Perumusan Masalah Analisis peramalan ekspor, konsumsi domestik dan produksi Crude Palm Oil (CPO)

11 staf Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS, Sumatera Utara, menjadi acuan pengalokasian anggaran kebijakan pemerintah Hansen, 2008.

1.2 Perumusan Masalah

Pola peningkatan permintaan CPO oleh negara-negara tujuan ekspor menunjukkan bahwa komoditas non migas ini memiliki potensi untuk dikembangkan Susila, 2007. Konsumsi negara-negara tujuan ekspor rata-rata meningkat dengan laju 26,97 persen dari tahun 1980-2010. Pada tahun 2004 konsumsi negara tujuan ekspor sebesar 8.996.000 ton terus meningkat hingga tahun 2008 sebesar 14.612.000 ton dan meningkat lagi sebesar 16.480.000 ton di tahun 2010 PPKS, 2011. Ekspor terbesar CPO adalah ke negara India, seperti diketahui jumlah penduduk yang besar dan banyaknya industri dengan bahan baku CPO membuat India menempati urutan pengimpor nomor satu CPO Indonesia. Kemudian menempati urutan kedua adalah Cina, setelah itu negara-negara seperti Belanda, Malaysia, Singapura, Bangladesh, Pakistan, Mesir, Jerman, dan Sri Langka. Sebagaimana diketahui, selain Malaysia, negara-negara tersebut tidak mampu menyediakan CPO secara mandiri sehingga mengandalkan ekspor dari negara-negara produsen CPO seperti Indonesia Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008. Harga yang terbentuk dari CPO dapat dikatakan cukup fluktuatif dengan trend meningkat, terbukti pada periode awal 2008 hingga April 2008 ada kenaikan dan penurunan yang tajam dari level 950 USton sampai ke level 1395 USton tetapi kemudian turun hingga 435 USton di bulan Oktober 2008 Bloomberg, 2009. Keadaan ini disebabkan oleh El Nino yang melanda negara-negara penghasil CPO seperti Indonesia dan Malaysia, selain itu juga disebabkan cadangan minyak kedelai menurun karena gagal panen di Amerika sehingga permintaan minyak kelapa sawit meningkat dan mendorong peningkatan harga CPO 5 . Ancaman krisis pangan dunia yang disebabkan anomali iklim dan cuaca terutama di Cina dan Rusia, membuat banyak harga komoditi pertanian berspekulasi meningkat, terutama komoditas pertanian yang masuk dalam 5 Arianto. 2008. Perilaku Harga Minyak Kelapa Sawit. www.strategica.com [21 Januari 2011] 12 perdagangan pasar berjangka seperti CPO 6 . Namun hal ini tidak membuat permintaan ekspor menurun bahkan trend data menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Tercatat di tahun 2008 permintaan ekspor meningkat 15,5 persen dari 12.650.000 ton pada tahun 2007 menjadi 14.612.000 ton pada tahun 2008, dan meningkat lagi hingga 16.480.000 ton di tahun 2009 Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2010. Minyak kelapa sawit CPO juga dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri untuk memproduksi berbagai hasil produk turunannya. Konsumsi domestik permintaan CPO tercatat juga mengalami kenaikkan dari tahun ke tahun. Tahun 2007 konsumsi domestik sebesar 4.065.000 ton dan meningkat 10 persen menjadi 4.472.000 ton di tahun 2008. Sampai bulan Agustus tahun 2010 konsumsi CPO dalam negeri tetap mengalami kenaikkan hingga 5.240.000 ton PPKS, 2011. Namun berdasarkan prediksi Departemen Perindustrian kebutuhan CPO untuk industri makanan tahun 2010 konsumsi CPO akan lebih dari 5.260.000 ton. Berdasarkan fakta tersebut tampak ada selisih, hal ini hanya mampu dipenuhi oleh impor CPO maupun produk turunannya. Ada tiga produk utama dari olahan CPO yang penting, yaitu minyak goreng, margarin dan olein. Peningkatan harga minyak goreng selalu terjadi tiap tahunnya hal ini merupakan efek dari kurangnya pasokan CPO dalam negeri sehingga Indonesia masih impor dan harga CPO impor yang terus naik Bank Indonesia, 2004. Sedangkan untuk margarin sampai sekarang Indonesia masih mengandalkan impor dari Amerika Serikat, Jerman, Belgia, Korea Selatan, Belanda dan Singapura, karena produksi dalam negeri belum mencukupi. Jika dilihat dari data pada Lampiran 8, volume impor margarin terus meningkat bahkan pada tahun 2010 mencapai sebesar 6.441.366 kg Biro Pusat Statistik, 2010. Gambar 5 menunjukkan tentang persentase pola konsumsi CPO : 6 Meryani. 