2.2. Perangkap Kamera Camera Trap
Metode yang efisien dan dapat dipercaya bagi kegiatan kekayaan dan kepadatan suatu jenis menjadi sangat penting dalam kegiatan mengetahui
keberadaan mamalia mungkin sudah menjadi metode yang kuno saat ini. Beberapa tahun belakangan ini telah ditemukan metode baru yang lebih efisien
dalam melakukan kegiatan inventarisasi mamalia yaitu dengan menggunakan perangkan kamera atau kamera trap. Metode ini dinilai sangat efisien dalam
kegiatan inventarisasi satwa terutama untuk satwa yang samar, untuk mempelajari populasi dari spesies tersebut karena masing-masing individu dapat dibedakan
berdasarkan tanda atau pola pada tubuhnya. Karant,1995; Carbone, 2001; Diacu dalam Silveira, 2003.
Sistem kamera otomatis atau lebih dikenal dengan kamera trap merupakan suatu alat dan sistem yang dapat memantau satwaliar secara lebih efektif
dan akurat guna mendukung usaha konservasi terhadap satwaliar khususnya untuk pendugaan kepadatan harimau sumatera Karant Nichols, 2002, situasi
perubahan satwa karnivora dan herbivora di hutan tropika Sanderson et al., 2004. Generasi kamera trap dalam pengembangan model capture-recapture telah
meningkatkan keefektifan dalam metode survei dan monitoring untuk sebagian besar satwa terestrial dan beberapa mamalia arboreal Karant Nichols, 2002.
Teknologi berupa kamera trap telah banyak membantu usaha konservasi satwaliar di dunia khususnya Indonesia. Dengan adanya sistem kamera trap dapat
digunakan untuk memantau populasi satwaliar yang terancam punah keberadaannya di alam liar. Penggunaan metode kamera trap untuk memantau
populasi karnivora besar pertama kali dilakukan oleh Karant 1995 diempat taman nasional di India. Di Indonesia, metode ini pertama kali diterapkan
di Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara Griffith, 1994. Kamera trapa bekerja dengan menggunakan sistem infra merah yang
dapat mendeteksi keberadaan satwa dengan sensor panas tubuh satwa tersebut. Setiap satwa yang melintas akan terekam gambarnya oleh kamera.
Gambar-gambar tersebut dilengkapi dengan data tentang waktu pengambilan, bulan, tanggal, dan nomor gambar yang tersimpan dalam data logger dan
ditransformasikan kedalam software komputer. Keberadaan set kamera tidak
mempengaruhi aktivitas satwa yang melintas didepan kamera sehingga tidak mengganggu kegiatan hariannya. Penempatan kamera diusahakan tidak pada celah
yang lebar sehingga pada saat harimau melintasi kamera trap akan mengaktifkan secara otomastis dan menangkap gambar individu yang melintas Karant
Nichols, 2002. Seperti manusia, kebanyakan satwaliar menggunakan jalur-jalur yang ada
di hutan untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain Fonseca et al., 2003. Sehingga jalur-jalur yang ada di dalam hutan dapat digunakan sebagai lokasi
pemasangan kamera trap Karant Nichols, 2000. Tempat-tempat yang sering dikunjungi oleh satwaliar seperti sumber air, sumber air garam saltlick. Dan
sumber makanan seperti pohon yang sedang berbuah dapat juga digunakan sebagai tempat untuk pemasangan kamera trap Fonseca et al., 2003.
Dalam perkembangannya kamera trap juga memiliki beberapa kelemahan. Beberapa kendala dan permasalahan sistem kamera otomatis sinar infra merah
Bostani Apriawan, 1997 antara lain adalah : a. Pencurian kamera di lokasi penelitian.
b. Ganguan dari satwaliar, misalnya gajah sumatera, semut, tupai, beruk, dan lainnya.
c. Tekanan dari intensitas cahaya matahari. d. Kesalahan teknis kamera technical error.
2.3. Program Capture