 2010, Jafarudin 2005 dan Suganda 2006 dalam penelitiannya yang berkaitan dengan peramalan menyatakan metode peramalan yang terbaik adalah ARIMA, karena memiliki penyimpangan atau error terkecil dibandingkan dengan metode peramalan lainnya. Menurut Hanke 1996, metode ARIMA mampu menjelaskan dan meramalkan pola data yang memiliki pola trend dan stasioner sehingga sangat cocok untuk deret data yang panjang. Penelitian yang lebih lengkap dilakukan oleh Hansen 2008, tentang peramalan produksi dan ekspor CPO dengan model ARIMA untuk merekomendasikan kebijakan yang akan dilakukan oleh stakeholder yang berada dalam bisnis kelapa sawit. Pada penelitian tersebut, peramalan yang dilakukan 1 Supriyadi. 2010. Soal CPO, Indonesia Tidak Mau Didikte Eropa.www.seputar-indonesia.com [18 April 2011] 22 belum fokus kepada inti permasalahan yang ada di perdagangan CPO yaitu masalah impor CPO yang terus dilakukan yang disebabkan oleh pengutamaan ekspor dibandingkan memenuhi konsumsi domestik Indonesia. Peneliti hanya meramalkan produksi dan ekspor tanpa memperhatikan permintaan domestik dan harga. Penelitian lain yang dilakukan terkait dengan hubungan harga domestik CPO yang menjadi pertimbangan pebisnis untuk menjual CPO kedalam negeri, dilakukan oleh Drajat 2006, Maulana 1996 dan Haryanto 2008. Drajat 2006 menyatakan pergerakan harga CPO di pasar internasional diproyeksikan ke pasar domestik melalui mekanisme pasar, dan secara umum harga CPO domestik searah dengan harga minyak sawit di pasar internasional. Sedangkan menurut Maulana 1996, faktor-faktor yang mempengaruhi harga domestik CPO adalah permintaan domestik, penawaran domestik dan nilai tukar. Pernyataan yang lebih komperhensif dinyatakan oleh Haryanto 2008, dia menyatakan korelasi antara produksi, volume ekspor, volume impor, dan konsumsi CPO domestik terhadap harga CPO, selain itu dalam penelitian tersebut dia juga menyatakan hubungan harga CPO nasional dengan harga CPO internasional. Berikut adalah pernyataan Haryanto 2008 : 1. Peningkatan produksi dan volume impor CPO akan menurunkan harga domestik, 2. Peningkatan volume ekspor CPO dan konsumsi CPO dalam negeri menyebabkan peningkatan harga CPO dalam negeri, 3. Harga CPO internasional berbanding lurus dengan harga CPO dalam negeri, sesuai dengan yang dinyatakan Drajat 2006. Hampir semua pernyataan Haryanto sesuai dengan konsep permintaan dan penawaran dalam teori ekonomi mikro, namun pada kenyataannya permintaan CPO tidak selalu berbanding terbalik dengan harga CPO. Permintaan CPO terus naik dari dari waktu ke waktu begitupun juga harga CPO namun hal ini tidak mengurangi volume permintaan ekspor dan domestik. Harga CPO ditingkat nasional dan internasional menjadi pertimbangan pebisnis yang mengekspor CPO atau menjual ke dalam negeri. Selain itu peramalan tentang harga CPO di pasar yang berbeda menjadi pertimbangan untuk 23 memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan asumsi tidak dipengaruhi biaya- biaya lainnya, seperti biaya transportasi Suganda, 2006. Askadarimi 2007 menyatakan ekspor CPO Indonesia dipengaruhi oleh harga ekspor internasional, nilai tukar dan pajak produksi, sedangkan impor dipengaruhi oleh produksi CPO, permintaan domestik, serta pajak ekspor. Melalui metode 2SLS penelitian tersebut juga menjelaskan penurunan pajak ekspor lima persen dapat meningkatkan ekspor sebesar 1,19 persen. Penelitian mengenai permintaan ekspor CPO yang dilakukan oleh Mahisya 2004 berdasarkan data ekspor bulanan yang diperoleh dari tahun 1998 sampai 2003, menunjukkan volume ekspor CPO Indonesia membentuk suatu pola yang khas, yaitu dalam satu tahun jumlah tertinggi volume pemintaan ekspor terjadi pada akhir tahun, antara bulan November dan Desember sedangkan volume permintaan ekspor CPO akan turun drastis pada awal tahun yaitu di bulan Januari. Dalam penelitian tersebut Mahisya menyarankan peningkatan ekspor CPO Indonesia ke pasar dunia sebaiknya dihadapi secara strategis dan proporsional karena harus tetap menganalisis dan mengantisipasi ekspor oleh negara lain dalam seperti Malaysia dalam bentuk processed palm oil PPO yang memberikan harga ekspor yang lebih tinggi, melalui pengembangan industri pengolahan CPO untuk meningkatkan produksi produk turunannya. Sedangkan Hansen 2008 menyatakan usaha pemerintah dalam hal menghadapi keseimbangan laju ekspor dan produksi sebagai sumber pemenuhan permintaan CPO domestik, pemerintah harus menerapkan kebijakan Pajak Ekspor PE. Selain itu petani dan pebisnis perlu meningkatkan produktivitas seperti penggunaan bibit unggul. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu. Penelitian S1 tentang peramalan CPO nasional beberapa ditemukan di perpustakaan IPB, sebagian besar penelitian hanya di tingkat perusahaan saja. Selain itu peramalan dari sisi konsumsi domestik CPO belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini memiliki dasar pemikiran realita impor CPO yang masih dilakukan hingga saat ini, padahal Indonesia adalah pemegang pangsa pasar CPO terbesar di dunia. Berdasarkan isu itu penelitian ini menganalisis pola ekspor dan permintaan domestik untuk mengetahui laju permintaan CPO, kemudian menghubungkannya dengan laju pertumbuhan produksi CPO sebagai 24 laju penawaran CPO. Namun sebelumnya akan dilakukan identifikasi hubungan antara harga dan selisih harga CPO nasional Medan dengan harga CPO internasional Rotterdam dan Malaysia, untuk mengetahui kecenderungan ekspor-impor CPO Indonesia. Perbedaan lain yang dimiliki oleh penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah peneliti berusaha merumuskan kebijakan yang bisa diambil untuk meminimalisir impor CPO berdasarkan hasil ramalan ekspor, konsumsi domestik dan produksi CPO Indonesia. III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis