Produksi CPO Analisis Pola Data 1. Ekspor

58 perdagangan ekspor CPO Indonesia tidak terlalu sensitif terhadap perubahan pajak ekspor yang diakibatkan oleh perubahan harga CPO di pasar dunia Lampiran 3. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan permintaan konsumsi CPO sebagai bahan baku minyak goreng terus meningkat selama sebelas tahun belakangan ini. Terbukti dengan semakin banyaknya merk minyak goreng yang bermunculan pada periode 2005-2009, sebagai contoh SunCo, Sania, Tropical, Vico, Fortune, Minyakita, dan Kunci Mas. Daftar perusahaan yang mengolah CPO menjadi minyak goreng tercantum pada Lampiran 4. Selain itu industri pengolahan produk turunan kelapa sawit selain minyak goreng yang berorientasi ke pasar domestik maupun ekspor mengalami pertumbuhan. Pada tahun 2005 tercatat ada 420 unit pabrik pengolahan yang tersebar di 20 propinsi yang ada di Indonesia. Selain itu isu biofuel atau bahan bakar nabati gencar dibicarakan pada dekade ini, sehingga permintaan CPO domestik selalu meningkat dari tahun ke tahun. Menurut pedoman Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit edisi dua Kementan, 2007, alokasi untuk CPO yang direncanakan pada tahun 2014 untuk biodiesel adalah sebesar 6,4 juta Ton. Hal ini tentunya harus dipikirkan secara matang karena produksi CPO juga harus mampu memenuhi konsumsi lain selain konsumsi untuk biodiesel.