2011. Bank Dunia : Kenaikan Harga Pangan Bikin 44 Juta Orang Makin Miskin. http:ekonomy.okezone.com [10 Maret 2011] 13 Gambar 5. Pola Konsumsi CPO Rata-rata Sumber : Capricorn Indonesia Consult Inc 2008. Pada tahun 2009 produksi CPO Indonesia sebesar 21.000.000 ton dan alokasi untuk ekspor adalah 80 persen yaitu 16.938.000 ton, sedangkan konsumsi domestik terus meningkat dari tahun ke tahun PPKS, 2010. Karena tidak diimbangi dengan produksi CPO, maka tingginya konsumsi domestik ini mengakibatkan Indonesia harus tetap mengimpor CPO dari negara penghasil CPO lainnya. Hal ini tentunya sangat ironis sekali dengan status Indonesia yang merupakan negara penghasil CPO nomor satu di dunia, tetapi Indonesia belum mampu menyeimbangkan distribusi CPO untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya dan untuk memenuhi permintaan ekspor. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkebunan, Indonesia mengimpor 11.861 ton CPO pada tahun 2002, sedangkan pada tahun 2005 Indonesia mengimpor 14.061 ton dan 24.484 ton pada tahun 2009. Rata-rata Indonesia mengimpor CPO sebesar 13.380 ton per tahun dalam tiga tahun belakangan ini. Bahkan pada tahun 2010 Indonesia mengimpor CPO sebesar 70.000 ton, dan itu setara dengan produksi lahan perkebunan kelapa sawit seluas 23.333,34 ha tiap tahun Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2010. Selain itu nilai impor CPO juga mengalami peningkatan, tercatat pada tahun 2009 nilai impor CPO sebesar 16.822.000 US yang jauh lebih besar dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 8.953.000 US Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010. Data impor dan nilai impor CPO Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Ekspor, 60 Minyak Goreng, 29 Oleochemical, 7 Margarin, 2 Sabun , 2 14 Tabel 4. Impor dan Nilai Impor Indonesia CPO Tahun 2000-2009 Tahun Impor Ton Nilai Impor ribu US 2000 7.988 6.424 2001 5.115 2.524 2002 11.861 4.745 2003 5.606 3.267 2004 7.884 5.094 2005 14.067 8.366 2006 3.031 2.494 2007 4.661 7.036 2008 10.994 8.953 2009 24.484 16.822 Rata-Rata 9.569,10 6.572,50 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010 Berdasarkan data di atas tentunya hal ini menjadi permasalahan, karena sebagian besar pengusaha berproduksi CPO dengan orientasi ekspor, sedangkan dalam negeri masih membutuhkan CPO dalam jumlah yang banyak. Dikhawatirkan apabila kondisi ini terus berlanjut produksi CPO Indonesia tidak akan pernah mencukupi kebutuhan dalam negeri dan Indonesia akan terus impor CPO dari Malaysia. Perkembangan harga CPO dunia adalah yang hal paling mempengaruhi perdagangan ekspor-impor CPO Indonesia Haryanto, 2008. Permintaan dan harga CPO internasional yang lebih tinggi dari harga CPO nasional menjadi hal yang membuat para pebisnis CPO lebih mengutamakan pasar dunia dibandingkan menjual CPO ke dalam negeri. Oleh karena itu pemerintah menerapkan Pajak Ekspor PE bagi komoditas CPO Hansen, 2008. Sebelum tahun 2008 pemerintah telah menetapkan PE CPO sebesar 1,5 persen dan produk turunannya sebesar 0,3 persen, tetapi kebijakan itu diubah karena kenaikkan harga CPO yang luar biasa di awal April 2008 yang menyebabkan semakin banyaknya pengusaha yang menjual CPO mereka ke pasar dunia. Ditetapkan pada tahun 2008 PE CPO