Program Capture TINJAUAN PUSTAKA

mempengaruhi aktivitas satwa yang melintas didepan kamera sehingga tidak mengganggu kegiatan hariannya. Penempatan kamera diusahakan tidak pada celah yang lebar sehingga pada saat harimau melintasi kamera trap akan mengaktifkan secara otomastis dan menangkap gambar individu yang melintas Karant Nichols, 2002. Seperti manusia, kebanyakan satwaliar menggunakan jalur-jalur yang ada di hutan untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain Fonseca et al., 2003. Sehingga jalur-jalur yang ada di dalam hutan dapat digunakan sebagai lokasi pemasangan kamera trap Karant Nichols, 2000. Tempat-tempat yang sering dikunjungi oleh satwaliar seperti sumber air, sumber air garam saltlick. Dan sumber makanan seperti pohon yang sedang berbuah dapat juga digunakan sebagai tempat untuk pemasangan kamera trap Fonseca et al., 2003. Dalam perkembangannya kamera trap juga memiliki beberapa kelemahan. Beberapa kendala dan permasalahan sistem kamera otomatis sinar infra merah Bostani Apriawan, 1997 antara lain adalah : a. Pencurian kamera di lokasi penelitian. b. Ganguan dari satwaliar, misalnya gajah sumatera, semut, tupai, beruk, dan lainnya. c. Tekanan dari intensitas cahaya matahari. d. Kesalahan teknis kamera technical error.

2.3. Program Capture

Program CAPTURE merupakan alat bantu berupa software komputer yang dipergunakan untuk menganalisis capture-recapture dalam pendugaan suatu populasi. Untuk memperkirakan kepadatan dan kelimpahan relatif harimau menggunakan metode yang dikembangkan olek Karant 1995 serta Karant Nichols 2002 berdasarkan foto dengan memakai program CAPTURE Rexstad Burnham, 1991. Perkiraan populasi pada CAPTURE membolehkan untuk cathability atau kesempatan penangkapan tidak sama heterogenitas dan kamera trap tidak mempengaruhi perilaku satwa dan peluang tangkap bervariasi untuk setiap periode sampling. CAPTURE menghasilkan estimasi populasi berdasarkan data capture-recapture tertutup Closed Population. Maksudnya adalah selama periode pemasangan kamera trap tidak terjadi penambahan individu baru imigrasi dan kelahiran atau hilang emigrasi atau mati. jika hal ini terjadi maka populasi tersebut dikatergorikan terbuka satu dan suatu analisa yang berbeda harus dilakukan Otia et al., 1978 dalam Linkie, 2006a. Linkie 2006a selanjutnya menyebutkan bahwa selama analisa data, asumsi-asumsi dalam populasi tertutup yang perlu diperhatikan sebagai berikut : a. Penandaan tidak hilang yaitu pola garis atau belang harimau permanen. b. Penandaan dicatat dengan benar, identifikasi harimau dan foto dengan melihat pola garis pada bagian perut, bagian atau kaki belakang dan jika perlu bagian ekor. Pola belang harimau bersifat asimetris pola belang sisi bagian kiri dan kanan harimau terlihat berbeda. c. Peluang tertangkapnya individu harimau sama dalam waktu periode sampling, kamera sebaiknya dipasang pada daerah yang membagi dua daerah jelajah individu untuk kemungkinan menghindari bias. Dengan menggunakan program CAPTURE diperoleh beberapa model yang cocok untuk ukuran populasi D-hat. Model-model dalam CAPTURE yang sering dipergunakan dalam pendugaan suatu populasi Linkie, 2006a yaitu : a. M o , yaitu kemungkinan penangkapan seluruh harimau adalah sama dan tidak terpengaruh respon perilaku b, waktu t atau heterogenitas individu h. b. M h Jackknife, N h , yaitu kemungkinan penangkapan bersifat heterogen pada masing-masing individu harimau setiap individu mempunyai kemungkinan penangkapan yang unik, tetapi tidak dipengaruhi respon peerangkap dan waktu. Hal ini mungkin dikarenakan aksesibilitas trap yang ditentukan oleh status kediaman penetap atau tidak harimau. c. M b Zippin, N b ,yaitu kemungkinan penangkapan berbeda pada penangkapan sebelumnya dan harimau yang belum pernah tertangkap yang disebabkan respon perilaku tangkap, tetapi tidak dipengaruhi oleh heterogenitas atau waktu. Model M b memperkirakan untuk trap happines atau trap shyness yaitu satwa tersebut merubah perilakunya setelah tertangkap kamera untuk pertama kalinya. Walaupun trap secara fisik tidak menandai satwa tekanan mungkin karena adanya kilatan atau flash kamera. d. M t Darroch, N t , yaitu kemungkinan penangkapan adalah semua untuk seluruh individu harimau, tetapi bervariasi selama survey yang hanya disebabkan faktor waktu spesifik. Misalnya tangkapan sedikit jika cuaca tidak menentu yang selanjutnya akan mengurangi ukuran daerah jelajahnya. Seekor harimau saat setelah melahirkan akan mengurangi peningkatan aktivitas berburunya yang biasannya 9 hari menjadi 7 hari, peluang tangkap harimau pada masa tersebut akan semakin kecil karena harimau tersebut akan tetap selalu dekat dengan anaknya.

III. KONDISI UMUM KAWASAN

3.1. Sejarah dan Status Kawasan

Ekosistem Ulu Masen merupakan suatu kawasan ekosistem yang terletak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Ekosistem ini merupakan jajaran Pegunungan Bukit Barisan yang membentang di bagian barat Pulau Sumatera. Pegunungan Bukit Barisan yang terdapat di Aceh dibentuk oleh dua ekosistem yang berhubungan langsung tetapi berbeda, yaitu ekosistem Ulu Masen di bagian utara dan ekosistem Leuser di bagian selatan hingga Propinsi Sumatera Utara. Tidak seperti ekosistem Leuser yang diberi status sebagai taman nasional, ekosistem Ulu Masen belum memiliki status kuat. Ekosistem ini berada di bawah pengawasan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam melalui SK no. 191999 tentang penunjukkan kawasan hutan Aceh. Penamaan hutan Ulu Masen diambil dari nama gunung Ulu Masen yang terletak di Kecamatan Sampoiniet Kabupaten Aceh Jaya. Ulu Masen dianggap mampu mewakili satu kawasan ekosistem hutan di bagian utara Provinsi Aceh. Nama Ulu Masen sendiri diambil dan diputuskan oleh komunitas yang mewakili oleh Imum Mukim Kabupaten Aceh Jaya, yaitu sebuah kesepakatan yang dilakukan pada pertemuan mukim pada tahun 2003 di Meulaboh dan Banda Aceh. Sebuah nama Ulu Masen diputuskan, juga muncul usulan penamaan kawasan gunung sikawet sebagai ekosistem hutan yang layak dilindungi, yaitu habitat satwa terancam punah seperti gajah sumatera. Setelah ditelaah dan didiskusikan lebih lanjut maka nama Ulu Masen dipilih sebagai kawasan hutan yang mewakili satu kesatan ekosistem yang terdapat di lima kabupaten.

3.2. Letak dan Luas

Secara geografis kawasan ekosistem Ulu Masen berada pada 4 o 20’3” LU sampai 5 o 30’0” LU dan 95 o 20’0” BT sampai 96 o 30’0” BT. Secara administratif ekosistem Ulu Masen berada di lima kabupaten di Provinsi Aceh yang meliputi Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Pidie, dan Pidie Jaya. Luas ekosistem Ulu Masen adalah 738,857 hektar. Pembagian luasan ekosistem Ulu Masen