5.1.3 Produksi CPO

Pertama kali kelapa sawit diusahakan secara komersil di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1911-an. Pada saat itu, muncul ide dari pemerintahan Hindia- Belanda untuk mengoptimalkan produksi tanaman dengan cara menyeleksi tanaman unggul yang tumbuh di Bogor dan Deli, untuk ditanam di Deli. Saat periode tersebut muncullah jenis kelapa sawit Deli Dura, yaitu kelapa sawit varietas Dura yang ditanam di Deli, Sumatera Utara. Luas perkebunan pertama yang dibuka di Deli dan Aceh mencapai 5123 Ha. Pola produksi CPO menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Produksi CPO Indonesia tidak pernah turun dari tahun 1980-2010, produksi selalu meningkat dengan laju peningkatan 12,32 Tontahun. Hal ini menunjukkan kelapa sawit merupakan salah satu primadona di sub-sektor perkebunan yang 59 pengusahaannya sangat dioptimalkan Badrun, 2010; Suprihatini, 2001; Susila, 2004. Plot data produksi dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Produksi CPO Indonesia Tahun 1980-2010 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010; PPKS, 2010 dan United State Departement of Agriculture, 2011 Pengusahaan kelapa sawit dilakukan oleh tiga pihak. Pertama adalah pihak pemerintah dalam bentuk perkebunan negara PTPN yang tersebar di beberapa propinsi di Indonesia. Sampai tahun 2010 perkebunan negara memilik luas areal perkebunan mencapai 616.575 ha dengan kontribusi sebesar 9,4 persen dari total produksi CPO Indonesia. Kedua adalah pihak swasta, perusahaan swasta biasanya memiliki pabrik pengolahan sendiri yang menghasilkan CPO dan produk turunannya seperti palm kernel oil PKO dan olein. Bahkan biasanya perusahaan perkebunan swasta memiliki pabrik pengolahan minyak goreng, beberapa diantaranya adalah PT. Sinarmas Group, Wilmar Internasional Group, Astra Agro Lestari Tbk., LONSUM Group, PT Salim Plantation, Asian Agri Group, dan Bakrie Plantation. Semua perusahaan itu ditunjuk oleh Mentri Pertanian pada tahun 2007. Ketiga adalah perkebunan rakyat. Perkebunan rakyat memiliki tingkat pertumbuhan yang tertinggi dibandingkan dengan perkebunan negara dan swasta mengacu pada Gambar 1.. Luasan lahan yang dimiliki oleh perkebunan rakyat 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 to n 60 pada tahun 2010 mencapai 3.314.663 ha dan memiliki kontribusi kepada total produksi sebesar 35,33 persen. Perkebunan rakyat tidak memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit sendiri, mereka menjual hasil panennya kepada pabrik pengolahan milik swasta atau negara. Bentuk kerjasama yang dilakukan berupa inti-plasma PIR-Bun yang berjalan sejak 1978. Produksi CPO yang terus meningkat dari tahun ke tahun menunjukkan pengusahaan kelapa sawit sangat dioptimalkan. Perluasan lahan selalu terjadi tiap tahunnya, tercatat pada tahun 2010 luasan lahan yang diusahakan adalah sebesar 7.824.623 ha Lampiran 2. Namun jika dilihat dari produksi CPO yang sebesar 22.000.000 ton, produktivitas Indonesia masih rendah yaitu sebesar 2,8 tonHa. Produktivitas Indonesia kalah jauh dengan produktivitas Malaysia yaitu sebesar 4,5 tonha. Jika terus dibiarkan maka Indonesia bisa kalah dengan Malaysia, apabila Malaysia melakukan perluasan lahan. Hanya dengan lahan seluas 941.556 ha maka produksi Malaysia akan memiliki produksi yang sama dengan produksi Indonesia. Berdasarkan konsep kerjasama Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan PIR- Bun, dengan petani perkebunan rakyat bertindak sebagai plasma dan perkebunan swasta dan negara bertindak sebagai inti. Walaupun demikian tidak semua perkebunan rakyat menjalin bentuk kerjasama ini, ada perkebunan rakyat yang langsung menjual hasil panennya ke pabrik pengolahan kelapa sawit. Menurut Purwantoro 2008 berdasarkan hasil kajian, produktivitas kebun plasma ternyata dibawah kebun inti. Berikut adalah perbandingan produktivitas antara kebun inti dan plasma di beberapa daerah : 61 Tabel 9. Perbandingan Produktivitas Kebun Inti dan Kebun Plasma di Beberapa Daerah di Indonesia Tahun 2008 No Daerah Produktivitas tonHatahun Kebun Inti Kebun Plasma 1 Lampung 2,7 2,3 2 Sumatera Selatan 2,7 2,3 3 Kalimantan Barat 3,3 1,9 4 Kalimantan Timur 3,3 1,9 5 Sumatera Utara 4,8 4 6 Riau 4,8 4 Rata-rata 3,6 2,7 Sumber : Purwantoro 2008 Menurut Purwantoro 2008, perbedaan ini akibat pemeliharaan kebun petani rakyat plasma yang tidak sebaik pemeliharaan kebun inti, baik dari segi pemberian input berupa pupuk, bibit unggul dan pengendalian hama, serta dari segi kebersihan tanaman dan pemanenan. Selain itu petani rakyat plasma juga sering tidak memegang komitmen dalam penjualan tandan buah segar, petani sering melakukan penjualan ke luar bukan ke intinya, sehingga mengakibatkan kredit plasma tidak terbayar atau tidak lancar. Petani plasma juga banyak yang menjual kebunnya sehingga petani hanya penggarap saja Berdasarkan pola data historis ekspor, konsumsi domestik dan produksi tampak dari tahun ke tahun produksi CPO Indonesia selalu lebih kecil rendah ekspor dan konsumsi domestik CPO. Oleh karena itu perlu ada upaya dari berbagai pihak untuk meningkatkan produksi agar kekurangan ini dapat dipenuhi tanpa Indonesia perlu impor CPO dari luar. VI. IDENTIFIKASI, ESTIMASI MODEL PERAMALAN TENTATIF, EVALUASI KELAYAKAN MODEL DAN HASIL RAMALAN 6.1 Ekspor 6.1.1 Identifikasi Model dan Estimasi Model