ditambah dan untuk produk turunannya menjadi 6,5 persen. Pada tahun 2010 PE yang ditetapkan adalah 12,5 persen, sesuai dengan harga referensi CPO cif. Rotterdam saat itu yaitu 1.025 USton. Namun hal ini terlalu berat untuk eksportir CPO. Oleh karena itu, ada rancangan PE disesuaikan dengan propinsi penghasilnya. Di sisi lain, peningkatan PE CPO dikhawatirkan akan menyebabkan turunnya pangsa pasar CPO Indonesia 15 yang akan berimbas kepada penurunan devisa negara di sektor ini. Berdasarkan kajian yang dilakukan Oil World di Jerman, peningkatan 1 persen PE CPO Indonesia maka akan menurunkan 0,8 persen pangsa pasar CPO Indonesia cateris paribus Hansen, 2008. Hal ini menjadi dilema bagi pemerintah, karena di satu sisi ingin mempertahankan posisi pangsa pasar CPO di dunia tetapi di lain sisi pemenuhan konsumsi domestik juga dipenuhi. Swasembada beras yang terjadi pada tahun 2009 seharusnya dapat dijadikan contoh bagi industri kelapa sawit Indonesia. Mengingat bahwa CPO merupakan bahan baku utama minyak goreng dan minyak goreng adalah salah satu golongan sembilan bahan pokok Sembako. Keseimbangan antara alokasi produksi CPO yang diekspor dan dikonsumsi sendiri perlu dilakukan untuk mewujudkan kemandirian pangan, dalam hal ini adalah minyak goreng. Untuk itu perlu ada perencanaan yang matang kedepannya untuk mengetahui kemampuan produsen CPO untuk mampu memenuhi permintaan CPO. Sampai saat ini, peramalan mengenai CPO baru dilakukan dalam aspek produksi, harga dan ekspor saja, peramalan konsumsi domestik belum banyak dilakukan. Peramalan produksi dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan mencakup perkiraan produksi Perusahaan Inti Rakyat, Perkebunan Besar Swasta dan Perkebunan Besar Nasional dengan metode Double Exponential Smoothing karena dianggap paling mudah dan mencerminkan realita yang sebenarnya Hansen, 2008. Sedangkan peramalan mengenai ekspor dapat ditemui di penelitian skripsi mahasiswa IPB dengan metode ARIMA. Oleh karena itu, sangat menarik apabila kajian peramalan yang dapat mempertemukan proyeksi permintaan ekspor, permintaan domestik, dan produksi CPO dalam lima tahun ke depan, sesuai dengan usia panen kelapa sawit. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kesanggupan produsen CPO untuk memenuhi permintaan CPO baik dalam bentuk ekspor maupun konsumsi domestik. Namun perlu juga menganalisis hubungan antara harga CPO internasional dan selisih harga CPO nasional terhadap kecenderungan ekspor-impor CPO. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perilaku ekspor-impor CPO Indonesia, karena prospek harga adalah sinyal untuk melakukan keputusan penjualan dan pembelian, sehingga peneliti dapat merumuskan kebijakan untuk mengimbangi 16 laju ekspor CPO dan laju permintaan domestik. Melalui cara tersebut Indonesia tetap dapat mempertahankan posisi pangsa pasar CPO Indonesia di dunia bahkan meningkatkannya. Namun konsumsi domestik tidak terabaikan, sehingga Indonesia tidak terus impor CPO. Harapannya, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi para pengambil keputusan untuk membuat kebijakan di bidang perkelapasawitan Indonesia. Berdasarkan pemaparan di atas permasalahan yang dapat dibahas adalah : 1 Bagaimana pola data ekspor, konsumsi domestik, dan produksi CPO Indonesia? 2 Apa model peramalan tentatif ARIMA apakah yang paling cocok untuk menjelaskan peramalan ekspor, konsumsi domestik, dan produksi CPO Indonesia? 3 Bagaimana proyeksi ekspor, konsumsi domestik, dan produksi CPO Indonesia sampai tahun 2015? 4 Bagaimana hubungan antara volume ekspor-impor CPO Indonesia terhadap harga CPO internasional dan selisih harga CPO nasional- internasional?

I.3 Tujuan Penelitian